Aplikasi
Multi Criteria Decision Analysis Untuk Pemilihan Proses dan Operasi Koagulasi
Flokulasi Terbaik di Pre-Treatment Water System Pembangkit Listrik Tenaga Uap
(PLTU)
Yuni Eko Feriyanto 1,*, Udisubakti Ciptomulyono 1, dan Endah Angreni 1
1PascaSarjana Magister Bisnis
dan Manajemen Teknologi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya,
Indonesia
Abstract. Water Treatment Plant
(WTP) adalah salah satu tahapan sistem di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)
dan meliputi serangkaian proses sub-sistem seperti screening, pre-treatment water, desalination dan demineralization. Pada tahap pre-treatment water system terdapat
proses pengendapan lumpur yang dibantu dengan zat kimia koagulan dan koagulan aid.
Permasalahan yang umum terjadi di pengolahan air PLTU adalah dosis yang
digunakan cukup besar untuk musim hujan dan kondisi air laut pasang namun
kualitas air yang dihasilkan belum memenuhi standar PLTU. Teknik jar test dilakukan menggunakan variabel proses dan operasi yang mempengaruhi kinerja koagulan-koagulan aid seperti dosis
injeksi, waktu tinggal dan putaran pengaduk. Setiap percobaan diukur kualitas
air nya menggunakan kriteria seperti turbidity,
conductivity, pH, total suspended solid (TSS) dan total dissolved solid (TDS). Sistem keputusan pemilihan alternatif
terbaik multikriteria yang diusulkan adalah pendekatan metode Analytic Hyrarchy Process (AHP) dan perpaduan
AHP-Technique for Order
Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS). Kedua metode dilakukan analisa perbandingan dengan
analisa sensitivitas dan metode keputusan yang berbeda kemudian dilakukan
pembahasan terhadap hasil yang didapatkan. Kesimpulan yang didapatkan
adalah alternatif ke-1 untuk D60W30P80 dan alternatif ke-2 untuk D40W20P80.
1. Pendahuluan
Physical-chemical
treatment
di bak pengendapan pengolahan air adalah perlakuan pengurangan kadar lumpur
yang terbawa air umpan dan terkenal dengan istilah sistem koagulasi-flokulasi. Penelitian ini mengambil subjek pengolahan air
umpan di PLTU yang berasal dari air laut. Sesuai Tabel 1 bahwa kualitas air
laut yang masuk ke pengolahan air PLTU berubah-ubah tergantung musim dan
pasang-surut air laut.
Tabel
1. Kualitas Air Umpan di Dua Musim Berbeda
Parameter
|
Satuan
|
Nilai
Ukur
|
|
Musim
Hujan
|
Musim
Kemarau
|
||
Turbidity
|
NTU
|
30 - 40
|
6,6 – 8,5
|
Conductivity
|
µS/cm
|
± 47.000
|
± 47.000
|
pH
|
value
|
± 8
|
± 8
|
TSS
|
mg/L
|
± 30
|
± 20
|
Permasalahan yang umum ditemui di
sistem pengolahan air PLTU adalah kebutuhan dosis saat musim hujan dan air laut
pasang cukup tinggi dibandingkan musim kemarau namun kualitas air keluaran sistem
koagulasi-flokulasi masih belum
memenuhi standar sehingga diperlukan suatu kajian mendalam untuk menganalisa penyebab
dari fenomena tersebut.
Tabel
2. Perbandingan Kualitas Air Riil di Musim Hujan dengan Standar PLTU
Satuan
|
Nilai
Ukur
|
||
Riil
|
Standar
|
||
Turbidity
|
NTU
|
8,43
|
<5
|
Conductivity
|
μS/cm
|
48.700
|
<48.900
|
pH
|
Nilai
|
7,497
|
7-8
|
TSS
|
mg/L
|
10
|
<10
|
TDS
|
g/L
|
24,2
|
<24,2
|
Physical-chemical
treatment bekerja efektif didukung oleh dosis yang optimal serta proses dan
operasi yang tepat seperti %dosis, waktu tinggal dan putaran pengadukan
(Boughou et al., 2016).
Untuk mengetahui keefektifan koagulasi-flokulasi maka digunakan
beberapa parameter kualitas air seperti turbidity,
conductivity, pH, TSS dan TDS.
Penelitian Beltran et al. (2009) menggunakan beberapa parameter kualitas air
untuk mencari tipe koagulan-koagulan aid
yang tepat menggunakan analisa sistem keputusan multikriteria.
Jar
test digunakan dalam penelitian untuk percobaan skala laboratorium dengan
permasalahan diambil sedemikian rupa sama dengan kondisi sebenarnya di
lapangan. Prinsip jar test adalah
melakukan percobaan berulang dengan berbagai variabel sehingga didapatkan
informasi pilihan variabel yang tepat berdasarkan dampak yang dihasilkan dan
terukur. Penelitian untuk koagulasi-flokulasi
sesuai standar yaitu menggunakan variabel proses dan operasi seperti %dosis,
waktu tinggal dan putaran pengaduk pernah dilakukan oleh Daud et al. (2015).
Pemilihan alternatif terbaik sulit
dilakukan, karena dalam sistem pengambilan keputusan bukan selalu memilih yang
benar tetapi yang diperlukan adalah memastikan hasil keputusan yang dicapai
melalui serangkaian aktifitas yang menganalisis alternatif solusi keputusan,
parameter serta kendala yang ada dan kemudian memilih “terbaik” (Ciptomulyono,
2010).
Pemilihan kombinasi terbaik koagulasi-flokulasi yang melibatkan
pengukuran dengan banyak kriteria sering menemui situasi yang bertentangan (conflicting) seperti kasus untuk pilihan
alternatif kemungkinan diterima dalam penurunan turbidity dan TSS namun
disisi lain ditolak karena berdampak menaikkan conductivity maupun TDS.
Pada situasi seperti itu,
diperlukan suatu pembobotan kriteria berdasarkan tingkat relatif kepentingan
sehingga alternatif keputusan yang ditetapkan dapat memberikan kepuasan bagi
pengambil keputusan sesuai dengan tingkat aspirasi yang diinginkan dan percaya
pada proses tersebut (Ciptomulyono, 2010).
Pada penelitian ini, multicriteria decision analysis (MCDA)
diusulkan sebagai alat bantu untuk menentukan kombinasi terbaik proses dan
operasi koagulasi-flokulasi. Sesuai
struktur permasalahan yang terdapat di penelitian ini, ada atau tidaknya
batasan objektif serta tujuan yang ingin dicapai maka diusulkan pendekatan
metode AHP dan perpaduan metode AHP-TOPSIS untuk penentuan rangking prioritas.
AHP adalah suatu teori pengukuran dengan perbandingan berpasangan dan
didasarkan pada keputusan para ahli untuk menyusun skala prioritas (Saaty,
2008). Metode TOPSIS dikemukakan oleh Hwang dan
Yoon tahun 1981 yang digunakan untuk menentukan solusi ideal positif dan solusi
ideal negatif dengan pemilihan alternatif terbaiknya adalah data yang memiliki
jarak terpendek dari solusi ideal positif dan jarak terjauh dari solusi ideal
negatif. Penggunaan metode ini, sudah
banyak diterapkan oleh para peneliti seperti AHP oleh Beltran (2014) dan
AHP-TOPSIS oleh Armon (2016).
2. Metode Penelitian
2.1 Alat
dan Bahan
Alat yang digunakan untuk percobaan ini
adalah jar test kit dari VELP JLT6, beaker glass, botol sampel jenis
plastik, analytic pipet 10-100 µL volume dari M100, digital
TSS meter dari HACH DR 6000, neraca
analytic dari KERN ABS 220-4, digital TDS
meter dan pH meter dari LAQUA
HORIBA, digital conductivity meter
dari METTLER TOLEDO, digital turbidity
meter dari HACH 2100Q dan ORION AQ3010.
Bahan yang digunakan adalah air laut, air
demineralization, koagulan tipe alumunium hydroxychloride dan koagulan aid tipe polyacrylamide anionic (PAM).
2.2 Jar Test
Percobaan
jar test ini menggunakan 6 paddle motor dengan beaker glass 1 liter. Variabel proses dan operasi yang digunakan
adalah %dosis (D), waktu tinggal (W) dan putaran pengaduk (P). Prosedur
percobaannya adalah (i) menempatkan
air laut di beaker glass kemudian mengukur
parameter kualitas air sebelum perlakuan koagulasi-flokulasi,
(ii) mengatur putaran pengaduk pada
150 rpm disertai pembubuhan koagulan
dan mereaksikan selama 0,5 menit, (iii)
menurunkan putaran pengaduk sesuai variabel yaitu 40/60/80 rpm disertai
pembubuhan koagulan aid dengan waktu
tinggal pengikatan suspended solid
sesuai variabel yaitu 10/20/30/40 menit, (iv)
akhir percobaan mendiamkan sampel selama ±5 menit dan melakukan pengukuran
kualitas air dengan cara mengambil air sampel ±2 cm dari permukaan air, (v) mengukur kualitas air menggunakan variabel
kriteria seperti turbidity, conductivity,
pH, TSS dan TDS sehingga
diperoleh data kualitas air sesudah perlakuan koagulasi-flokulasi.
2.3 Identifikasi Data
Data
hasil jar test mendapatkan alternatif
sebanyak 48 buah dengan setiap alternatif menghasilkan data kualitas air dengan
satuan yang berbeda-beda sesuai pengukuran variabel kriteria. Sistem satuan
yang berbeda-beda ini jika digunakan untuk menentukan alternatif terbaik akan
sulit dilakukan karena jarak prosentase kriteria satu dengan yang lain
berbeda-beda.
Penyelesaian
permasalahan tersebut yaitu dengan melakukan tahap pengolahan data awal yaitu
melakukan penyetaraan satuan menggunakan sistem %kenaikan/penurunan nilai
kualitas air dengan formulasinya yaitu mengurangkan
antara nilai sebelum dengan sesudah treatment
kemudian membagi dengan nilai sebelum treatment.
Perhitungan %kenaikan/penurunan nilai kualitas air dilakukan untuk data riil di lapangan yang mempresentasikan
dosis 100% dan data hasil jar test
untuk dosis sesuai variabel.
3.
Hasil
Penelitian
3.1 Pembobotan Kriteria
Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini adalah
parameter ukur kualitas air. Kriteria yang dipilih ini didasarkan pada standar
manual book PLTU dan penelitian yang telah dilakukan peneliti terdahulu seperti
Beltran et al. (2009), Boughou et al. (2016) dan Daud, et al (2015). Pembobotan
kriteria diusulkan menggunakan pendekatan metode AHP dengan pengambil keputusan
oleh expert judgement sesuai
kualifikasi yang telah ditentukan. Sistem pemberian nilai pairwise skala Saaty 1-9 dan dilanjutkan perhitungan menggunakan bantuan
software expert choice v11 dan hasil
disajikan di Gambar 1.
Gambar
1. Nilai Bobot Kriteria oleh Expert Judgment Menggunakan Software Expert Choice v1
Berdasarkan
penilaian expert, kriteria turbidity memiliki rangking prioritas
kemudian diikuti TSS sedangkan kriteria
lain seperti conductivity, TDS dan pH diputuskan kurang begitu mempengaruhi kualitas air.
3.2 Seleksi Alternatif Keputusan
Berdasarkan data yang didapatkan dari
pengolahan data awal yaitu penyeteraan satuan kemudian dilanjutkan pengolahan
data akhir yaitu melakukan seleksi alternatif keputusan. Sistem seleksi
menggunakan 2 persyaratan yaitu (1) membandingkan
%kenaikan/penurunan nilai turbidity
sebagai kriteria prioritas dengan data riil
di lapangan dan (2) membuang data dengan nilai kriteria yang
berdampak menurunkan kualitas air. Tabel 3 disajikan data hasil seleksi
alternatif keputusan.
Tabel 3. Data Hasil Seleksi Alternatif
Keputusan
Alt No.
|
Simbol
Alternatif
|
%Kenaikan/Penurunan Parameter Operasi(*)
|
||||
Turbidity
|
Conductivity
|
pH
|
TSS
|
TDS
|
||
Alt 1
|
D40W10P60
|
67,1
|
0,63
|
1,50
|
39,4
|
0,42
|
Alt 2
|
D40W20P80
|
81,4
|
0,21
|
0,45
|
63,9
|
0,42
|
Alt 3
|
D40W30P40
|
72,7
|
0,21
|
1,05
|
60,0
|
0,42
|
Alt 4
|
D40W30P80
|
80,1
|
0,42
|
1,00
|
40,0
|
0,42
|
Alt 5
|
D40W40P40
|
70,7
|
0,00
|
1,57
|
56,1
|
0,00
|
Alt 6
|
D40W40P80
|
76,7
|
0,21
|
1,47
|
30,0
|
0,42
|
Alt 7
|
D60W10P60
|
76,1
|
0,42
|
1,24
|
40,6
|
0,42
|
Alt 8
|
D60W10P80
|
71,5
|
0,21
|
0,38
|
34,4
|
0,42
|
Alt 9
|
D60W20P60
|
67,6
|
0,00
|
0,19
|
29,0
|
0,00
|
Alt 10
|
D60W20P80
|
82,9
|
0,21
|
0,14
|
43,8
|
0,42
|
Alt 11
|
D60W30P80
|
80,4
|
0,84
|
0,97
|
62,9
|
0,00
|
Alt 12
|
D80W10P60
|
76.2
|
0,00
|
0,71
|
53,1
|
0,00
|
Alt 13
|
D80W10P80
|
74.6
|
0,00
|
0,28
|
54,1
|
0,00
|
Alt 14
|
D80W20P80
|
69.9
|
0,21
|
0,25
|
45,0
|
0,42
|
Tabel 3 disajikan data terseleksi sesuai
ketentuan yang telah ditetapkan sehingga 14 buah alternatif ini adalah
alternatif dengan ketentuan hasil kualitas air yang lebih baik atau sama dengan
kualitas air riil di lapangan. Alternatif
ini yang akan digunakan sebagai bahan olahan data selanjutnya yaitu penentuan
rangking prioritas.
3.3 Penentuan Rangking Prioritas
3.3.1 Pendekatan Metode AHP
Metode
AHP yaitu teori pengukuran dengan perbandingan berpasangan dan didasarkan pada
keputusan para ahli untuk menyusun skala prioritas (Saaty, 2008). Dalam menyelesaikan masalah multikriteria,
metode AHP digunakan untuk memperoleh prioritas berdasarkan penilaian preferensi pembuat keputusan dengan
teknik perbandingan berpasangan (pairwise comparison) yang mewakili
kemampuan hakiki manusia untuk menyusun persepsinya secara bertingkat,
membandingkan sepasang solusi setara terhadap kriteria yang diberikan
(Ciptomulyono, 2008).
Metode
AHP menggunakan skala relatif kepentingan dengan skala Saaty 1-9 dan dilakukan
oleh expert judgment. Bentuk dari
perhitungan metode ini adalah matriks keputusan dan dalam perhitungan
konsistensi digunakan sistem consistency
ratio (CR) yang melibatkan komponen consistency
index (CI) dan random index (RI).
Perhitungan menggunakan persamaan (1, 2) yang telah ditetapkan Saaty (1994).
Metode AHP
secara umum banyak digunakan oleh peneliti terdahulu seperti pemilihan
teknologi optimal untuk merehabilitasi sistem pipa air (Aschilean et al.,
2017), aplikasi untuk memperkuat strategi pembangkit listrik tenaga air di
Nepal (Singh dan Nachtnebel, 2016). Metode AHP di makalah ini, diusulkan
digunakan untuk penentuan bobot kriteria (Beltran et al., 2009) dan penentuan
rangking prioritas untuk memilih proses dan operasi terbaik
koagulasi-flokulasi.
Tahapan awal data yang akan dihitung di
makalah ini adalah proses skoring
dengan acuan penilaian sesuai ketentuan yang telah ditetapkan oleh expert judgement dalam pengetahuannya di
sistem pengolahan air di PLTU. Data disajikan di Tabel 5.
Tabel 5. Matriks Alternatif Keputusan
Pendeketan Metode AHP
Alt No.
|
Simbol
Alternatif
|
Nilai Skoring
|
|||||||
Turbidity
0,433(a)
|
Conductivity
0,097(a)
|
pH
0,034(a)
|
TSS
0,353(a)
|
TDS
0,084(a)
|
|||||
Alt 1
|
D40W10P60
|
2
|
9
|
3
|
4
|
9
|
|||
Alt 2
|
D40W20P80
|
9
|
6
|
2
|
9
|
9
|
|||
Alt 3
|
D40W30P40
|
5
|
9
|
2
|
9
|
9
|
|||
Alt 4
|
D40W30P80
|
9
|
9
|
4
|
4
|
9
|
|||
Alt 5
|
D40W40P40
|
4
|
9
|
3
|
8
|
2
|
|||
Alt 6
|
D40W40P80
|
7
|
9
|
4
|
2
|
9
|
|||
Alt 7
|
D60W10P60
|
7
|
9
|
3
|
4
|
9
|
|||
Alt 8
|
D60W10P80
|
4
|
5
|
3
|
3
|
9
|
|||
Alt 9
|
D60W20P60
|
2
|
3
|
2
|
2
|
2
|
|||
Alt 10
|
D60W20P80
|
9
|
3
|
3
|
5
|
9
|
|||
Alt 11
|
D60W30P80
|
9
|
9
|
4
|
9
|
2
|
|||
Alt 12
|
D80W10P60
|
7
|
9
|
2
|
8
|
2
|
|||
Alt 13
|
D80W10P80
|
6
|
4
|
2
|
8
|
2
|
|||
Alt 14
|
D80W20P80
|
3
|
4
|
2
|
6
|
9
|
|||
(a) Bobot kriteria
Tabel
5 disajikan matriks alternatif keputusan dengan sistem skoring dan dari tabel tersebut dilakukan perhitungan untuk
menentukan rangking prioritas menggunakan bantuan software expert choice v11 sesuai hasil di Gambar 2.
Gambar 2.
Rangking Prioritas Pendekatan Metode AHP Menggunakan Software EC 11
3.3.2 Analisa Sensitivitas Metode AHP
Bobot kriteria memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap urutan rangking prioritas. Pengambil keputusan bisa
sewaktu-waktu mengubah ketetapan yang berpengaruh terhadap keputusan yang
diperoleh. Oleh karena itu, analisa sensitivas direkomendasikan untuk digunakan
dengan prinsip mengubah sedikit demi sedikit bobot kriteria dengan bantuan software expert choice v11 (EC 11)
sampai terjadi tingkat signifikan perubahan rangking prioritas yang dihasilkan
(Azimifard et al., 2018).
Analisa sensitivitas yang digunakan di
makalah ini yaitu perubahan bobot kriteria sebesar +10%, 20% dan -10% untuk
kriteria turbidity dan TSS sebagai rangking teratas. Untuk
sensitivitas terhadap turbidity sebesar +10%, 20% dan -10% rangking 1 sampai 3 dari standar metode AHP
tidak merubah urutan prioritas. Sedangkan untuk sensitivitas terhadap TSS
sebesar +10% alternatif yang tidak berubah pada rangking 1 sampai 5, untuk TSS
+20% alternatif yang tidak berubah pada rangking 1 sampai 2 dan TSS -10%
alternatif yang tidak berubah pada rangking 1 sampai 3.
Berdasarkan analisa sensitivitas untuk
perubahan bobot kriteria tersebut jika dilihat secara global maka alternatif
yang diusulkan untuk dipilih dengan pendekatan metode AHP adalah alternatif
ke-1 untuk D60W30P80
dan alternatif ke-2 untuk D40W20P80.
3.3.3 Pendekatan Perpaduan Metode AHP-TOPSIS dan Analisa
Sensitivitas
AHP adalah metode yang umum dan banyak digunakan oleh
peneliti dalam menyelesaikan permasalahan multikriteria. Di beberapa kasus
penyelesaian permasalahan, AHP dikombinasikan dengan tipe MCDA yang lain salah
satunya TOPSIS (Tailan et al., 2014).
Meskipun TOPSIS menggunakan konsep metode populer dan
sederhana, itu sering mendapat masukan karena ketidakmampuannya dalam
memberikan ruang untuk suatu ketidakpastian dan persepsi bagi pengambil
keputusan (Krohling dan Campanharo, 2011).
Untuk mengatasi kekurangan tersebut, maka digunakan
perpaduan metode AHP-TOPSIS dengan prinsip masih menggunakan persepsi expert judgment dalam penilaian
ketidakpastian kriteria. Penelitian terdahulu untuk metode ini seperti seleksi
proyek pengembangan untuk ladang minyak (Morteza, 2010), pemilihan ketahanan
negara penyedia untuk industri besi baja (Azimifard et al., 2018).
TOPSIS dikemukakan oleh Hwang dan Yoon (1981) yang
digunakan untuk menentukan solusi ideal positif (Ai+) dan
solusi ideal negatif (Ai-). Pemilihan alternatif terbaik
adalah data yang memiliki jarak terpendek dari solusi ideal positif dan jarak
terjauh dari solusi ideal negatif (Dagdeviren et al., 2009). Berikut
langkah-langkahnya (Chang et al., 2015).
Langkah 1. Menyusun matriks keputusan yang sudah
dinormalkan
Langkah 2. Menyusun bobot matriks keputusan yang sudah
dinormalkan
Langkah 3. Menentukan
solusi ideal positif dan negatif
Langkah 4. Menghitung jarak Euclidean antara solusi
ideal positif dan negatif untuk setiap variabel
Langkah
5. Menghitung relative closeness terhadap solusi ideal positif untuk setiap
alernatif
Langkah 6. Memilih rangking prioritas dengan memilih
maksimum CCi+
Metode
TOPSIS untuk penentuan rangking prioritas ini digunakan untuk menyempurnakan
kekurangan sistem perangkingan metode AHP. Metode TOPSIS memperhatikan jarak
relatif antara solusi ideal positif dan negatif dari data yang dihitung sehingga
rangking alternatif yang diusulkan lebih representative
dibandingkan metode AHP. Metode ini menggunakan data asli hasil jar test dalam perhitungan untuk mencari
rangking prioritas.
Tabel 5. Rangking
Prioritas Menggunakan Pendekatan Metode AHP-TOPSIS
Rangking
Prioritas
|
Variabel
Alternatif
|
Nilai CCi+
|
1
|
D60W30P80
|
0,764
|
2
|
D40W20P80
|
0,622
|
3
|
D40W30P40
|
0,583
|
4
|
D40W10P60
|
0,514
|
5
|
D40W30P80
|
0,477
|
6
|
D60W10P60
|
0,473
|
7
|
D60W20P80
|
0,442
|
8
|
D40W40P40
|
0,433
|
9
|
D80W20P80
|
0,413
|
10
|
D80W10P80
|
0,410
|
11
|
D80W10P60
|
0,407
|
12
|
D40W40P80
|
0,320
|
13
|
D60W10P80
|
0,313
|
14
|
D60W20P60
|
0,009
|
Analisa sensitivitas yang digunakan
mengacu terhadap perubahan bobot kriteria metode AHP. Bobot kriteria analisa
sensitivitas yang didapatkan dari perubahan turbidity dan TSS sebesar 10%, 20%
dan -10%. Tabel 6 disajikan hasilnya.
Tabel 6. Perbandingan Urutan Rangking Prioritas
Standar AHP-TOPSIS dengan Tingkat Sensitivitas
Berdasarkan hasil standar pendekatan
perpaduan metode AHP-TOPSIS dan analisa sensitivitasnya, bisa diketahui bahwa
alternatif yang cenderung stabil rangkingnya adalah yaitu D60W30P80, D40W20P80
dan D40W10P60. Hasil ini jika dibandingkan
dengan pendekatan metode AHP maka sedikit lebih baik dalam penentuan rangking
prioritas yaitu merekomendasikan 3 rangking prioritas yang cukup stabil saat diperlakukan
analisa sensitivitas.
3.3.4 Perbandingan Rangking Prioritas Antara AHP dengan AHP-TOPSIS
Tabel 7 disajikan
data perbandingan rangking prioritas alternatif antara pendekatan metode AHP
dengan AHP-TOPSIS. Pendekatan kedua metode ini digunakan untuk mengetahui
tingkat kestabilan rangking prioritas
yang disertai analisa sensitivitas dan perbedaan metode yang digunakan.
Tabel 7. Perbandingan Rangking Alternatif Antara Metode
AHP dengan AHP-TOPSIS
Rangking
Prioritas
|
Alternatif
|
|
AHP
|
AHP-TOPSIS
|
|
Alt 1
|
D60W30P80
|
D60W30P80
|
Alt 2
|
D40W20P80
|
D40W20P80
|
Alt 3
|
D40W30P80
|
D40W30P40
|
Alt 4
|
D40W30P40
|
D40W10P60
|
Alt 5
|
D60W20P80
|
D40W30P80
|
Alt 6
|
D80W10P60
|
D60W10P60
|
Alt 7
|
D60W10P60
|
D60W20P80
|
Alt 8
|
D40W40P80
|
D40W40P40
|
Alt 9
|
D40W40P40
|
D80W20P80
|
Alt 10
|
D80W10P80
|
D80W10P80
|
Alt 11
|
D40W10P60
|
D80W10P60
|
Alt 12
|
D80W20P80
|
D40W40P80
|
Alt 13
|
D60W10P80
|
D60W10P80
|
Alt 14
|
D60W20P60
|
D60W20P60
|
Dari Tabel 7
tersebut didapatkan data bahwa alternatif yang memiliki tingkat kestabilan
tinggi walaupun telah dilakukan analisa sensitivitas dan metode yang
berbeda yaitu alternatif ke-1 untuk D60W30P80 dan alternatif ke-2 untuk D40W20P80.
4.
Kesimpulan
Penulis di
penelitian ini menyimpulkan bahwa penggunaan metode multicriteria decision analysis (MCDA) berguna dalam pemilihan
beberapa alternatif hasil jar test
yang memiliki banyak kriteria. Pemilihan tipe MCDA yang diusulkan di penelitian
ini mengacu ke pokok permasalahan yang sedang diteliti dan tujuan yang ingin
dicapai. Didalam proses pemberian bobot kriteria diusulkan dilakukan oleh expert judgement yang memiliki beberapa
kualifikasi yang telah disyaratkan sesuai pengetahuannya di pengolahan air
PLTU.
Pengunaan software expert choice v11 sangat
membantu dalam perhitungan bobot kriteria, rangking prioritas metode AHP dan
analisa sensitivitas. Dengan software
tersebut bisa digunakan untuk mengetahui perubahan rangking prioritas yang
didapatkan jika sewaktu-waktu terdapat perubahan kebijakan dari pengambil
keputusan yang mempengaruhi penilaian bobot kriteria.
Untuk permasalahan
yang diangkat di penelitian ini yaitu tentang koagulasi-flokulasi di PLTU, pendekatan metode AHP harus melalui
tahapan awal yang cukup sulit yaitu sistem skoring
sedangkan pendekatan metode AHP-TOPSIS tetap menggunakan data hasil jar test sampai penentuan rangking
prioritasnya.
Kesimpulan akhir yang diusulkan untuk dipilih
berdasarkan analisa sensitivitas dan perbedaan metode yang digunakan adalah (i) alternatif ke-1 untuk D60W30P80
dengan definisi yaitu dosis 60%, waktu tinggal 30 menit dan putaran pengaduk 80
rpm dan (ii) alternatif ke-2 untuk D40W20P80 dengan
definisi yaitu dosis 40%, waktu tinggal 20 menit dan putaran pengaduk 80 rpm
Rekomendasi yang
disarankan atas terlaksananya penelitian ini adalah menjalankan
alternatif ke-1 terlebih dahulu yaitu D60W30P80 kemudian mengukur kualitas air
yang dihasilkan dan jika terbukti bisa meningkatkan maka bisa dicoba untuk
alternatif ke-2 yaitu D40W20P80. Proses
analisa keefektifan untuk alternatif ke-2 sama dengan alternatif ke-1 dan jika
didapatkan kualitas air yang dihasilkan bisa meningkatkan kualitas air maka
alternatif ke-2 yang dipilih karena lebih efisien.
Sistem skoring
di penelitian ini memakai acuan yang sangat kecil interval antara skor-nya dan dikwatirkan terjadi salah
penafsiran untuk skor yang mendekati.
Oleh karena itu, direkomendasikan pemakaian fuzzy
system untuk menyempurnakan kelemahan yang mungkin terdapat di penelitian.
Untuk
pengembangan lebih lanjut atas hasil penelitian ini, masih diperlukan adanya
penelitian lanjutan yang lebih bersifat pilot
experiment test sebagai proses kalibrasi atas simulasi sistem untuk
meningkatkan validitas atas hasil yang direkomendasikan dari penelitian ini.
Silakan Downloading International Proceeding Journal Open Acces di: https://doi.org/10.1088/1757-899X/1096/1/012102
References
[1] Armon., dan Ciptomulyono, U.
(2016). Selecting Liquid Lifting
Technology for XY Mature Gas Field using Fuzzy AHP and TOPSIS. Prosiding Seminar Nasional Manajemen
Teknologi XXIV. Program Studi MMT-ITS, Surabaya 23 Januari 2016.
[2] Beltran, P., Roca, J., Pia, A. Melon, M., dan Ruiz, E. (2009). Application of Multicriteria Decision
Analysis to Jar Test Result for Chemicals Selection in the Physical-Chemical
Treatment of Textile Wastewater. Journal
of Hazardous Materials, Vol. 164, pp. 288-295.
[3] Beltran, P., Gonzalez, F.,
Ferrando, J., dan Rubio, A. (2014). An
AHP (Analytic Hierarchy Process)/ANP (Analytic Network Process)-Based
Multi-Criteria Decision Approach for the Selection of Solar-Thermal Power Plant
Investment Projects. Journal of
Energy, Vol. 66, pp. 222-238.
[4] Boughou, N., Majdy, I.,
Cherkaoul, E., Khamar, M., dan Nounah, A. (2016). The Physico-Chemical Treatment by
Coagulation-Flocculation Releases of Slaughterhouse Wastewater in the City of
Rabat (Morocco). Journal of CODEN (USA) : PCHHAX, Vol. 8(19), pp. 93-99.
[5] Ciptomulyono, Udisubakti.
(2010). Paradigma Pengambilan Keputusan
Multikriteria dalam Perspektif Pengembangan Projek dan Industri yang Berwawasan
Lingkungan. Pidato Pengukuhan
Jabatan Guru Besar Bidang Ilmu Pengambilan Keputusan Multikriteria, Jurusan
Teknik Industri, ITS-Surabaya.
[6] Daud, Z., Awang, H., Latif, A.,
Nasir, N., Ridzuan dan M., dan Ahmad, Z. (2015). Suspended Solid, Color, COD and Oil and
Grease Removal from Biodiesel Wastewater by Coagulation and Flocculation
Processes. Proceeding
of The World Conference on Technology, Innovation and Entrepreneurship,
Procedia Social and Behavioral Sciences, Vol. 195, pp. 2407-2411.
[7] Saaty, Thomas L. (2008). Decision Making with the Analytic Hierarchy
Process. Journal of International
Services Sciences, Vol. 1 No. 1. University of Pittsburgh, USA.
Previous
« Prev Post
« Prev Post
Next
Next Post »
Next Post »