Uji Pengaruh Proses
dan Kondisi Operasi pada Koagulan-Flokulan di Sedimentation Pond Pembangkit
Listrik Tenaga Uap (PLTU)
Yuni Eko Feriyanto
YE_Feriyanto@yahoo.com; YE.Feriyanto@gmail.com
Thesis Magister Manajemen Teknologi Industri, ITS-Surabaya
Abstrak. Serangkaian
proses pengolahan air di PLTU meliputi beberapa sistem yaitu pre-treatment, desalination dan demineralization. Pada tahap pre-treatment water system terdapat
proses pengendapan lumpur yang dibantu dengan zat kimia koagulan-flokulan dan
prosesnya dikenal dengan istilah koagulasi-flokulasi.
Terdapat beberapa masalah di pengolahan air PLTU yaitu sering tersumbatnya membrane RO. Penyumbatan tersebut menyebabkan
seringnya chemical cleaning membrane
dan jika terjadi terus-menerus maka degradasi
membrane tidak dapat dihindarkan dan
menyebabkan kejebolan sehingga harus dilakukan penggantian. Akar penyebab masalah
setelah diteliti lebih lanjut adalah banyaknya suspended solid/lumpur yang terikut sehingga bisa dipastikan kinerja
sedimentation pond dalam mengendapkan
lumpur belum optimal. Teknik jar test dilakukan untuk simulasi scale-down proses dan kondisi operasi koagulasi-flokulasi dengan menggunakan beberapa variabel seperti %dosis
(D), residence time (R) dan agitator speed (A). Parameter terukur
yang umum dilakukan di PLTU untuk mengukur keefektifan kinerja sedimentation pond adalah turbidity dan TSS. Hasil ar test berupa data kombinasi variabel alternatif yang diukur parameter sebelum dan
sesudah penambahan koagulan-flokulan kemudian
hasil tersebut dilakukan pengolahan data dan seleksi alternatif. Hasil seleksi dilakukan
perangkingan dan didapatkan variabel alternatif dengan urutan rangking-1 yaitu D40R20A80
kemudian rangking-2 yaitu D60R30A80. Berdasarkan
hasil tersebut didapatkan data bahwa variabel yang berpengaruh signifikan
adalah kondisi operasi dibandingkan proses reaksi sehingga usulan yang tepat untuk
permasalahan pengendapan lumpur di PLTU Kepulauan Bangka Belitung adalah evaluasi
titik injeksi koagulan-flokulan,
evaluasi sekat underflow-upper flow dan
jika tidak bisa dilakukan maka cukup dilakukan penambahan filter kassa pada outlet
lamella filter. Ketika proses sedimentasi
sudah optimal maka akan sangat berpengaruh terhadap kinerja membrane RO sehingga berdampak pada
penurunan biaya pokok produksi dan kehandalan unit PLTU.
1. Pendahuluan
Sedimentation pond didesain agar secara
alami fluida yang mengandung lumpur /suspended solid terendapkan secara alami
dengan bantuan gaya gravitasi. Proses pengendapan di sedimentation pond sering ditemui kurang optimal yang ditandai
dengan masih tingginya parameter kekeruhan (turbidity)
dan Total Dissolved Solid (TSS). Ketika
sedimentation pond secara physical-mechanical belum mampu
menurunkan lumpur maka teknik lain yang disarankan adalah dengan menambahkan bantuan
chemical yaitu koagulan-flokulan, dimana koagulan
berfungsi mengikat ion-ion di fluida
agar mengumpul membentuk butiran lumpur halus (floc) sehingga massa meningkat dan terendapkan secara alami karena
gaya gravitasi (Engelhardt, 2014). Ketika penambahan koagulan belum mampu menurunkan lumpur secara signifikan maka
ditambahkan flokulan yang berfungsi menambah massa
floc (butiran-butiran halus lumpur) (Blake, 1975).
Menurut
Culp (1974), partikel koloid
mempunyai ukuran yang sangat kecil yaitu antara 1 milimikron sampai 1 mikron
serta memiliki sifat muatan listrik negatif sejenis sehingga membentuk suatu keadaan
stabil yang saling tolak-menolak satu sama lain. Kondisi seperti itu
menyebabkan antara partikel terjadi ikatan tolak-menolak sehingga sulit dalam
penggabungan partikel untuk membentuk floc.
Penambahan elektrolit muatan positif
yang berasal dari zat koagulan
diperlukan untuk stabilisasi sistem koloid sehingga terjadi gaya tarik-menarik
dan massa menjadi lebih besar
akhirnya secara gravitasi mengendap di dasar sedimentation pond.
Boughou
et al. (2016) menggunakan parameter TSS,
temperatur, pH, turbidity, conductivity, BOD dan
COD untuk mengukur keefektifan
penggunaan koagulan FeCl3
yang digunakan pada sampel air limbah pemukiman. Daud et al. (2015) menggunakan
parameter COD, TSS, warna, minyak dan
pH untuk mengukur keefektifan koagulasi-flokulasi pada limbah biodiesel. Beltran et al. (2009)
menggunakan parameter COD, turbidity, pH,
conductivity, warna, TSS dan biaya untuk mengukur kualitas air limbah
sesudah dilakukan penambahan beberapa jenis koagulan.
Berdasarkan
pada beberapa penelitian terdahulu dan sesuai dengan yang dilakukan di unit Pembangkit
Listrik Tehaga Uap (PLTU) maka parameter yang digunakan untuk evaluasi sedimentation pond adalah turbidity dan TSS. Penelitian ini mengambil objek pengolahan air umpan di PLTU
Kepulauan Bangka-Belitung dengan umpan yang berasal dari air laut. Berikut
disajikan data pengukuran kualitas air umpan sebelum masuk ke sedimentation pond.
Berdasarkan Tabel 1 didapatkan data bahwa
baik musim kemarau dan hujan nilai turbidity
dan TSS diatas standar dengan nilai
normalnya adalah turbidity <5 NTU
dan TSS <10 mg/L. Sedimentation pond masih membutuhkan
bantuan chemical yaitu koagulan-flokulan untuk membantu
pengendapan dan sudah menjadi kebiasaan operasional di PLTU ketika kualitas air
outlet sedimentation pond masih
tinggi maka langkah awal yang dilakukan adalah menambah dosis koagulan-flokulan. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan Daud et al. (2015) dinyatakan bahwa dosis yang
terlalu rendah atau terlalu tinggi akan menurunkan kinerja koagulasi-flokulasi dan membutuhkan dosis yang optimum untuk
penggunaan yang efektif yaitu ditandai dengan tidak bertambahnya efisiensi
secara signifikan ketika penambahan dosis. Pernyataan tersebut selaras dengan
kondisi yang terjadi di sedimentation
pond yaitu ketika injeksi koagulan-flokulan
berlebih maka akan timbul hamburan lumpur seperti lapisan film yang
melayang-layang berwarna keputihan. Berdasarkan hal tersebut, pada penelitian
ini dilakukan uji jar test dengan
beberapa variabel sehingga bisa diperoleh yaitu: (i) efek pengaruh proses seperti pemberian dosis; dan (ii) efek kondisi operasi seperti residence time dan agitator velocity pada keoptimalan koagulasi-flokulasi.
Struktur pembiayaan operasional PLTU ada
dua yaitu: (1) biaya operasi
meliputi: pengolahan air dan pengelolaan uap; (2) biaya pemeliharaan meliputi: corrective
maintenance, predictive maintenance
dan preventive maintenance. Obyek
penelitian ini ada pada struktur biaya operasi yaitu biaya pengolahan air
dengan breakdown-nya seperti: penggantian
membrane RO, konsumsi chemical cleaning membrane RO, dan konsumsi koagulan-flokulan. Tingginya biaya operasional berdampak pada
peningkatan biaya pokok produksi sehingga harus segera dilakukan tindakan
penanganan masalah yang menjadi penyebab utama.
History
kejadian di PLTU Kepulauan Bangka-Belitung adalah sering terjadi penyumbatan membrane RO sehingga periode chemical cleaning menjadi lebih
pendek dan mengharuskan banyak membrane
RO untuk dilakukan penggantian. Kejadian seperti itu jika terjadi
berulang-ulang dalam waktu yang relatif berdekatan maka apabila terjadi
gangguan pada satu peralatan maka berdampak pada peralatan lain karena sistem kerja
peralatan Water Treatment Plant (WTP) adalah seri. Dampak yang bisa
ditimbulkan adalah menurunnya kehandalan WTP
system sehingga stok air turun dan
defisit air untuk produksi unit PLTU. Kejadian seperti itu mengharuskan unit
PLTU membeli air dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). History kejadian
seperti itu akan menaikkan nilai biaya pokok produksi bahkan berakibat pada
menurunnya kehandalan unit PLTU.
Koagulasi-flokulasi
bekerja efektif didukung oleh dosis yang optimal serta proses dan operasi yang
tepat seperti %dosis, waktu tinggal dan putaran pengadukan [Boughou et al.,
2016]. Untuk mengetahui keefektifan koagulasi-flokulasi
maka digunakan beberapa parameter kualitas air seperti turbidity, conductivity, pH, TSS dan TDS [Boughou et al., 2016; Beltran et al., 2009; Daud et al., 2015].
Koagulasi-flokulasi efektif ditunjang
dengan kondisi operasi yang optimal sehingga untuk mendapatkan data tersebut
digunakan percobaan jar test yaitu
percobaan skala laboratorium scale down
kondisi operasi existing menggunakan
beberapa variabel. Penelitian terdahulu Daud et al. (2015) tentang koagulasi-flokulasi juga menggunakan
variabel proses dan operasi sesuai standar yaitu %dosis, waktu tinggal dan
putaran pengaduk.
Percobaan jar test pada penelitian ini menggunakan variabel yaitu %dosis,
waktu tinggal dan putaran pengaduk dengan parameter yang diuji adalah turbidity dan TSS untuk kondisi sebelum dan sesudah penambahan koagulan-flokulan. Hasil jar test berupa kombinasi variabel
proses dan operasi koagulan-flokulan dilakukan
pengolahan data dengan menyetarakan satuan yaitu persentase (%) kenaikan atau
penurunan kualitas air kemudian hasilnya dilakukan seleksi dan rangking
prioritas untuk dipilih dan digunakan untuk melakukan evaluasi sedimentation pond system.
2. Metode
Penelitian
2.1 Alat
dan Bahan
Alat yang digunakan untuk percobaan ini
adalah: (i) jar test kit merk VELP JLT6; (ii)
beaker glass; (iii) botol sampel jenis plastik; (iv) analytic pipet 10-100
µL volume merk M100; (v) digital
TSS meter merk HACH DR 6000; (vi)
neraca analytic merk KERN ABS 220-4;
(vii) digital turbidity meter merk HACH 2100Q dan ORION AQ3010.
Bahan yang digunakan adalah: (i) air laut kondisi pasang dan hujan; (ii) air demineralization; (iii) koagulan tipe alumunium
hydroxychloride; dan (iv) flokulan tipe polyacrylamide(PAM)-anionic.
2.2 Tahapan Jar Test
Jar test pada penelitian ini
menggunakan 6 paddle motor dengan beaker glass 1 liter dengan prosedur
percobaan sebagai berikut: (i) menempatkan
air laut di beaker glass kemudian mengukur
parameter kualitas air sebelum perlakuan koagulasi-flokulasi;
(ii) mengatur putaran pengaduk pada
150 rpm disertai penambahan koagulan (dosis-D)
dan mereaksikan selama 0,5 menit; (iii)
menurunkan putaran pengaduk (agiitator
velocity-A) sesuai variabel yaitu 40/60/80 rpm disertai penambahan flokulan dengan waktu tinggal (residence
time-R) pengikatan suspended solid
sesuai variabel yaitu 10/20/30/40 menit; (iv)
akhir percobaan melakukan pengukuran kualitas air dengan cara mengambil air
sampel ±2 cm dari permukaan air; (v)
mengukur kualitas air menggunakan parameter kualitas air yang telah ditentukan sehingga
diperoleh data kualitas air sesudah perlakuan koagulasi-flokulasi.
3. Hasil dan
Pembahasan
3.1 Hasil Percobaan
Jar test yang telah
dilakukan didapatkan data sebanyak 48 variabel alternatif yang masing-masing
diukur data sebelum dan sesudah perlakukan penambahan koagulan-flokulan.
Tabel
2. Hasil Percobaan Jar Test
|
|
*Note:
“A” adalah data sebelum treatment dan
“B” adalah data sesudah treatment
3.2 Pengolahan Data
Berdasarkan data hasil jar test sebanyak 48 buah kemudian
dilakukan pengolahan data berupa penyetaraan satuan sehingga bisa digunakan
untuk membandingkan kinerja 2 parameter tersebut dalam meningkatkan kualitas
air.
Hasil perhitungan
seperti ditampilkan di Tabel 3 dibawah ini:
Tabel 3. Hasil
Pengolahan Data Hasil Jar Test
|
|
3.3
Seleksi
Variabel Alternatif dan Rangking Prioritas
Tahap seleksi variabel alternatif ini
ditujukan untuk mengetahui variabel yang berpengaruh signifikan terhadap
peningkatan kualitas air. Terdapar 2 parameter untuk mengukur kualitas air dan
diputuskan prioritas parameter yang memiliki pengaruh besar di WTP system dengan urutan yaitu: (i) turbidity;
dan (ii) TSS. Pemilihan ini juga didasarkan
pada best practice yang didapatkan di
lapangan karena berhubungan langsung dengan indikator
online analyzer. Hasil data kemudian diurutkan sesuai rangking prioritas
seperti yang ditampilkan di Tabel 4.
Tabel 4. Rangking Prioritas Alternatif
Terseleksi
No
|
Variabel Jar Test
|
%Kenaikan/Penurunan
Nilai Parameter
|
|
Turbidity (%)
|
TSS
(%)
|
||
1
|
D40R20A80
|
81,4
|
63,9
|
2
|
D60R30A80
|
80,4
|
62,9
|
3
|
D40R30A80
|
80,1
|
40,0
|
4
|
D80R10A60
|
76.2
|
53,1
|
5
|
D80R10A80
|
74.6
|
54,1
|
6
|
D40R30A40
|
72,7
|
60,0
|
7
|
D60R30A40
|
72,6
|
58,1
|
8
|
D40R40A40
|
70,7
|
56,1
|
3.4 Pembahasan
Hasil percobaan jar test
didapatkan data rangking prioritas sebagai berikut: (i) rangking-1
adalah D40R20A80 (dosis 40%,
residence time 20 menit dan agitator velocity 80 rpm), (ii)
rangking-2 adalah D60R30A80
(dosis 60%, residence time
30 menit dan agitator velocity 80
rpm). Berdasarkan hal tersebut diketahui bahwa variabel proses yaitu pemberian dosis koagulan-flokulan (D) kurang
berpengaruh signifikan dalam optimalnya proses koagulasi-flokulasi. Variabel proses adalah reaksi kimia koagulan dengan ion-ion pada suspended solid sedangkan flokulan adalah reaksi penggabungan inti
floc yang sudah terbentuk dari hasil
pengikatan oleh koagulan kemudian
menjadi lebih besar dan bisa terendapkan secara alami karena pengaruh gaya
gravitasi. Sedangkan untuk variabel kondisi operasi memiliki pengaruh
signifikan terhadap koagulasi-flokulasi
yaitu residence time (R) dan velocity agitator (V). Residence time memberikan waktu yang
cukup untuk butiran-butiran floc mengumpul
dan semakin berat sedangkan agitator
velocity mendukung agar floc yang
sudah mengumpul dan semakin berat tidak pecah kembali sehingga pengendapan akan
lebih optimal.Di PLTU Kepulauan Bangka-Belitung, sedimentation
pond terbagi menjadi 3 kolam yaitu: (i) kolam underflow-upperflow; (ii) kolam lamella filter (lembaran-lembaran
filter berlubang mirip sarang lebah);
dan (iii) kolam pendiaman atau penampungan akhir. Kejadian yang masih
sering dijumpai adalah banyaknya hamburan lumpur mirip lapisan film tipis di
kolam. Hasil identifikasi didapatkan informasi bahwa hamburan tersebut adalah floc yang sudah mulai terbentuk dan
pecah karena turbulensi aliran yang
terlalu besar. Kuantitas hamburan
tersebut sebanding dengan penambahan penambahan dosis flokulan sehingga hal ini mendukung hasil jar test bahwa penambahan dosis kurang berpengaruh signifikan
terhadap koagulasi-flokulasi karena
bisa membuat suspended solid
meningkat.Hasil percobaan jar test
didapatkan data bahwa penggunaan dosis koagulan-flokulan
bisa diturunkan 40% sampai 60% dengan syarat kondisi operasi seperti residence time tercapai pada 20-30 menit
dan agitator velocity 80 rpm (profil
aliran laminer). Hasil ini bisa
digunakan untuk memberikan masukan terhadap operasioanal unit di PLTU Kepulauan
Bangka Belitung pada operasional di sedimentation
pond dengan urutan evaluasi sebagai beriku: (i) evaluasi letak
injeksi koagulan-flokulan yang ideal
yaitu tapping koagulan ditempatkan di
perpipaan inlet sebelum masuk sedimentation pond dengan syarat aliran turbulen (umumnya ditambahkan static mixer yaitu pipa yang diberi baffle agar aliran umpan teraduk dengan koagulan) sedangkan flokulan ditempatkan di kolam awal sedimentation pond dengan syarat aliran laminer; (ii) evaluasi sedimentation
pond meliputi: penghitungan residence
time air umpan dan jika didapatkan kurang dari 20-30 menit maka melakukan re-engineering atau redesign atau modifikasi berupa penambahan jumlah sekat underflow-upperflow; (iii) jika
poin (ii) tidak bisa dilakukan maka ditambahkan filter kassa pada bagian outlet
lamella yang berfungsi sebagai filter
tambahan agar lapisan film atau hamburan lumpur tidak sampai ke bak penampungan
akhir.
4.
Kesimpulan
Penulis di
penelitian ini menyimpulkan bahwa proses koagulasi-flokulasi
dipengaruhi oleh kondisi operasi seperti residence
time dan agitator velocity
sedangkan untuk pengaruh proses seperti %dosis kurang berpengaruh signifikan.
Hasil seleksi variabel alternatif dan dilakukan rangking prioritas didapatkan data
sebagai berikut: (i) rangking-1 adalah D40R20V80
dengan definisi yaitu penurunan dosis 40%, residence
time 20 menit dan agitator velocity
80 rpm; dan (ii) rangking-2 adalah D60R30V80 dengan definisi yaitu dosis 60%,
residence time 30 menit dan agitator velocity 80 rpm.
Rekomendasi yang disarankan berdasarkan data hasil rangking
prioritas untuk operasional di sedimentation
pond PLTU Kepulauan Bangka-Belitung secara berurutan sebagai berikut: (i) evaluasi letak tapping injeksi koagulan-flokulan;
(ii) evaluasi desain sedimentation pond; dan (iii) jika poin (ii) tidak bisa
dilakukan maka cukup menambahkan tambahan filter
kassa di outlet lamella.
Silakan Downloading International Proceeding Journal Open Acces di: https://doi.org/10.1088/1757-899X/1096/1/012102
References
- Boughou, N., Majdy, I., Cherkaoul, E., Khamar, M., dan Nounah, A. The Physico-Chemical Treatment by Coagulation-Flocculation Releases ofSlaughterhouse Wastewater in the City of Rabat (Morocco). Journal of CODEN (USA) : PCHHAX, 8(19), 93-99 (2016).
- Daud, Z., Awang, H., Latif, A., Nasir, N., Ridzuan dan M., dan Ahmad, Z. SuspendedSolid, Color, COD and Oil and Grease Removal from Biodiesel Wastewater byCoagulation and Flocculation Processes. Proceeding of The World Conference on Technology, Innovation and Entrepreneurship, Procedia Social and Behavioral Sciences, 195, 2407-2411 (2015).
- Engelhardt, T. (2014). Coagulation, Flocculation and Clarification of Drinking Water. HACHCompany.
- Blake, W., dan Edward, S. (1975). The Effect of Alum Concentration and Chemical Addition on Coagulation. American Water Works Association, Vol. 77, Issue 4, pp. 138-146.
- Culp, Gordon, L., dan Russel, C. (1974). New Concept in Water Purification.Van Nostrand Reinhold Company.
- Beltran, P., Roca, J., Pia, A. Melon, M., dan Ruiz, E. (2009). Application of MulticriteriaDecision Analysis to Jar Test Result for Chemicals Selection in thePhysical-Chemical Treatment of Textile Wastewater. Hazardous Materials, Vol. 164, pp. 288-295.
Previous
« Prev Post
« Prev Post
Next
Next Post »
Next Post »