Saat - saat
dimana kehidupanku sulit adalah saat aku menginjak kelas 1 MTsN, dimana ibuku
yang mengandung adik ketiga ku yang berumur 5 bulan harus mengurus bapakku
sendirian karena aku dan adik kedua ku masih kecil dan dia masih kelas 5 MI.
Bapakku sakit di sekitar pinggangnya dan selalu mengeluhkan tidak bisa bergerak
(pernah berpesan saat itu "bapakmu sudah tidak bisa menafkahi lahir dan
batin, kalau ibumu menikah lagi tidak apa - apa yang penting kamu bahagia dan
motor peninggalan ini boleh kamu jual untuk biaya hidup). Betapa terkejutnya
aku dan aku tanya ke ibu, apa maksud perkataan bapak ini (karena aku masih
terlalu kecil belum mengerti maksudnya). Setelah dirasa sakit bapak semakin
parah, ibu bergegas pergi ke RSUD daerah untuk mengecek kondisi apa yang
menyebabkan ini dan RSUD terbaik di daerahku (RSUD Mardi Waluyo) angkat tangan
(dengan usaha foto Rontgen dan analisa darah di laboratorium tidak
menemukan gejala penyakit apapun) dan merujuk ke RSUD terbaik di Kediri (RS Gambir).
Disana bapak juga tidak tertangani, akhirnya kembali pulang dan pasrah.
Sampai suatu
hari, banyak tetangga yang datang menjenguk bapak karena kasihan penyakit apa
ini, dimana RSUD terkenal saja tidak bisa mendeteksinya. Akhirnya ada dukun tetangga
saya yang datang atas rujukan saudara dan bapak dikasih minuman dari semburan
mantra (bapak tidak mau minum karena jijik dan tidak percaya ilmu seperti itu,
namun karena ada dukun di depannya dan berniat membantu tanpa mengharap imbalan
akhirnya bapak minum sedikit ramuan itu). Dirasa semakin hari semakin bertambah
sakit di pinggangnya, ada teman bapak memberi tahu kyai ternama imam masjid
(Bapak Nurmufid) di daerahku dan akhirnya beliau datang dan mendoakan dengan
ilmunya dan beliau berpesan untuk banyak - banyak istighfar (mungkin sudah tahu
ada yang aneh dengan penyakit bapakkku ini) dan kyai ini hampir tiap sore
sesudah sholat ashar mampir untuk mengobati bapak. Suatu hari ada tetangga yang
datang kerumah (Pak Rohim), kebetulan rumah aslinya Kepanjen dan di Kepanjen
ada pondok pesantren yang pengasuhnya bisa memindahkan (kata rumor yang
beredar) penyakit pasien ke hewan dan akhirnya bapak menerima tawaran itu.
Sebelum kesana kami diminta untuk membeli kelinci dan akhirnya sesudah dapat
kelinci, kami mencharter mobil sehingga sekeluarga dan Pak Rohim ikut menemani
kesana. Disana bapakku diobati sama pengasuh pesantren dan ditulis dengan huruf
rajah di kertas. Kertas rajah kemudian dicelupkan ke air minum dan harus
diminum bapakku selama 24 jam dan kertasnya ditalikan ke leher kelinci. Kami
diberi amanah untuk datang 3 hari berikutnya untuk melihat perkembangan
kelinci. Dirumah kelinci dikurung dan dilihat perlakuannya dan memang sedikit
benar apa yang dialami bapak juga dialami si kelinci seperti tidak bisa
kencing, badan sedikit panas dan terlihat pucat. Setelah 3 hari, kami ke
kepanjen lagi untuk berobat dan sampai sana, si kelinci disembelih sama murid
pesantren dan dilihat satu persatu organ kelinci (semuanya normal). Jadi
pengobatannya bukan memindahkan penyakit tapi merefleksikan tanda - tanda
penyakit dan pesan dari pengasuh pesantren bahwa bapak normal - normal saja.
Setelah memberi amplop seikhlasnya kamipun kembali kerumah.
Saya yang masih
kecil (kelas 1 MTsN) tidak begitu tahu bahwa bapak ini sakit sudah parah,
karena memang sama ibu tidak diperlihatkan ke anak - anaknya kalau ada masalah
besar (supaya anak fokus belajar dan tidak sedih). Sesudah sekitar 3 bulan
ditempat tidur, tidak ada pemasukan dan terus pengeluaran maka ibu selaku pengatur
tunggal keuangan + mengandung adikku 5 bulan harus mati - matian merencanakan
pengeluaran dan perhiasan yang dipakai ibu habis semua terjual. Dengan uang pas
- pasan, bapakku dibawa ke RSU terkenal di Malang (RS Saiful Anwar),
disana sekitar 1 bulan menjalani foto Rontgen berkali - kali yang
menghabiskan uang puluhan juta (1x foto = 500 ribu pada tahun 2001) dan sampai
sekarang tumpukan setebal kira - kira 10 cm itu masih ada saking banyaknya foto
Rontgen . Keputusan dari dokter bahwa bapak normal - normal saja
organnya dan tidak ada penyakit serius tetapi ibu tidak puas dan meminta
rujukan ke RSU paling terkenal se Jawa Timur di Surabaya (RS Dr. Soetomo).
Di Surabaya, ibu
sendirian menunggu bapak di awal - awal keberadaanya disana, namun di pertengahan
ibu meminta tolong teman bapak semasa muda (Pak Sholihin) untuk membantu
menunggu kebetulan dia ada banyak waktu karena keluarganya tidak tinggal di
Blitar jadi leluasa bisa membantu dan Pak Sholihin sangat baik karena dia yang
sering wira - wiri Blitar - surabaya mengurus kebutuhan berobat bapakku dan
juga mengurus kebutuhan aku dan adikku. Ibu waktu itu mengandung sekitar 6
bulan dan saya diceritakan disana sering minum degan hijau katanya disuruh
dokter dan kasihan melihat ibu mengandung besar dan harus jalan kesana - kemari
mengambil obat dan menunggu orang sakit (kurang tidur, capek dan stress
pikiran). Aku dan adik keduaku tinggal dirumah sendirian (mempersiapkan makan,
sekolah dan kebutuhan lainnya sendirian sejak ditinggal bapak ibu di RS). Kata ibu
disana, uang sudah mepet dan tidak ada lagi barang yang bisa dijual kecuali
motor butut dirumah (namun ibu tidak menjual motor itu karena untuk
transportasi sangat penting, karena saudara bapak dirumah tidak ada yang baik
sama sekali, tidak dibantu tenaga, pikiran maupun keuangan jadi keluarga kami
memikirkan sendiri masalah ini). Dari keluarga bapak padahal hampir rata - rata
semua orang berada (ada polisi, guru, PNS, pejabat kantor, wirausaha sukses)
namun seakan tidak mau nongol karena takut dihutangi oleh keluargaku yang kala
itu sangat 'kere' ( miskin)dan inilah yang menjadikan aku sampai sekarang
sangat benci ke saudara dirumah (karena kebangkitan ini bukan bantuan dari
saudara - saudara namun murni dari usaha kami sendiri dan pertolongan Alloh).
Suatu malam
sesudah isya' kata ibuku ada bapak - bapak berbaju putih membagikan uang untuk
pasien di RS yang tidak mampu dan tak luput bapakku juga dapat amplop dari
bapak itu 100 ribu (sungguh kata ibu ini murni ada pertolongan dari Alloh
dengan kondisi seperti itu walau nominal tidak terlalu banyak namun bisa untuk
biaya kebutuhan makan). Suatu hari juga, sewaktu ibu habis kencing dari toilet
RS, ibu menemukan dompet tergeletak didepan pintu toilet. Ibu bingung diambil
apa tidak, namun pikir ibu diambil saja ketimbang jatuh ke orang yang tidak
bertanggung jawab dan sama ibu dompet ditaruh di bantal bapakku sampai lama (di
dompet tidak ada identitas sama sekali dan uang yang ada cukup banyak saat itu
sekitar 600 ribuan). Ibu akhirnya memutuskan mengambil uang itu karena terpepet
tidak ada uang sama sekali dan berfikir apakah ini pertolongan Alloh untuk
hambaNya yang tetap ingin mencari kesembuhan dan mengharap ridhoNya. Hasil
akhir keputusan diagnosa RS Dr. Soetomo tersebut adalah tetap tidak ada
penyakit yang serius dan sampai akhirnya dokter malah membuat keputusan untuk
operasi amandel yang notabene tidak dikeluhkan sama sekali. Setelah dioperasi
amandelnya, bapak dibawa pulang ke rumah sesudah berobat kurang lebih 1 - 2
bulan opname tanpa ada keputusan memuaskan dari RS. Di rumah, bapak sering
kesakitan sewaktu malam dan sampai menjambak rambutnya dan berbicara ingin mati
saja karena tidak kuat dengan sakitnya (aku sendiri ingin menangis rasanya,
bapak mengerang kesakitan dengan tubuhnya yang tinggal tulang belulang, tidak
bisa jalan dan bicaranya hanya bersuar lirih karena semua organnya mulai
lemah). Bapak dirumah dengan di infus dan menjalani hari - harinya di tempat
tidur dan ada kejadian aneh tepat siang itu sewaktu aku dirumah tiba - tiba
terdengar suara meledak keras di belakang rumahku (disamping dapur) dan sontak
Pakpoh Marsam datang ke rumah untuk menanyakan suara apa itu dan aku sama ibu
mencari sumber ledakan namun tidak ada (menurut Pakpoh suara bisa dari termos
jatuh atau ban motor meletus, namun dicari tidak ada) kemudian ada hal aneh
lagi dan aku menjadi saksi hidupnya, tepat jam 12 malam di atap rumahku
terdengar ledakan hebat dan sesudah itu bunyi seperti pasir berhamburan jatuh
dari genteng dan suara seperti taburan pasir ini tiap malam pasti aku dengar
pas aku kebangun (pertanda apakah itu?????.
Perut ibuku
sudah menginjak bulan ke 7, bapak ke belakang digendong sama Pak Sholihin
(orang baik yang waktu itu selalu ada untuk keluh kesahnya masalah kami, dia
bukan saudara namun pengorbanannya melebihi saudaranya bapakku) karena aku
belum kuat menggendong dan bokong bapak luka sobek karena hampir 6 bulan tidur
terlentang di kasur terus tanpa dapat udara di bokongnya (besar sobekan sekitar
10 cm x 5 cm sampai kelihatan daging putih bagian dalam). Tiap hari ibu
mengipasi bokong bapak dan juga aku sehabis sekolah juga mengipasi bapak dan
menemani hari - harinya di tempat tidur. Bapak pelan - pelan mati syaratnya
satu per satu mulai dari tangan kanan, kaki kanan kemudian tangan kiri dan kaki
kiri. Bapak hanya bisa melihatku layu dan berpesan lirih dari gerak mulutnya
saja karena syaraf sudah hampir mati semuanya sewaktu aku menunggunya
"bapak ingin anak 4 karena supaya kalau sudah meninggal ada yang
menggotong tanpa merepotkan orang lain, bapak kalau sudah meninggal tolong
bacakan surat Al - Fatihah 1x saja sesudah sholat, kebun belakang rumah kamu
tanami singkong dan pisang untuk makan" dan kata - kata inilah yang selalu
teringat di benakku sampai sekarang. Pak Sholihin, berinisiatif menanyakan perihal
penyakit aneh bapak ke kyai disekitar gunung kelud yang dipercayai orang punya
ilmu tinggi dan akhirnya dia berangkat kesana sama kakak sepupuku Mas Widodo,
dari sana dapat pesan bahwa bapak dibuat - buat oleh ilmu dari wilayah timur
Jawa Timur. Kyai berpesan untuk mengundang tetangga membacakan surat Yasin
1000x, karena beliau kasihan dengan kondisi bapak, supaya kalau ingin segera
dicabut nyawanya biar dipercepat dan kalau sembuh juga semoga dipercepat. Pak
Sholihin pulang kerumah dan menyampaikan ke ibuku dan dengan segera ibuku
memanggil saudara - saudaranya (Pakdhe Katmadi, Pakdhe Katiman) untuk membantu
menyiapkan acara itu dan malam itu diadakanlah pembacaan surat Yasin untuk
bapakku.
Hari berikutnya,
sesudah pulang sekolah aku selalu disamping bapakku sama adikku sambil
menangis, bapak masih bisa melihatku lemah tanpa bisa bicara. Ibu menyarankan
aku untuk memberi balsem dan menyekanya dengan air panas supaya syarafnya bisa
hidup lagi (terbukti memang benar, sesudah diseka dan ditambah balsem) ada
kejutan di tangan bapak namun tidak bergerak hanya berdenyut, akupun senang
bahwa syaraf bapak masih hidup). Seminggu terhitung dari pembacaan surat Yasin
itu, bapakku meninggu dunia 'Innalillahi wa inna ilaihi roji'un'. Bapak
meninggal bertepatan dengan aku pulang sekolah hari Sabtu dan aku masih memakai
pakaian pramuka, badanku panas dan aku tidur di kamar. Sewaktu bapak dimandikan
pun aku tidak kuat menengoknya karena aku sakit, namun adikku sempat mencium
jenazah bapak sebelum diberangkatkan ke tanah makam dan akupun belum sempat
melihatnya untuk yang terakhir kali. Selamat tinggal bapak, jasamu akan ku
kenang dan akan aku bahagiakan orang - orang yang kamu tinggal, semoga disana
bapak bisa tenang dan kami pasti mendoakan sesuai pesanmu yang terkahir dulu
itu, semoga kita semua sekeluarga bertemu di surga nanti, Aminnnnn....
Semenjak
ditinggal bapak, ibu tepatnya mengandung bulan ke -7 dan orang - orang selalu
mendoakan semoga kelahirannya nanti normal dan lancar. Dulu adikku ini mau
digugurin karena mikir darimana uang untuk merawatnya, namun aku meyakinkan ibu
bahwa rejeki itu Alloh yang mengatur dan aku bilang anak inilah besok yang akan
membawa rejeki dan barokah kedepannya. Mendekati kelahiran, aku selalu yang
mengantar ibu ke dokter untuk USG. Pernah terjadi peristiwa saat aku mengantar
adikku ke USG, saat itu musim hujan, aku agak kencang memacu motor dan musibah
terjadi, ban belakang bocor sehingga motor oleng namun Alhamdulillah tidak
sampai jatuh dan benar - benar sebuah pertolongan dari Alloh. Kemudian pernah
terjadi lagi musibah, sewaktu pulang dari USG dan waktu itu malam, aku
menggenjot motor kencang dan karena gelap tidak tahu kalau didepan ada tumpukan
material yang tertutupi daun kelapa dan memakan badan jalan, namun lagi - lagi
Alhamdulillah Alloh menyelamatkan kami dan motorpun masih bisa dibelokkan
sedikit walau jarak sudah sangat - sangat dekat. Tepat 9 bulan adikku laki -
laki lahir dengan ditemani mbahku Mbah Kasmini dan aku yang mengAdzan dan
mengIqomati telingan adikku. Sesudah keluar, adikku lucu banget dan langsung
nangis sambil bilang 'emik' berkali - kali.
Semenjak
ditinggal bapak, aku langsung berusaha menggantikan posisi sebagai tulang
punggung yaitu dengan belajar 'ngarit' memelihara kambing pemberian mbahku (1
babon dengan 2 anaknya jantan kecil - kecil). Tepat aku ditinggal bapak, aku
mau menginjak kelas 2 MTsN dan jarak rumah dengan sekolah sekitar 6 km dan aku
menempuh dengan naik sepeda bersama teman - temanku. Sepulang sekolah jam 13.30
aku memacu sepedaku kencang agar cepat sampai rumah dan jam 14.00 aku tiba
dirumah, aku makan dengan cepat (kehidupanku sekarang beda, dulu pas ada bapak
daging, sate, buah, roti selalu ada dan sekarang beli santan dan lauk enak
tidak ada uang jadi aku sekarang makan nasi + sambal kecap tahu yang dipenyet)
kemudian aku sholat dhuhur mengambil sabit dan karung langsung pergi ke
'pagisikan = dataran kali brantas' (karena waktu awal - awal aku belajar
ngarit, aku masih diajari sama Pakpoh Marji untuk ngarit rumput gajah di
lahannya itu sampai kira- kira 6 bulan) dan sesudah itu aku mulai sendiri
ngarit ke sawah karena tidak enak dibantu terus dan aku tidak mau merepotkan
orang lain. Aku ngarit dari jam 14.00 (sesudah pulang sekolah) - 16.00 (waktu
ashar) dapat 1 karung besar dan ini aku jalani sekitar 1 tahunan. Sesudah 1
tahun kepergian bapak, 1 tahun berikutnya (bertepatan dengan kenaikan kelas 3
MTsN) aku kecelakan besar saat aku membonceng ibuku pulang dari pasar
menggunakan motor butut pinjaman Pakpoh Marsam dan ini kronologinya : saat aku
lurus di perempatan (jalan utama / jalan kecamatan) ada tukang angkut sayur
membawa beban berlebih di motornya dan ditaruh di depan kemudinya dan jok
belakang sehingga sewaktu belok dia tidak bisa bermanuver sehingga cenderung
lurus. Dia keluar dari perempatan jalan (jalan kecil / jalan desa) menuju ke
perempatan jalan utama tempat jalurku namun karena motornya tidak bisa belok
dia nylonong lurus saja dan akhirnya aku kaget dan terjadilah tabrakan tegak
lurus dengannya sehingga setirku mengenai motornya yang berbobot besar karena
berisi sayur kacang dan setir terlempar mengenai rahang bawahku sehingga
menyebabkan patah tulang dan tanganku berusaha menjaga motor yang jatuh sampai
akhirnya tulang pergelangan tangan kananku patah dan aku pingsan, ibuku pingsan
karena kepala bocor dan pengendara lawan juga pingsan dengan luka ringan.
Kami bertiga semua dibawa ke Puskesmas kecamatan Srengat dan hanya aku saja
yang dilarikan ke RSUD kabupaten Mardi Waluyo untuk penanganan luka parah.
Masih teringat sewaktu aku dinaikkan ambulance aku sadar namun darah terus -
terusan mengucur dari mulutku entah berapa timba jika ditampung karena
rahang putus total. Orang yang memangku aku adalah Mas Eko depan rumahku, dia
sangat berjasa dalam mebantu keselamatanku sampai RSUD dan di RSUD aku dituntun
baca istighfar dan menyebut nama Alloh oleh dia karena mereka mengira aku sudah
hampir mati karena saking parahnya. Namun karena aku sadar dan Alhamdulillah
dalam tubuhku tidak terluka, aku yakin keselamatan sangat besar peluangnya.
Sungguh pertolongan Alloh sangatlah besar dalam hidupku dan menjelang 1 minggu
kemudian, aku diminta pihak RS untuk operasi rahang bawah dan wajahku saat itu
sangat berbeda, aku melihat di cermin tidak menunjukkan wajah asliku karena
molor kebawah sekitar 10 cm karena lebam dan bengkak. Saudara - saudara bapakku
seperti Pakpoh Sukri menganjurkan sangkal putung dan aku dengan sedikit gerakan
mengisyaratkan tidak mau di sangkal putung dan dokter pun menganjurkan operasi
karena ini rahang dan untuk makan dan tulang bergerak terus (kalau tidak
diukuci pakai Platina dan hanya di sangkal putung akan bergerak terus), jadi
bahaya kalau tidak di Platina. Akhirnya keputusan tetap dioperasi dan sewaktu
tanda tangan operasi, ibuku yang opname di Puskesmas Srengat sudah bisa
menemani aku sehingga aku benar - benar dioperasi. Sebelum operasi ada tawar
menawar harga Platina untuk menyambung rahang (berkat negosiasi dari Budhe
Nijah yang orang Madura, yang harganya saat itu sekitar 6 juta bisa ditawar
sekitar 4,5 juta dengan syarat budhe mencarikan kartu kesehatan rakyat miskin
dari desa dan budhe sama ibuku meminta surat itu ke desa, sesudah dapat
diserahkan ke dokter bedah tersebut dan Alhamdulilllah dokter memberi lagi ke
aku 1 juta untuk pertolongan karena kasihan sehingga total Platina menjadi 3,5
juta 'cukup mahal bagiku waktu itu di tahun 2004'). Aku masuk ruang operasi
dalam keadaan sadar dan dipantau terus sama dokter bedah denyut jantungku dan
kata dokter aku takut dilihat dari detak jantung padahal aku sendiri sangat
percaya jalan itu untuk kesembuhanku dan aku tidak takut sama sekali. Sebelum
operasi aku diberi obat urus - urus sehingga apa yang ada di perutku terbuang
semua dan juga aku kencing untuk pembersihan. Operasi berlangsung sekitar 1
jam dengan bius total yang dilewatkan infus dan diluar aku ditunggu
banyak saudara dan tetangga (Mas Marson, Kang Sholeh, Kang Irul, Mas Gito,
Budhe Nijah, Pakdhe Katmadi, Pakdhe Katiman, Budhe Pat, Mbak Etik, Ibuku) dan
akhirnya operasi selesai dan aku dibawa ke ICU untuk pemulihan. Sekitar 12 jam,
efek bius sudah hilang dan aku sadar dan tanganku sudah di gips karena ada
patahan sedikit di tangan kananku dan rahangku mengganjal karena di mulut
dimasuki kain perban untuk menampung darah yang keluar dari rahang. Aku bernafas
menggunakan selang langsung yang menuju ke tenggorokan dan dibantu tabung
oksigen dan pipisku juga dimasuki selang sampai ke kandung kemih. Nyawaku
hampir tidak tertolong karena kain perban yang dipakai untuk menampung darah
keluar dari rahang perlahan - lahan tertarik bersama cegukan air liur yang
terus membasahi mulutku dan aku susah sekali bernafas. Dengan kondisi ini, aku
mulai panik karena tanganku tidak bisa bergerak (kanan di gips tidak bisa
terangakat dan tangan kiri ada infus sehingga tidak bisa bergerak), namun jari
kananku masih bisa bergerak - gerak dan ibuku dengan segera menghampiriku untuk
menanyakan apa yang aku inginkan. Aku menunjuk - nunjuk dan ibu mengartikan
mulai dari AC dibesarkan aku geleng - geleng bukan, AC dimatikan aku juga geleng
- geleng lagi, ditawari makan juga bukan dan sampai akhirnya ibu bilang pulpen
aku mengangguk pertanda iya dan aku bergerak - gerak lagi pertanda ada yang
kurang dan ibu menawari kertas dan aku mengangguk pertanda benar. Sesudah ibu
membawakan pulpen dan kertas dengan sedikit gerakan tangan kanan yang tergips
aku tulis 'nang cangkem gedabel enek kaine'. Dengan tulisanku ini, ibu
memanggil perawat dan sama perawat langsung dilihat di mulutku dan benar kain
perban sepanjang kira - kira 50 cm sudah mencapai rongga tenggorokan dan
sebagian menutupi jalur nafas, dengan segera perawat mengambil perban tersebut
dan akupun langsung plong bisa bernafas bahkan berbicara pelan karena masih
sakit luka bekas operasinya. Aku berbicara terus tanda lega dan terdengar dokter
jaga dan aku disuruh tidak boleh banyak berbicra biar luka bekas operasi cepat
kering. Perawat mengacungi aku jempol dan bilang pasien cerdas, karena kalau
tidak perban akan terus tertelan dan menutupi jalur nafas. Sesudah 2 hari di
ICU aku dikembalikan di ruang inap biasa dan malam itu ada kejadian tragis lagi
yaitu tabung oksigen yang aku pakai sudah habis dan aku mulai sesak tanda
kekurangan oksigen, perawat yang menjaga waktu itu tidak bisa membuka seal
tabung oksigen baru, kemudian pamanku Pakdhe Katmadi dengan kunci Inggris
segera mungkin membantu perawat karena agak berat membukanya dan akhirnya
pertolongan Alloh kembali ada, seal tabung terbuka aku bisa bernafas lagi
sampai aku bisa menuliskan kisahku sekarang ini.
Pasca aku di
operasi, kambingku yang ada dirumah diberi makan oleh paman - pamanku Pakpoh
Marsam, Pakpoh Marji dan Pakde Katmadi sampai aku benar - benar sembuh sekitar
3 minggu. Kejadian ini bertepatan dengan liburan kenaikan ke kelas 3 MTsN
sehingga teman - temanku banyak yang tidak tahu namun waktu itu ada 2 cewek
main ke rumahku (dia adalah Rizki dan Ninik, waktu aku belum kecelakaan aku
dekat banget sama cewek ini dan sewaktu aku tidak sering muncul dan tidak ada
kabar dia mengira aku pindah sekolah, makanya dia mencari informasi ke temanku
dan diberi tahu kalau aku kecelakaan sehingga dia datang ke rumah). Sewaktu dia
datang ke rumah, aku tidak mau menemuinya dan lari ke belakang rumah
bersembunyi di pohon randu namun Pakpoh Marsam mencari aku dan bilang kalau ada
teman menjenguk harus ditemui. Akupun menemui mereka berdua dengan malu - malu
karena memang wajahku sekarang berbeda dan banyak luka di tubuhku. 2 minggu
sesudah operasi, aku kembali masuk sekolah, aku naik sepeda dengan tangan
kananku masih di gips dan jari - jariku dikasih kain pemgikat supaya tidak
dislokasi, sehingga aku mengendarai sepeda dengan tangan kiri saja. Tekadku
adalah tidak mau merepotkan ibuku jadi dengan kondisi itu aku tetap semangat
sekolah dan mandiri tidak diantar ibuku. Aku tetap semangat naik sepeda karena
kalau pulang sering banget bareng bersama temanku Rizki dan ngobrol dijalan dan
tidak terasa sudah dekat sampai rumah. 3 minggu sesudah operasi aku mulai
ngarit lagi dan kali ini aku ngarit sama ibuku karena tangan kananku hanya bisa
menyabit ringan dan tidak bisa mengangkat karung karena belum kuat dan masa -
masa ngarit sama ibuku kurang lebih 2 bulan. Aku terbiasa makan, sikat gigi dan
nulis pakai tangan kiri karena tangan kananku patah dan kejadian ini membuat
aku kidal namun aku bisa mengubah ke kanan lagi kecuali sikat gigi yang sampai
sekarang menggunakan tangan kiri. Sesudah 2 bulan, aku ngarit sendiri walau
dengan gips yang sudah dilepas namun tanganku belum kuat sepenuhnya, aku ngarit
sedikit - sedikit saja dan untuk mencukupi kebutuhan pakan kambing, aku
mengimbanginya dengan memberi pakan tambahan berupa 'ampas singkong =
gamblong'.
Sesudah sekitar
6 bulan adikku yatim dapat santunan babon dari organisasi keagamaan NU dan
berturut- turut dari organisasi Muhammadiyah sehingga jika ditotal kambingku
sekarang ada 4 babon dengan peranakannya dan mencapai total 15 ekor lebih.
Dengan banyaknya kambing itu, aku sekarang ngarit harus banyak mulai pulang
sekolah jam 14.00 - 16.00 (kebiasaan makan ku dulu cepat itu terbawa sampai
sekarang dan terbawa pada sifatku yang keras dan waktu adalah uang, terlalu
lama akan membuang waktu untuk belajar dan bekerja). Dari 2 jam pertama itu,
aku dapat 1 karung besar dan aku berikan ke kambingku supaya tidak mengembek
kelaparan kemudian aku sholat ashar dan sesudah itu aku berangkat lagi ke sawah
dari jam 16.00 - 18.00 sehingga jika ditotal tiap hari aku ngarit 2 karung
besar. Orang - orang disawah semua salut padaku, aku yang dulu dimanja tidak
boleh ke sawah dan semuanya ada, sekarang aku harus menjalani beban semuanya
sendiri dan sangat berbeda dari sebelumnya namun dalam hatiku aku sangat
semangat untuk bisa berubah dan semua pekerjaan dari bawah ini aku niatkan
untuk beribadah dan berubah memutar roda kehidupan. Orang - orang mesti
menanyakan ke aku 'sudah balik berapa kali' mereka kalau ketemu aku mesti tanya
itu untuk menyemangati aku ngarit karena mereka tahu aku ngarit 2x. Orang -
orang juga sering mengingatkan aku untuk tidak berat - berat mengangkat karung
karena aku masih dalam masa pertumbuhan tinggi (dulu badanku sixpack, dulu aku
kurus tinggi dan sekarang aku kekar dan pendek namun aku tidak menyesali itu
karena akibat ini adalah hasil perjuangan beribadahku dulu untuk keluargaku),
namun aku tidak memperdulikan itu karena aku punya tekad yang besar untuk
membiayai ibu dan adik - adikku dan aku punya prinsip tidak akan membuat dia
sengsara untuk mencari uang (karena aku sudah berprinsip mengambil tanggung
jawab kepala keluarga menggantikan bapak dan aku tidak ingin wanita sengsara
mencari uang apalagi harus ngarit terkena panas, capek dan sakit - sakitan).
Jadi selama 5 tahun sejak aku kelas 2 MTsN - kelas 3 SMA aku tidak pernah
mengeluhkan ngarit untuk minta bantuan ke ibu kecuali pasca operasi kecelakaan,
walau aku sakit aku tetap yang mencari makan kambing (kalau sakit tidak ngarit
namun mencari dedaunan di kebun untuk makan kambing). Waktu itu aku sangat
berani panjat pohon tinggi untuk mencari dedaunan mulai panjat pohon nangka,
pohon randu dan pohon lain. Kalau hari libur hari Minggu, aku diajak kerja
sampingan oleh temanku (Udin dan Ripin) seperti buruh angkat kayu, sosrok
rumput di lahan padi, buruh panen jagung dll dan uang yang aku dapatkan masa
itu mulai jam 07.00 - 10.00 (dibayar 10 ribu) dan jika jam 07.00 - 14.00
(dibayar 15 ribu). Uang yang aku dapatkan itu untuk makan bersama ibu dan adik
- adikku dan juga kalau keluarga membutuhkan uang maka kambingpun dijual untuk
biaya hidup.
Namun semakin
lama, kondisi keuangan keluarga semakin seret dan ibu berencana mau kerja di
Kalimantan sebagai PRT dan kebetulan ada teman yang menawari sehingga waktu
malam itu sekitar jam 22.00 ibuku dijemput oleh majikan (asli Blitar namun
punya suami, usaha dan rumah di Kalimantan) dan adik yatimku yang masa itu
masih menyusui dalam keadaan tidur sedangkan aku dan adik keduaku menyaksikan
kepergian ibuku dengan tangisan karena selama ini kami belum pernah merasakan
perpisahan. Keesokan harinya, adikku menangis karena mencari ibu dan banyak
saudara yang iba sehingga adikku di momong oleh Pakpoh Marsam dan Bulek Yah
(adikku dibawa ke dukun kyai supaya dilupakan ingatannya ke ibu dan betul juga
adikku kala itu lupa sama ibunya dan lengket sama Pakpoh Marsam. Sekarang aku
hidup bertiga (aku dan kedua adikku) aku sudah kelas 1 SMA dan adik keduaku
kelas 2 MTsN sedangkan adik ketigaku sekitar 2 tahun. Terkadang nenekku dari
ibu juga menginap ke rumah namun tidak rutin karena tempatnya yang jauh sekitar
30 km dari rumahku dan nenek sedikit pikun jadi pernah nyasar saat naik angkot,
sehingga hari - hariku banyak dilakukan oleh kami bertiga. Aktivitas rutin yang
kami kerjakan adalah pagi - pagi kami harus memandikan adik kecilku kemudian
menitipkan ke Pakpoh Marsam atau Bulek Yah selanjutnya memasak nasi di Magic
Jar dan aku sama adikku berangkat sekolah (ceritanya dirumah Pakpoh Marsam
adikku selalu dikasih makan telur rebus dan tidak mau makan yang lainnya
sehingga sampai sekarang ini dia sukanya telur saja, semua lauk dan sayur tidak
suka). Sepulang sekolah aku dan adikku berbagi tugas, dia beli tempe, kecambah,
kecap dan cabe untuk dibuat menjadi penyet, jadi aku makan seperti ini hampir 1
tahun (karena tidak kuat beli santan yang kala itu 2 ribu apalagi beli ikan
pindang).
Ibuku kerja
sudah 1 bulan di Kalimantan dan selalu mengirimi uang ke kami antara 100 - 300
ribu per bulan lewat wesel pos (gaji ibu kala itu 600 ribu), jadi aku harus
bisa mengatur keuangan itu untuk hidup kami bertiga seperti makan, uang saku
sekolah, biaya sekolah, jajan adik dll. Sekitar 3 bulan kemudian ibuku beli HP
jadul Nokia (didaerahku masih sangat sangat jarang yang punya HP kala itu) dan
ibu mentransfer 1 juta ke aku untuk beli HP juga supaya bisa berhubungan (HP
waktu itu sangat mahal, aku beli Nokia second tipe 6020 harga 750 ribu)
sehingga ibu dan kami bertiga bisa berhubungan via telepon. Kala itu, paketan
telepon sangat mahal yaitu bicara 5 menit (harga 5 ribu) gratis 5 menit dan
tiap malam ibuku telepon kami bertiga untuk menanyakan adikku yang kecil dan
ibu sering menangis karena saat makan pasti ingat dan tidak jadi makan karena teringat
anak - anaknya tidak bisa makan enak. Kami tidak sedih sekarang karena walau
ibu di Kalimantan dengan adanya telepon serasa dekat walau hanya dengan suara.
Sesudah ibuku kerja hampir 6 bulan, ibu kirim lagi uang 600 ribu dan meminta
aku membelikan Dispenser seharga 400 ribu dan kemudian bulan ke - 10 ibu
transfer lagi 1,5 juta untuk biaya meneruskan lantai keramik peninggalan bapak.
Aku sekarang menginjak kelas 3 SMA dan ibuku pulang sesudah 1 tahun disana,
ibuku keliatan sangat kurus, item dan pucat (kasihan baget melihatnya tidak
seperti dulu yang segar bugar karena tidak ada beban mencari uang). Adikku
(sekitar 3 - 4 tahun) disapa oleh ibu dan malah lari ke rumah Pakpoh Marsam
karena sudah lupa kalau itu ibunya. Akhirnya Pakpoh Marsam menggendong adikku
dan membawa ke ibuku, menjelaskan kalau itu ibunya namun adikku tidak mau
bersama ibu dan malah berhari - hari tidur dirumah Pakpoh Marsam terus. Lambat
laun adikku mau dipeluk sama ibu dan sekarang sudah mau tidur dirumah dan
lengkaplah sudah keluargaku sekarang (berempat). Sekitar 3 bulan, kami masih
memakai uang hasil tabungan ibuku berkerja ditambah hasil kerja sampinganku
sewaktu libur sekolah dan lama kelamaan uang yang kami pakai tidak mencukupi
sehingga memaksa ibu untuk mencari pekerjaan dan ibu berusaha menanyakan
pekerjaan ke tetangga dan ada tetangga baik yang memberi pekerjaan (Mbak Naim),
ibu diminta mencuci pakaian dengan tangan + mensetrika baju yang menumpuk
banyak, ibu mengerjakan mulai dari jam 07.00 - 14.00 (dibayar 25 ribu kala itu)
dan pekerjaan ini adanya hanya 1 - 2 minggu sekali. Sesudah itu, ibu juga
ditawari lagi oleh Mbak Sepupu Mbak Yuli untuk mencuci pakaian dengan tangan
dan mensetrika mulai jam 07.00 - 14.00 dan dibayar 25 ribu juga. Kondisi ini
kami rasakan sekitar 6 bulan dan waktu berikutnya aku sudah menginjak semester
akhir di SMA dan harus tes ke perguruan tinggi.
Selanjutnya aku
tes perguruan tinggi dan Alhamdulillah lulus dengan mendapat dana beasiswa dan
mengantarkan aku ke Surabaya dan Alhamdulillah dapat asrama beasiswa jadi tidak
sepeserpun aku keluar biaya. Kambingku dirumah tidak ada yang memelihara karena
tak tinggal kuliah sehingga sama ibuku dijual semua dan dapat 5 juta lebih.
Uang tersebut sama ibu dan adikku dibuat untuk berangkat ke Kalimantan semuanya
(aku yang mengurus mereka di pelabuhan, ibu dan adikku naik kereta ke Stasiun
Pasar Semut Surabaya kemudian tak sarankan lagi naik angkot menuju ke pelabuhan
Tanjung Perak dan aku naik motor menyusul mereka langsung ke pelabuhan). Di
pelabuhan kami berempat harus menginap dengan berbekal nasi + bawang goreng
yang telah dipersiapkan ibu dari rumah dan selanjutnya kalau kurang kami beli
mie instan rebus, karena tiket kapal laut tidak ada maka kami menginap di
pelabuhan 2 malam (banyak calo menawarkan tiket namun aku tidak percaya dan
mencari sendiri di loket terpercaya). Ada kejadian malam itu, biasanya aku sama
ibuku tidur shift - shiftan karena kami tidur di trotoar pelabuhan dan malam
kedua itu, kebetulan aku dan ibu tertidur semua padahal barang bawaan kami
sangat banyak, untungnya disebelah kami ada orang sekeluarga juga yang tidur
berdekatan dan dia bilang tadi malam koper kami sudah didekati oleh laki - laki
jaket hitam dan bapak di sebelah kami menjaga koper kami (Alhamdulillah
pertolongan Alloh lewat bapak itu telah melindungii kami berempat). Kapal laut
sudah bersandar dan kami sudah dapat tiket, ibu dan adikku aku antar menuju ke
pintu masuk dan akhirnya perpisahan berlangsung, ibu dan adik - adikku pergi ke
Kalimantan dan aku kuliah di Surabaya sedangkan rumah di Blitar dibiarkan
kosong. Perjalanan mereka ke Kalimantan sekitar 3 hari dan banyak cerita yang
mereka alami (mual, muntah, tidak nafsu makan, bau udara air laut dll) dan
setibanya disana ibuku langsung ke tempat majikannya dan kedua adikku ikut
menumpang disana (kebetulan majikan ibu sangat baik dan menghargai anak yatim),
setelah sekitar 1 bulan adikku yang nomor dua (kasihan pendidikannya hanya
sampai MTsN karena kami betul - betul tidak ada uang untuk makan saja susah dan
kami tidak pernah dibantu oleh saudara dari bapak maupun ibu padahal mereka
kaya - kaya dan inilah yang menjadi cambukku untuk berubah dan dendam kepada
mereka) dapat kerjaan menjadi pelayan di warung dan setidaknya ibu sudah
terbebas dari rasa sungkan ke majikan dengan lepasnya adikku bekerja bersama
orang. Adikku nomor tiga sekolah dasar di Kalimantan dan sewaktu aku telepon
dia sudah tidak bisa lagi Bahasa Jawa dan bisanya Bahasa Indonesia. Sekitar 6
bulan berlalu, adikku disana banyak ditawari untuk dijadikan istri oleh orang -
orang asli Banjar dan adikku masih ingat pesanku "jangan menikah dulu
sebelum melihat kakakmu sukses karen kakakmu ingin membahgiakan kamu
dulu".
Setelah sekitar
1 tahun disana, ibuku menikah dengan orang Kalimantan namun kebetulan dia perantauan
yang ternyata rumahnya dekat dengan rumahku di Blitar. Aku punya keluarga
baru sekarang ditambah ayah tiri dan dari hasil pernikahan dengan ayah tiri,
ibuku punya anak 1 laki - laki. Mereka (keluargaku) berempat hidup disana
dengan bahagia dan sampai akhirnya adikku kecantol sama orang Banjar dan
menikahlah dia waktu itu walau aku sebenarnya melarang karena aku belum lulus
kuliah dan belum bisa memberi kebahagiaan ke adik - adikku. Namun biarlah
karena dia sendiri yang menjalani dan akupun hanya bisa melihat kebahagiaanya.
Sedangkan aku menjalani masa kuliah dengan nyaman, karena aku dapat beasiswa
full mulai asrama, pengembangan diri dengan adanya kegiatan rutin program
asrama dan kemandirian (lewat aku dikasih amanah oleh Mas Senior Hasan untuk mengajari
les private anak SMA persiapan SNMPTN). Aku mendapat uang saku per bulan untuk
makan dari beasiswa 350 ribu dan aku ngelesi untuk pengalaman pertamaku 1,5 jam
dibayar 50 ribu (aku sangat terkejut, betapa aku hanya duduk, berbagi ilmu,
diskusi, dikasih makan dan tempat adem tidak kepanasan dibayar dengan sebegitu
mahalnya menurutku karena yang aku tahu aku kerja di swah dari 07.00 - 10.00
cuma dibayar 10 ribu dengan resiko capek, kepanasan, lelah dan tidak
dikasih makan. Jadi dengan ilmu semuanya dapat kita raih 'pikirku jauh
kedepan'). Menyambung untuk kehidupan pendidikanku ke artikel berikutnya
(BERSAMBUNG......)
====================TRUE
STORY PERJUANGAN KU ========================
======================'UNTUK
ANAK DAN ISTRIKU'========================
Previous
« Prev Post
« Prev Post
Next
Next Post »
Next Post »