I. PENDAHULUAN
Condenser merupakan salah satu
peralatan heat exchanger di PLTU yang
berfungsi meng-kondensasi-kan
steam sebagai recycle siklus uap-air
dengan media pendingin air laut. Steam kontak dengan
air pendingin dan produk yang dihasilkan adalah condensate water. Sistem pendingin yang menggunakan air laut rentan
terhadap korosi, masuknya biota laut di tube
dan lumpur yang terikut di air pendingin sehingga membutuhkan treatment khusus di peralatan ini. Sistem
penanganan terhadap permasalahan tersebut yaitu dengan memilih tube yang tahan korosi, injeksi kimia
untuk menghambat pertumbuhan biota laut dan cleaning
rutin menggunakan ball tapproge system.
Gambar 1. Condenser PLTU Sisi Front dan Back |
Treatment seperti yang
disebutkan diatas ditujukan untuk menghindarkan kejadian yang berakibat fatal
dan yang paling sering terjadi adalah penumpukan kerang atau biota laut di tube dan kebocoran tube. Kajian ini ditujukan untuk menganalisa lebih mendalam
penyebab kejadian sesuai permasalahan yang diangkat dan membuat rekomendasi
penanganan agar permasalahan yang sama tidak terulang kembali.
Gambar 2. Inner Condenser PLTU |
Tipe condenser PLTU pada umumnya adalah 2 lewatan
artinya air pendingin masuk dari inlet
berputar kembali di u-turn dan keluar
di sisi outlet. Sisi inlet dan outlet terletak di bagian yang sama namun berpenyekat atas dan
bawah. Sesuai Gambar 3, sisi inlet
ada di bawah dan sisi outlet ada
diatas.
Gambar 3. Condenser Tipe 2 Lewatan |
II. ANALISA DAN PEMBAHASAN
Permasalahan yang sering terjadi di tube condenser dengan cooling water air laut adalah penempelan kerang disepanjang tube.
Gambar 4. Penempean Kerang di Inner Condenser |
Diperlukan analisa penyebab
kebocoran tube condenser yang
meliputi : sisi operasi, sisi kimia, sisi material dan sisi mekanis. Berikut
detail analisa masing-masing kriteria.
BACA JUGA: Condenser PLTU Berdasarkan Standard EPRI
2.1 Sisi Operasi
Kriteria ini berkaitan dengan sejauh mana frekuensi
pemakaian tube condenser terhadap
waktu pemeliharaan terdekat saat shutdown. Seiring dengan berjalannya waktu terdapat gejala vibrasi di condenser. Vibrasi yang terjadi dimungkinkan karena banyaknya
kerang yang menyumbat di tube
sehingga flow sedikit terhambat dan
aliran menjadi acak di tubesheet
sehingga memberikan sedikit goncangan ke dinding condenser.
Kriteria lain seperti temperatur dan tekanan operasi
juga mempengaruhi umur tube karena
dengan terhambatnya flow air
pendingin maka steam yang melewati shell condenser tidak kontak lama dengan
air pendingin sehingga tube mengalami
overheat dan kemungkinan bisa menyebabkan
penurunan kualitas properties
material tube. Sedangkan pengaruh
tekanan bisa berhubungan dengan aliran flow
yang terlalu kencang yang diakibatkan penyempitan (reduction) area karena sumbatan kerang atau biota laut sehingga tube yang properties-nya sudah turun kualitasnya atau cangkang kerang yang
terus-menerus mengikis material tube
dan rentan terjadinya degradasi
(bocor).
2.2 Sisi Kimia
Air pendingin yang berasal dari air laut sebelumnya
sudah dilakukan treatment seperti
injeksi chlorin untuk melemahkan
perkembangbiakan biota laut. Selama ini injeksi chlorin menggunakan biocode dengan rekomendasi dari supplier 2x/minggu.
Pada umumnya untuk menghambat perkembangbiakan biota laut digunakan chlorin yang dihasilkan
oleh electrochlorination plant dan
dilakukan injeksi yang terus-menerus di intake
water sehingga kasus penyumbatan oleh kerang tidak cukup signifikan
terjadi.
Secara standar, terdapat pengendalian parameter kimia
untuk menganalisa kenormalan condenser
seperti chloride (pengukuran di outlet CEP dan boiler water), conductivity (outlet CEP, boiler water dan superheated steam) dan pH (outlet CEP dan superheated steam). Parameter tersebut dilakukan perbandingan di
hari yang sama untuk mengetahui apakah terdapat kebocoran tube condenser.
Parameter kualitas air yang harus terukur adalah pH, conductivity dan total hardness (TH). Jika didapatkan pH rendah, conductivity dan TH tinggi maka bisa dipastikan bahwa condensate water tercemar oleh air pendingin (air laut).
2.3 Sisi Material
Material tube
condenser dirancang khusus agar tahan terhadap air laut dan temperatur
operasi yang cukup tinggi mengingat fluida yang masuk adalah steam keluaran dari turbine. Pada umumnya bahan yang digunakan di tube condenser adalah logam dengan daya hantar yang baik, tidak mudah korosi terkena air laut dan tahan operasi temperatur tinggi. Contoh logam adalah titanium (Ti), tembaga (Cu), alumunium (Al), kuningan
2.4 Sisi Mekanis
Penyebab sisi mekanis yang dimaksudkan dalam kasus ini
adalah kemungkinan tube mengalami
kerusakan yang disebabkan akibat vibrasi
atau impact dari material asing.
2.4.1 Vibrasi
Untuk vibrasi
ada dua kemungkinan penyebabnya yaitu
vibrasi turbine dan vibrasi akibat aliran di
dalam condenser (flow induce vibration). Vibrasi turbin dapat menyebabkan patahnya tube condenser jika getaran pada turbin last stage merambat ke condenser. Sama halnya dengan vibrasi turbin, vibrasi yang timbul akibat aliran air pendingin dalam condenser juga dapat menyebabkan patahnya tube. Oleh karena itu perlu diamati data
vibrasi pada turbin maupun condenser.
2.4.2 Erosi/Abrasi
Erosi/abrasi bisa disebabkan karena pengikisan oleh partikel yang
terbawa oleh fluida seperti steam
yang bisa disebabkan karena silica
terlalu tinggi dan air laut bisa disebabkan karena partikel terlarut dari hardness, biota laut/kerang dan TSS.
Partikel tersebut dengan didukung flow
yang tinggi dan terus-menerus mengenai tube
maka bisa berpotensi kebocoran tube.
2.4.3 Corrosion
Saat telah terbentuk lapisan pasif pada titanium, laju
korosi rata-rata <0.04 mm/tahun. Pada kondisi lingkungan yang lain, lapisan
film yang terbentuk dapat menebal & mengalami penambahan berat. Korosi dapat terjadi pada reducing acid conditions, terutama pada
temperatur yang lebih tinggi. Dengan kondisi asam dan temperatur tinggi,
lapisan pasif dapat hilang dan logam titanium larut dalam larutan tersebut.
Ketahanan korosi logam titanium diuraikan sebagai berikut :
2.4.3.1 Crevice
Corrosion (Korosi Celah)
Titanium
dapat mengalami korosi celah dengan mekanisme yang serupa dengan yang terjadi
pada stainless steel, yaitu terjadi pada daerah bercelah dengan kadar oksigen
minimum dan bersifat asam. Korosi ini dapat terjadi pada titanium pada
temperatur >70°C dengan larutan yang mengandung chlorides, bromides, fluorides, iodides atau sulphates. Korosi ini umum terjadi pada metel to metal joint, las-lasan yang kurang baik, gasket atau
permukaan dalam deposit.
2.4.3.2 Pitting
Corrosion
Titanium
alloy mempunyai resistensi yang tinggi terhadap pitting corrosion, dan umumnya jarang terjadi.
2.4.3.3 Hydrogen Damage/Embritlement
Embritlement adalah berkurangnya ke-elastisan dan
ketangguhan dari logam. Hydrogen embrittlement pada titanium
kemungkinan disebabkan dari pembentukan endapan titanium hydride, tetapi hal
ini tidak mengurangi kekuatan logam inti secara signifikan. Hydrogen embrittlement dapat terjadi
pada temperatur <80°C atau pada pH antara 3 sampai 12. Pada umumnya penyebab
masalah ini adalah lepasnya hidrogen dari proteksi katodik impressed current atau galvanic
couple dengan metal yang lebih aktif seperti seng (Zn), aluminium (Al) atau
magnesium (Mg).
2.4.3.4 Galvanic
Couple
Korosi
tipe ini jarang terjadi pada logam titanium tetapi dapat terjadi pada logam
lain di sekitarnya, atau lebih tepatnya logam titanium sebagai penyebab
terjadinya korosi (umumnya pada terjadi pada proteksi katodik). Laju korosi
tergantung pada media, temperatur dan cathode
to anode surface area ratio.
2.4.3.5 Stress
Corrosion Cracking
Titanium
yang sering digunakan (grades 1, 2, 7, 11, 12) kebal terhadap SCC kecuali pada
lingkungan tertentu seperti anhydroumethanol
solutions yang mengandung halida, nitrogen
tetroxide dan red fuming nitric acid.
2.4.3.6 Erosion
Corrosion
Oksida
titanum mempunyai nilai kekerasan yang tinggi dan tahan terhadap korosi erosi
dibandingkan dengan logam jenis lain yang umum digunakan pada heat exchanger. Laju aliran hingga 30
m/s masih bisa diaplikasikan tanpa mengalami permasalahan akibat turbulensi atau kavitasi.
2.5 Impact
Material Asing
Terdapat beberapa tube
yang sudah di plug bisa menyebabkan tube tersebut bergoyang ketika dilewati steam karena berkurangnya gaya gravitasi
akibat tidak terisi fluida air laut. Steam
mengalir secara turbulensi ke segala
arah dan dengan tekanan steam yang
cukup tinggi disertai periodic
kejadian yang terus-menerus di tempat yang sama menyebabkan tube kehilangan kekakuan-nya dan
menyebabkan patah. Patahan tube
diantara support yang terlewati turbulensi steam akan membentur ke
segala arah dan menyebabkan tube lain
berlubang seperti ditunjukkan di Gambar 5.
Gambar 5. Sampel Profil Kebocoran Tube Condenser |
Berdasarkan Gambar 5 tersebut bisa dilihat untuk
lubang yang berbentuk memanjang bisa disebabkan karena benda asing yang
melewati dari dalam tube dengan flow yangcukup tinggi sedangkan lubang
yang kecil melebar lebih dimungkinkan karena benturan benda asing dari luar tube.
Kutip Artikel ini sebagai Referensi (Citation):
Feriyanto, Y.E. (2018). Analisa Kebocoran Tube Condenser yang Menggunakan Cooling Water Tipe Air Laut, Best Practice Experience in Power Plant. www.caesarvery.com. Surabaya
Referensi:
[1] Feriyanto, Y.E. (2018). Kajian Enjiniring RCFA Kebocoran Tube Condenser pada Pembangkit Listrik. Surabaya
Ingin Konsultasi dengan Tim Expert Website, Silakan Hubungi KLIK
Previous
« Prev Post
« Prev Post
Next
Next Post »
Next Post »
2 comments
Rekomendasi Alat untuk mengecek kebocoran pada tube condesor apa ya Pak ?
terima kasih
untuk cek kebocoran tube bisa pakai metode vakum, perendaman, accoustic test, helium leak test..sedangkan untuk mapping wall loss thickness bisa pakai eddy curent testing (ECT)