Perkembangan teknologi boiler semakin maju dengan meminimalisir kelemahan untuk mencapai efisiensi dan reliability, berikut skema urutannya:
- Stoker Boiler
- Bubbling Fluidized Bed (BFB) Boiler
- Circulating Fluidized Bed (CFB) Boiler
- Pulverized Coal (PC) Boiler
- Pada temperatur 200 oC, batubara mengalami drying & heating
- Pada temperatur 300-800 oC, kandungan volatile batubara mulai terlepas
- Pada temperatur >800 oC, terjadi pembakaran sempurna batubara
- Radiasi, coal terbakar dan panas radiasi mengenai tube boiler
- Konduksi, tube boiler yang menyerap panas akan merata pada seluruh bagian metal
- Konveksi, panas pada metal kemudian terserap oleh feedwater pada inner tube dan merata sepanjang tube (feedwater-saturated-superheated)
- Combustion Zone, area pembakaran batubara di floor furnace dengan temperatur antara 1100-1200 oC
- Radiation Zone, area diatas combustion zone yang bercirikan bubbling bed material sudah tidak ada dengan temperatur antara 800-900 oC
- Convection Zone, area dimana fase steam (saturated & superheated) berada dengan temperatur sekitar 650 oC
- Pada temperatur tersebut sebagian besar fuel ash tidak mengalami fusi
- Pengikatan sulphur efektif di kisaran 850 oC
- Alkali metal dari coal tidak teruapkan pada kisaran temperatur tersebut
- Pada temperatur tersebut, nitrogen tidak membentuk NOx
- Boiler PLTU hanya didesain pada 1 tipe coal saja sehingga ketika properties yang masuk berbeda maka akan ada dampak pada operasionalnya sehingga unit PLTU diharapkan memiliki tabel khusus untuk planning operasi ketika ada properties feeding coal maka akan didapatkan beban yang diijinkan untuk dioperasikan
- Istilah low rank, medium/moderate & high rank coal hanya istilah di marketing penyediaan batu bara saja sedangkan istilah dalam operasional PLTU adalah over-spec atau under-spec coal yang didasarkan pada desain boiler oleh manufacture
- Berdasarkan prinsip gas ideal, PV=nRT sehingga tekanan (P) berbanding lurus dengan temperatur (T) dan ketika di boiler over-heat maka harus digali adalah penyebab over-pressure. Hal ini bisa disebabkan karena pengaruh PA Fan dan SA Fan sehingga membutuhkan combustion tuning. Hal ini bisa disebabkan juga karena adanya penyumbatan pada air nozzle cap oleh agglomerasi atau adanya fouling di tube boiler
- Agglomeration pada boiler furnace lebih disebabkan karena berlebihnya feeding coal sedangkan melting karena properties coal itu sendiri yang banyak mengandung Na dan K sehingga menyebabkan titik leleh bed material menjadi turun.
- Langkah yang umum dilakukan ketika steam overheating adalah mengaktifkan desuperheater (DSH) menggunakan demineralized water untuk menjaga temperatur steam pada standar Main Steam Temperature (MST). Sedangkan bagian luar yaitu tube boiler tidak terkendali dan tetap overheating sehingga potensi kebocoran mudah terjadi. Hal inilah yang seharusnya menjadi concern juga mengapa tube CFB boiler mudah terjadi leak. Selain itu, jika penggunaan DSH terlalu besar maka MST akan turun dan Main Steam Flow (MSF) turun sehingga langkah umum yang dilakukan operator adalah feeding kembali coal sehingga akan terus menambah temperatur tube boiler sehingga bisa overheating
- Umpan coal boiler selalu fluktuatif properties-nya dan tergantung juga salah satunya dari jenis penambangannya yaitu: (i) open/ground mining, bertipe lignite cenderung besar kandungan Ca dan Si karena termasuk batubara permukaan yang bersifat lengket, tidak mudah pecah seperti tanah liat; (ii) close/under ground mining, cenderung dominan kandungan S yang bersifat korosif dan CH4 (metana) yang bersifat explosion, termasuk bituminuous & sub-bituminuous yang bersifat brittle mudah pecah. Stock batubara ini bukan ranah O&M pembangkitan melainkan owner sehingga sebagai O&M harus bisa menjelaskan dampak ketika coal properties yang diberikan under-spec dari desain boiler
- Pembakaran di boiler hanya untuk yang reaksi bersifat eksothermis seperti C menjadi CO2, H menjadi H2O dan S menjadi SO2.
- Coal tidak terbakar sempurna atau efisiensi termal rendah salah satunya adalah tingginya moisture content. Rekomendasi yang umum dilakukan adalah drying coal atau menimbun coal di ruang beratap (coal dome), namun perlu diketahui bahwa moisture content ada 2 yaitu: (i) surface content, terletak pada permukaan coal saja; (ii) inherent content, terletak didalam coal
- CFB boiler cukup efektif dalam pengikatan kandungan SO2 karena didesain ada injector limestone/kapur (CaCO3) namun kebanyakan CFB boiler di Indonesia tidak mengaktifkan injeksi tersebut karena coal yang dipakai mengandung kadar S (sulfur content) yang rendah.
- Reaksi pembentukan yang terjadi pada pembakaran coal sebagai berikut: S + O2 --> SO2 bersifat eksothermis dan reaksi penguraian kapur sebagai berikut: CaCO3 ---> CaO + CO2 bersifat eksothermis. Ketika CaO berikatan dengan SO2 maka terbentuk gypsum (CaSO4) fase solid yang bisa terbuang lewat bottom ash. Berdasarkan hal tersebut, maka limestone berfungsi ganda selain untuk pengikat gas B3 juga sebagai penyerap panas sehingga boiler furnace tidak overheating
- Exit flue gas temperature yang dianjurkan adalah 123 oC, karena jika dibawah temperature point tersebut akan terjadi dew-point corrosion yaitu pengkorosian pada ujung Air Pre-Heater (APH) sedangkan untuk diatasnya akan menyumbang kenaikan heat-loss pembakaran. Setiap kenaikan 4 oC akan meningkatkan heat-loss sebesar 5%. Ketika exit flue gas temperature tinggi maka radiasi yang ditransfer ke tube boiler berkurang sehingga mengurangi kalor serap di furnace boiler. Baca detail analisis reaksi di: Shell and Tube APH: Material, Korosi dan Karakteristiknya
- Potensi abrasi tinggi banyak terjadi di welded tube boiler (level boiler bawah yang mengerucut) sehingga direkomendasikan untuk menambah refractory sampai ketemu diatas level tersebut, dimana tidak ditemukan lagi welded joint tube yang bersentuhan langsung dengan bubbling bed material
- Urutan batubara terbakar adalah initial heating (pyrolisis/devolatilization/demineralization) yang melepas surface moisture kemudian pelan-pelan coal hancur dan melepas mineral kemudian terbakar terbentuk arang dan abu.
- Beberapa Cara Mencegah Agglomeration:
- Penambahan aditif kimia
- Pre-treatment bahan bakar sebelum masuk boiler
- Pemilihan alternatif lain bed material
- Blending & mixing coal dengan biomass (co-firing), blending adalah mencampur dengan umpan yang berbeda misalnya coal + cangkang sawit/bahan organik sedangkan mixing adalah pencampuran antara bahan yang bisa menyebabkan hasil berbeda bisa karena reaksi kimia dll, seperti fuel + udara
- Terdapat kemungkinan kesalahan yang umum terjadi di lapangan ketika pengambilan sampling uji unburned carbon (UBC), umumnya sampel diambil begitu saja dari bottom ash tanpa melakukan seleksi padahal di bottom ash terdapat 2 carbon yaitu:
- Unburned coal, karakteristiknya adalah jika dipegang masih keras dan menggumpal
- Unburned carbon ash, karakteristiknya adalah lembut karena memang sudah jadi abu
- Standar baku rasio PA Fan : SA Fan adalah 60 : 40, namun itu untuk properties batubara desain, jika terdapat perbedaan spesifikasi maka hasil combustion tuning-lah yang dipakai
- Menganalisis kapasitas PA Fan + SA Fan apakah lebih besar (>) atau lebih kecil (<) dengan ID Fan sangat diperlukan untuk menentukan potensi flow fluida apakah over-pressure atau under-pressure
- Salah satu indikasi overheating boiler adalah bubbling bed material tidak sempurna karena coal size terlalu besar sehingga cenderung berada di floor furnace dan bisa menyebabkan melting % agglomeration.
- Agglomeration index lebih disebabkan karena coal yang dipakai adalah low rank (lignite) bersifat lengket seperti tanah liat (clay) sehingga ketika bercampur dengan pasir maka akan terjadi ikatan yang menyebabkan densitas bed material naik sehingga mengganggu bubbling dan jatuh ke floor furnace terbentuklah aglomerasi
- Overheating juga bisa disebabkan karena pembakaran tidak sempurna karena minimnya excess air (O2). Tujuan dari excess air pada pembakaran di boiler furnace adalah untuk pembakaran sempurna menghasilkan (CO2) dan menghindarkan pembakaran tidak sempurna (CO). Sesuai reaksi:
C + O ---> CO
C + 3/2 O2 ---> CO2
Kebutuhan O2 antara kedua reaksi tersebut berbeda, dimana kebutuhan yang lebih besar adalah untuk menghasilkan CO2 dan inilah tujuan excess air. Mengapa jika menghasilkan CO tidak diinginkan di boiler furnace?? karena dari pembakaran tidak sempurna melanjutkan reaksi menuju sempurna sesuai reaksi: CO+ 1/2 O2 ---> CO2 menghasilkan panas (eksothermis) yang bisa menambah temperatur ruang bakar di zona radiasi (level 2 pada pembagian 3 level boiler yaitu: level 1-combustion, level 2-radiasi, level 3-konveksi) sehingga menyebabkan overheating. Cara mencari excess air dan kebutuhan udara pembakaran sebagai berikut:
- Mengetahui komposisi coal dari CoA
- Menghitung stoikiometri rasio
- Mengetahui total coal flow
- Menghitung stoikiometri air flow = stoikiometri rasio x total coal flow
- Menghitung excess air = [oksigen terbaca di furnace / (20.9-oksigen terbaca di furnace)] x 100%
- Total air flow = [100%+ excess air] x stoikiometri air flow
- Parameter operasi utama di boiler adalah velocity dan residence time, dimana velocity CFB boiler berkisar ± 6 m/s dan residence time berkisar 1-2 s di radiation zone. Velocity & residence time dihitung hanya antara combustion zone (level 1) sampai radiation zone (level 2), sehingga apabila masih terdapat panas berlebih di convection zone (level 3) maka itu adalah heat-loss karena fase sudah superheated yang tidak memerlukan panas lagi
- Fluidisasi di CFB boiler ada 2 yaitu: (i) furnace boiler karena adanya PA/SA Fan; (ii) seal pot cyclone karena adanya return fan/seal fan/HP blower
- Standar asumsi persentase ash di boiler adalah bottom ash : fly ash = 80 : 20
- Ketika kandungan alkali di CoA bahan bakar >9% maka bisa dipastikan terdapat potensi agglomeration yang besar
« Prev Post
Next Post »