Trending Topik

Metode Cleaning Tube Condenser Standard untuk Material Copper (Cu) Alloy Tembaga

Diposting oleh On Friday, June 23, 2023

 Pembagian material copper (Cu) alloy sebagai berikut: [Michels et al., 1979]

Terdapat 4 tipe failure tube Cu alloy water side yaitu: [Xu, 2022]

  1. Dezincification Corrosion
  2. Stress Corrosion
  3. Intergranular Corrosion
  4. Erosion-Corrosion

Tipe endapan yang menempel di waterside tube condenser ada 5 yaitu: [Howel and Saxon, 2005]

  1. Deposition/Particulate
  2. Scaling/Crystallization
  3. Microbiological
  4. Debris/Macrofouling
  5. Corrosion Product

Terdapat 6 tipe mekanisme fouling yaitu: [Reuter et al., 2017]

  1. Precipitation (Scaling)
  2. Particulate
  3. Chemical Reaction
  4. Corrosion
  5. Biological
  6. Freezing Foulig

Pembersihan (cleaning) tube condenser terbagi menjadi 5 yaitu: [Yao et al., 2021] [Howel and Saxon, 2005]

  • Rubber Ball Automatic Cleaning
  • Ultrasonic Descaling
  • Chemical Cleaning, ini memperhatikan jenis chemical dan dampaknya serta membuatkan coupon test untuk mengukur laju korosinya. Berikut contoh tabel coupon test:
Berdasarkan "standard provisions (DL/T 957-2017) guideline for condenser chemical cleaning" corrosion rate dibatas <1 g/m2.h.
Umumnya scale ada 2 yaitu: (i) carbonate digunakan HCl, nitric acid; (ii) silicate digunakan ammonium bifluoride (NH4HF2), nitric acid
  • Hydrolaze/Hydroblasting/Waterjet Cleaning, ini menggunakan high pressure (sampai 50.000 psi atau 250-700 bar)
  • Projectile/Scrapper Cleaning, ini menggunakan low pressure dengan scrapper bisa terbuat dari bahan rubber, plastik, nilon atau metal bush. Berikut pembagiannya:
1. Air/Water Propelled System, terbagi menjadi 3 yaitu: (i) abrasive/non-abrasive ball; (ii) plastic scrubber; (iii) nylon brustle brush
2. Mechanical System, terbagi menjadi 2 yaitu: (i) rotating flexible shaft; (ii) metal brush; (iii) drill bit
3. Water Pressure System, terbagi menjadi 2 yaitu: (i) bronze blade cleaner; (ii) steel blade cleaner
Berdasarkan Howel and Saxon, berikut pernyataan tentang corrosion fouling di tube copper alloy:
Copper (Cu) alloy dilindungi oleh senyawa pasifasi film tipis yaitu cuprous oxide (Cu2O) pada permukaannya. Karakter dari pasifasi ini adalah tidak berpori dan sangat tipis. Saat normal operasi, lapisan film ini bisa rusak dengan keberadaan oxygen (3-4 ppm) dan conductivity air tinggi (mengandung sulfate). Ketika lapisan pasifasi rusak maka bisa terbentuk pitting pada copper alloy. Alumunium Brass (CuZnAl) dan Cupro-Nickel adalah material yang digunakan sebagai tube condenser dengan pendingin air laut, namun pada operasinya diinjeksikan ferrous sulfate (FeSO4) sebagai corrosion inhibitor karena kalau tidak ada bisa menyebabkan piting dan erosion-corrosion [Rao and Bera, 2021] [Farhami and Bozorgian, 2011]
pH <5 bisa menyebabkan terganggunya pembentukan lapisan pasifasi cuprous oxide (Cu2O) pada permukaan copper alloy [Farhami and Bozorgian, 2011]
Jurnal Fengyuan et al., (2020), melakukan percobaan chemical cleaning material tube condenser copper (Cu) alloy menggunakan HCl 2-4% dan sesudah cleaning dilakukan coating/pasifasi dengan ferrous sulfate (FeSO4) 0.3% didapatkan hasil yang handal untuk tube Cu based, dimana kerak bisa terangkat, laju korosi yang rendah dan di permukaan tube terbentuk lapisan tipis berwarna coklat-kehitaman.
Berdasarkan www.metalsupermarket.com berikut data kekerasan material (metal hardness):
Berdasarkan sumber www.rapiddirect.com, berikut datanya:
Material tube condenser yang umum adalah brass (CuZn) atau alumunium brass (CuZnAl) dengan nilai hardness rockwell 55 atau 3 Mohs, maka ketika metode cleaning menggunakan besi betonizer rangka bangunan dengan nilai hardness rockwell 60 atau 4 Mohs maka permukaan tube bisa terkikis. Tube Cu dihindari penggunaan metode mechanical cleaning dengan metal brush namun disarankan menggunakan water pressure system bronze bladed (nilai hardness rockwell 42) yang aman untuk material brass/alumunium brass. Untuk menambah keefektifan maka sesudah metode tersebut dilakukan teknik water propelled system (plastic/nylon scrapper).
Pada kasus tertentu, baik water pressure system dan water propelled system belum mampu mengangkat kerak di permukaan tube Cu maka bisa digunakan tambahan chemical. Kerak yang umum ada pada tube Cu condenser adalah carbonate (ketika pendingin air laut), silicate (ketika pendingin air sungai) dan air payau yang merupakan gabungan dari kedua senyawa tersebut. Pantangan chemical untuk material copper alloy adalah NH3, NH2, NH3OH, N2H4 dan NOdan penejelasan lengkap terkait itu ada di artikel: Analisa Ketahanan Material Cu Based

Kutip Artikel ini Sebagai Referensi (CITATION):
Feriyanto, Y.E. (2023). Metode Cleaning Tube Condenser Standard untuk Material Copper (Cu) Alloy Tembaga. www.caesarvery.com. Surabaya

Referensi:
[1] Howell, A., and Saxon, G. (2005). Condenser Tube Fouling and Failure: Cause and Mitigation. J. of Power Plant Chemistry, Vol. 7, pp. 12
[2] Yao, L, Fengyuan, H., Fei, W., and Chengming, L. (2021). Application of on Line Chemical Cleaning for Stainless Steel Tube Condenser in a Power Plant. J. of Earth and Environment Science, Vol 791, pp. 012106
[3] Xu, Y. (2022). Cause Analysis of Tube Burst of the Condenser in a Power Plant. J. of Physics, Vol 2390, pp. 012065
[4] Reuter, H. C., Owen, M., and Goodenough, J. L. (2017). Experimental Evaluation of the Temproral Effects of Paint-Based Protective Films on Composite Fouling Inside Admiralty Brass and Titanium Steam Surface Condenser Tube. South Africa
[5] Michels, H. T., Kirk, W. W., and Tuthill, A. H. (1979). The Influence of Corrosion and Fouling on Steam Condenser Performance. J. of Materials for Energy Systems, Vol. I
[6] Rao, T. S., and Bera, S. (2021). Protective Layer Dissolution by Chlorine and Corrosion of Aluminium Brass Condenser Tubes of a Nuclear Power Plant. J. of Eng. Fail. Analysis, Vol. 123, pp. 105307
[7] Farhami, N., and Bozorgian, A. (2011). Factors Affecting Selection of Tubes of Heat Exchanger. Intl. Conf. on Chemistry and Chemical Process, Vol. 10

Coating Tube Boiler for Biomass (Biomassa) Sebagai Anti Corrosion

Diposting oleh On Wednesday, February 15, 2023

Biomass banyak mengandung unsur chlorine (Cl) yang bisa menyebabkan korosi dan alkali (Na & K) yang bisa menyebabkan slagging. Sedangkan ketika co-firing biomass dengan batubara maka terdapat 2 unsur korosif yaitu sulfur (S) dan chlorine (Cl). Berikut kandungan pada macam-macam biomass: [Kawahara, 2016]

Berdasarkan tabel tersebut, biomass dari bahan berikut:
  • Kayu cacah/potong, banyak mengandung unsur ash (Na, K, Ca, Mg), Cl dan S
  • Cangkang sawit, banyak mengandung unsur Cl, Na, K, Ca, Mg
Penggunaan biomass bisa menyebabkan beberapa hal sebagai berikut: [Sharma et al.,2009]
  1. Fouling, bisa disebut sebagai deposit/sedimen dan pada biomass kehadiran S, Cl dan Si berkontribusi menaikkan volatilitas alkali (Na & K) sehingga bisa terbentuk alkali chloride dan juga alkali silicate yang memiliki low melting temperature yang bersifat sticky. Ketika alkali bereaksi dengan Ca & Si itu bisa membnetuk glassy yang sangat keras umumnya disebut slagging/scaling
  2. Agglomeration
  3. Emission of Heavy Metal
  4. Gaseous Emission (CO, NOx, N2O, SOx)
  5. Low Heating Value
  6. Storage & Transportation Problem
  7. High Temperature Corrosion
Berdasarkan permasalahan pada biomass tersebut beberapa jurnal merekomendasikan untuk melakukan beberapa treatment seperti berikut: [Sharma et al.,2009]


Tube boiler harus dilakukan treatment untuk melindungi korosi dan terdapat beberapa proses seperti: [Hruska etal., 2022] [Riley and Harvey, 2009]

  • Thermal Spray Coating meliputi beberapa jenis yaitu: (i) conventional arc spraying; (ii) inert gas shrouded arc spraying; (iii) high velocity oxy-fuel spraying (HVOF); (iv) thin wire arc spray (TWAS); (v) water-stabilized plasma
Terdapat 3 jenis coating yang umum digunakan pada metode HVOF yaitu: [Oksa et al., 2014]
  1. NiCr16Mo
  2. NiCr9Mo
  3. NiCr10Al
Ketebalan/thickness coating berkisar antara 150-800 µm
Material based coating yang digunakan adalah: [Hruska etal., 2022] [Riley and Harvey, 2009]

  1. Nickel-chromium-molibdenum (Ni-Cr-Mo) alloy yang tahan terhadap oksidasi temperatur tinggi dan ketahanan korosi. Ketebalan umum coating adalah 300 µm
  2. Inconel alloy 625
  3. CoCrAlY

  • Ceramic Sealant, termasuk zircon silicate with chromia dan alumina silicate with mixed chromia
  • Expensive Weld Overlay pada Superheater Material Carbon Steel menggunakan high Cr martensitic stainless steel
  • Mengganti material carbon steel dengan CrMo steel, austenitic stainless steel atau Ni base alloy yang lebih tahan korosif [Kawahara, 2016]. High grade austenitic SS seperti high Cr-high Ni (25Cr-14-20Ni) bisa digunakan untuk tube boiler untuk menghindari failure akibat korosi sedangkan low grade austenitic SS seperti 18Cr-8Ni tidak boleh digunakan karena high corrosion rate dan sensitif terhadap intergranular corrosion
Berikut properties coating yang digunakan di tube boiler menggunakan biomass: [Kawahara, 2016]
Berikut contoh tube boiler mengalami slagging & corrosion: [Kawahara, 2016]

Kutip Artikel ini (CITATION) sebagai Referensi:
Feriyanto, Y.E. (2022). Coating Tube Boiler for Biomass Sebagai Anti Corrosion. www.caesarvery.com. Surabaya

Referensi:
[1] Riley, M.A., and Harvey, M.D.F. (2009). Corrosion Mitigation in Biomass Combustion Plant using Thermal Spray Coating. Coal-Gen-Europe
[2] Hruska, J., Mlnarik, J., and Cizner, J,. (2022). High-Temperature Corrosion of Nickel-Based Coatings for Biomass Boilers in Chlorine-Containing Atmosphere. J. of Coatings, Vol. 12, pp. 116
[3] Kawahara, Y. (2016). An Overview on Corrosion-Resistant Coating Technologies in Biomass/Waste to Energy Plants in Recent Decades. J. of Coatings, Vol. 6, pp. 34
[4] Sharma, S., Sharma, M., Mudgal, D., and Bhowmick, H. (2009). Adoption of Strategies for Clean Combustion of Biomass in Boilers. J. of Corros. Rev, Vol. 39(5), pp. 387-408
[5] Oksa, M., Auerkari, P., Salonen, J., and Varis, T. (2014). Nickel-Based HVOF Coatings Promoting High Temperature Corrosion Resistance of Biomass-Fired Power Plant Boilers. J. of Fuel Processing Technology, Vol. 125, pp. 236-245

Air Pre-Heater (APH) Boiler, Karakteristik, Macam Failure dan Rekomendasinya

Diposting oleh On Tuesday, January 31, 2023

Air Pre-Heater (APH) atau ada yang menyebutnya Air Heater adalah peralatan di PLTU yang difungsikan untuk meningkatkan efisiensi dengan kinerja memanfaatkan kembali gas buang untuk dikontakkan dengan udara dingin dari fan sebelum digunakan sebagai pembakaran di furnace boiler. 

Terdapat 3 tipe APH yaitu: [Nurhasan, 2015]

  • Rotary Regenerative (Ljungstrom)
Memiliki kelebihan seperti: (i) performa dan kehandalan yang baik; (ii) efektif pengontrol kebocoran; (iii) adaptif untuk macam-macam karakteristik bahan bakar; (iii) pemeliharaan  yang mudah [Vulloju et al., 2014]
  • Tubular System (Shell & Tube)
Memiliki kelebihan seperti: (i) investasi yang murah; (ii) sistem sealing yang baik; (iii) pemasangan yang mudah; (iv) flexible untuk dikembangakan dalam kapasitas kecil maupun besar; (v) simpel operasi [Lv et al., 2020]
  • Regenerator, tipe ini terdiri dari batu-bata yang tersusun kotak

Berikut rumus perhitungan %APH leakage:


Beberapa parameter untuk mengukur kinerja APH sebagai berikut:
Beberapa permasalahan di APH sebagai berikut:
  • Pembentukan kerak/slagging yang mengkorosi material tube APH dan ketika dilakukan uji X-Ray Diffraction (XRD) seperti berikut: [Cristiana, 2017]
  • Leakage (kebocoran) karena acid dew point yaitu H2SO4 pada 138 oC atau 120-150 oC atau 143 oC dan HCl pada 47 oC [Cho and Kim, 2020] [Pal et al., 2019] [Srivastava et al., 2014]. Pada pembakaran batubara pasti menghasilkan SO2 dan SO3, dimana pembentukan SOini hanya 0.65% pada temperatur 593-427 oC dan SOini korosif pada low temperature (<300 F=150 oC) di flue gas membentuk H2SO4 karena sifatnya yang hygroscopic (menyerap moisture) dan pada high temperature (>1000 F=540 oC) korosif pada superheater dan reheater boiler [Srivastava et al., 2014]. Jurnal lain Moskovits (1959) menyatakan  hanya sedikit pembakaran coal yang terkonversi menjadi SOyaitu 98% terkonversi menjadi SO2 dan sisanya 2% menjadi SO3. Berikut grafik konsentrasi H2SO4 terhadap dew point:

Berdasarkan jurnal Cristiana et al., (2017), konversi SOterhadap excess air dan coal sebagai berikut:
Grafik tersebut menunjukkan bahwa pada excess air kecil maka SOyang terbentuk juga kecil dan terdapat maksimum konversi SOyaitu pada 15-20% excess air. Selain itu juga didapatkan data bahwa kandungan di hasil pembakaran coal tidak pernah lebih dari 5-6% SO3.
Pada temperature berbeda, SOterdapat 3 bentuk yaitu: (i) gas SO3; (ii) gas H2SO4; dan (iii) H2SO4 cair. Dalam transformasinya, SOterserap oleh fly ash dan bereaksi dengan ammonia (NH3) membentuk ammonium bisulfate [(NH4)HSO4] atau ammonium sulfate [(NH4)2SO4]. Konversi SO2 menjadi SOterjadi pada kondisi temperatur tinggi yaitu 1100-1400 oC [Yuan and Yujie, 2021]

  • Flue gas pada ujung tube APH sekitar 30 mm mengalami high adhesion force yang sulit dihilangkan karena fluida panas (ash + gas) bertemu dengan temperatur dingin mendadak. Pada bahan bakar coal maka ujung tube APH bisa terbentuk SO(acid dew point) sedangkan bahan bakar biomass bisa terjadi ash deposit (Na dan K) yang mengeras dan Cl yang bisa membentuk acid gas yaitu HCl dan Clyang bersifat korosif. Material yang korosif bisa low carbon steel dan corten steel [Song et al., 2013]
Keberadaan sulfur content di CFB boiler umumnya sangat kecil <5 ppm namun seiring berjalannya operasi boiler maka terjadi pengikatan sulfur dan ash melebihi level normal (>5 ppm) sehingga bisa meningkatkan beberapa derajat dew point temperature [Pihu et al., 2009]. Berikut kutipannya:
Material APH tipe tubular umumnya ada 2 yaitu: (i) HOT END dari low carbon steel; (ii) COLD END dari corten steel (high strength low alloy steel) atau aplikasi lebih murah yaitu dari enamel-coated plain carbon steel [Chen et al., 2017] [Shayan et al., 2015]. Berdasarkan jurnal Datta (1998) pada HOT END bisa digunakan material mild steel, alumunium, titanium dan corten steel. Sifat corten steel adalah tahan korosi, erosi, konduktifitas thermal yang baik [Modi et al., 2017]
Berikut tabel komposisi corten, enamel coated steel dan material coating (enamel): [Shayan et al., 2015]
Beberapa cara untuk mencegah pengaruh korosif dan slagging di tube APH adalah:
  • Injeksi limestone (CaO) di furnace boiler [Srivastava et al., 2014]
  • Injeksi alkaline sorbent (Ca-Mg slurry) seperti hydrated lime, MgO, sodium carbonate dan gypsum (calcium carbonate yang mengandung setidaknya 30% magnesium carbonate). Terdapat 2 tempat yang bisa dipilih yaitu: (i) penempatan sebelum APH untuk mengontrol dew point corrosion pada ujung tube namun cleaning APH harus rutin dilakukan; (ii) penempatan antara APH dan ESP dengan kelemahan mempengaruhi particulate matter yang terbuang ke cerobong [Srivastava et al., 2014] [Cristiana et al., 2017]
  • Mengoperasikan flue gas (outlet APH) pada temperature >150 oC agar tidak terjadi dew point corrosion [Srivastava et al., 2014]
  • Injeksi ammonia (NH3antara APH dan ESP sehingga SObisa terikat menjadi (NH4)2SO4 dan NH4HSO4 [Srivastava et al., 2014]
  • Menggunakan material enamel coated atau teflon coated namun beberapa penelitian menunjukkan beberapa failure seperti cracking, fish-scaling, poor adherence, bubbling structure [Shayan et al., 2015]. Porcelain/vitreous/glassy enamel dengan thickness 1.5 mm cocok diterapkan pada low carbon steel yang dapat meningkatkan ketahanan korosi dan abrasi. Penggunaan coating enamel harus dilakukan pre-treatment seperti pre-coating, decarburisation heat treatment dan shot blasting untuk meningkatkan interface adherence dan mengurangi fish scaling [Zhang and Jiang, 2011] [Song et al., 2013]. Berikut kutipan reaksi kimia antara material low carbon steel dengan enamel coating:
Vitreous/glassy enamel coating dapat diterapkan pada cast iron alumunium alloy, Ti-based alloy, TiAl-based alloy, Ni-based superalloy untuk ketahanan oksidasi pada temperatur tinggi [Rossi et al., 2020]
  • Memperpendek periodik soot-blowing [Shayan et al., 2015] [Song et al., 2013]
  • Coating material tube metode thermojet dengan based NiCrMoSiB atau Ni-Al [Song et al., 2013]
Terdapat 2 coating yang umum yaitu: (i) Fusion Bonded Epoxy (FBE); (ii) Zinc (Galvanized) [Tang et al., 2016]
  • Ketika bahan bakar menggunakan biomass maka untuk mengurangi kandungan alkali (Na & K) penyebab slagging dan chlorine (Cl) penyebab corrosion adalah mencuci bahan bakar biomass sebelum digunakan kemudian mengeringkan [Song et al., 2013]. Pencucian bisa mengunakan water atau H2O atau NH4OAc (Ammonium acetate) atau HCl [Tillman, 2009]. Lebih lengkap ada di artikel tentang "biomass dan pengaruh chlorine (Cl) corrosion"

  • Mengurangi excess air udara pembakaran di furnace boiler [sesuai grafik di jurnal Cristiana et al., (2017)] semakin kecil excess air maka semakin kecil kandungan SO3
  • Penggantian model/tipe APH [Cristiana et al., 2017]
Kutip Artikel ini (Citation) Sebagai Referensi:
Feriyanto, Y.E. (2022). Air Pre-Heater (APH) Boiler, Karakteristik, Macam Failure dan Rekomendasinya. Surabaya. www.caesarvery.com

Referensi:
[1] Nurhasan, M.V. (2015). Performance Analysis Regenerative Air Heater Side A PLTU Unit 3 PT PJB UP Gresik Using ASME PTC 4.3. ITS. Surabaya
[2] Cho, S., and Kim, J.G. (2020). Failure Analysis of Gas-Gas Heater Tube for a Flue Gas Desulfurization System. J. of Engineering Failure Analysis, Vol. 118, pp. 104945
[3] Chen, H., Pan, P., Shao, H., Wang, Y., and Zhao, Q. (2017). Corrosion and Viscous Ash Deposition of a Rotary APH in a Coal-Fired Power Plant. J. of Applied Thermal Engineering. Vol. 113, pp. 373-385
Pal, U., Kishore, K., and Mukhopadhyay, S. Failure Analysis of Boiler Economizer Tubes at Power House. J. of Engineering Failure Analysis. Vol. 104, pp. 1203-1210
[4] Suwarno, S., Nugroho, G., Santoso, A., and Witantyo. (2021). Failure Analysis of Air Preheater in a Circulating Fluidized Bed Boiler. J. of Engineering Failure Analysis. Vol. 124, pp. 105380
[5] Srivastava, R.K., Miller, C.A., Erickson, C., and Jambhekar, R. (2014). Emission of Sulfur Trioxide from Coal Fired Power Plants. J. of the Air & Waste Management Association
[6] Modi, A.K., Haque, A., and Pratap, B. (2017). A Review on Air Preheater Elements Design and Testing. J. of Mechanics, Materials Science & Engineering
[7] Moskovits, P.D. (1959). Low-Temperature Boiler Corrosion and Deposits-A Literature Review. Esso Reasearch and Engineering
[8] Shayan, M.R., Ranjbar, K., Hajidavalloo, E., and Kydan, A.H. (2015). On the Failure Analysis of an Air Preheater in a Steam Power Plant. J. of Failure Analysis and Prevention
[9] Zhang, A., and Jiang, Z. (2011).  Microstructure and Adherence of Vitreous Enamel to Low Carbon Steel. Int. J. Surface Science and Engineering, Vol. 5, pp. 5/6
[10] Song, J., Gu, Y., Li, J., and fang, J. (2013). Study on Air Preheater Corrosion Problem of CFB Biomass Directed-fired Boiler in Zhanjiang Biomass Power Plant. App. Mech. and Materials, Vol. 291-294, pp. 294-299
[11] Tillman, D.A. (2009). Chlorine in Solid Fuels Fired in Pulverized Fuel Boilers. J. of Energy & Fuels. Vol. 23, pp 3379-3391
[12] Shayan, M.R., Ranjbar, K., Hajidavalloo, E., and Kydan, A.H. (2015). On the Failure Analysis of an Air Preheater in a Steam Power Plant. J. of Failure Analysis and Preventing
[13] Rossi, S., Russo, F., and Calovi, M. (2020). Durability of Vitreous Enamel Coating and their Resistance to Abrasion, Chemicals, and Corrosion: A Review. J. Coat. Technol. Res.
[14] Pihu, T., Arro, H., Prikk, A., Rootamm, R., and Konist, A. (2009). Corrosion of Air Preheater Tubes of Oil Shale CFB Boiler. Part I. Dew Point of Flue Gas and Low-Temperature Corrosion. J. of Oil Shale, Vol. 26, No. 1, pp. 5-12
[15] Lv, F., Hu, X., ma, C., Yang, B., and Luo, Y. (2020). Failure Analysis on Cracking of Backing Plate of Lifting Lug for Air Preheater. J. of Engineering Failure Analysis, Vol. 109, pp. 104395
[16] Tang, F., Bao, Y., Chen, Y., Tang, Y., and Chen, G. (2016). Impact and Corrosion Resistance of Duplex Epoxy/Enamel Coated Plates. Missoury University of Science and Technology-USA
[17] Vulloju, S., Kumar, E.M., Kumar, M.S., and Reddy, K.K. (2014). Analysis of Performance of Ljungstrom Air Preheater Elements. J. of Current Engineering and Technology
[18] Datta, S. (1998). Acid Resistant One Coat Enamel for Power Generation Plants. J. of Bull. Mater. Sci., Vol. 21, pp. 421-425
[19] Cristiana, E.M., Marius, V.C., Aurel, G., and Ivona, P. (2017). Cold End Corrosion Avoiding by Using a New Type of Air Combustion Pre-Heater. J. of Advanced Technologies of Materials Processing II
[20] Yuan, H.,and Yujie, Z. (2021). Study on the Effect of Supercritical CFB Boiler Air Preheater and Flue Gas Treatment Facilities on Sulfur Trioxide Emission Characteristics. J. of Energy Reports, Vol. 8, pp. 926-939

Pemilihan Tools Oil Analysis (Cleanliness/Contaminant/Wear Debris/Elemental)

Diposting oleh On Monday, January 02, 2023

Terdapat 3 cluster parameter utama di oil analysis yaitu:

  1. Contamination meliputi: contaminant/cleanliness-(NAS 1638/ISO 4406/MIL-STD 1246C); dan water content
  2. Wear meliputi: komposisi unsur metal ferrous & non-ferrous
  3. Chemistry meliputi: viscosity; Total Acid Number (TAN), Total Base Number (TBN), oxidation oil additive & contaminant composition

Contaminant bisa meliputi organik, anorganik, sludge, dan fiber particle. Beberapa tools umum untuk uji oil contaminant ada 4 yaitu: [Feriyanto, 2022] [Leme et al., 2017]

  1. Optical Microscopy (ISO 4407)
  2. Automatic Particle Counting using Laser Light (ISO 11500)
  3. Automatic Particle Counting using Dillution Technique to Elliminate Contribution the Water dan Interfering Soft Particles by Light Extinction (ASTM D7647-10)
  4. Pore Blockage (BS 3406)

Berdasarkan Azom (2006) dan Sondhiya and Gupta (2012) terdapat 3 teknik oil analysis yaitu:

  1. Automatic Wear Particle Shape Classification, ini menggunakan teknologi Laser Light (ASTM D7596)
  2. Ferrography, ini menggunakan teknik memisahkan magnetic dan partially magnetic particle melewati bichromatic microscope. Ferrography terbagi menjadi 3 yaitu: (i) Direct Reading Ferrography using laser light; (ii) Analytical Ferrograph System using record permanent ferrograph ; (iii) Ferrogram Scanner using Scanning Electron Microscope-Energy Dispersive X-ray Spectrometry (SEM-EDS/EDX). SEM-EDS/EDX digunakan untuk menganalisis energi transisi dari atom yang menandakan karakteristik unsur tertentu. SEM digunakan untuk menganalisis morfologi partikel sehingga SEM-EDX/EDS berguna untuk menganalisis morfologi dan komposisi unsur dari sampel/partikel, umumnya SEM-EDX/EDS digunakan untuk mengkaji sangat kecil material (≤5 µm). Penggunaan X-ray ini memiliki benefit dalam analisis partikel karena: (i) simplified specimen handling/presentation; (ii) less sophisticated instrumentation; (iii) simpler dan faster operation; dan (iv) lower cost. X-ray stand alone system seperti Energy-Dispersive X-ray Fluorescence Spectrometer (EDXRF) familiar digunakan untuk analisis unsur [Sondhiya and Gupta (2012]. SEM prinsip kerjanya preparasi sampel dan uji mirip optical/light microscope dan digabungkan EDX/EDS bisa untuk menganalisis unsur pada partikel [Sigmaldrich, 2022]
  3. Spectroscopy, ini menggunakan Atomic Emission Spectrometer (AES) didasarkan pada kinerja rotating disc electrode dan bisa digunakan untuk wear metal, contaminant dan additive (ASTM D5185 & ASTM D6595)

Standard ASTM D5185 "Determination of Additive Elements, Wear Metals, and Contaminants in Used Lubricating Oils and Determination of Selected Elements in Base Oils by ICP-OES". Metode Inductively Coupled Plasma-Optical Emission Spectroscopy (ICP-OES) adalah teknik untuk mendeteksi kandungan chemical element pada cairan dan total sekitar 21 unsur yang bisa terbaca (Ag, Al, B, Ba, Ca, Cd, Cr, Cu, Fe, Mg, Mn, Mo, Na, Ni, P, Pb, Si, Sn, Ti, V, Zn). Untuk oli very viscous (sangat kental), sampel harus dipanaskan sampai 60 oC [Thermofisher, 2022]

Microscopic analysis adalah metode paling efektif dalam oil analysis meliputi analisis tipe partikel, jumlah, ukuran dan morfologi partikel [Cleanoilservices, 2022] [Sigmaldrich, 2022]. Morfologi metallic wear debris meliputi shape, texture and color) [Sondhiya and Gupta, 2012]. Optical microscope dengan metode colour merupakan jalan satu-satunya cara menentukan komposisi partikel yang tidak semahal SEM dan kombinasi optical microscope dengan ICP spectrometer digunakan untuk identifikasi komposisi partikel [Cleanoilservices, 2022]. 

Standard yang digunakan untuk oil cleanliness adalah standard ISO 4406 (digunakan untuk material yang sangat kecil) + ISO 4407 (Hydraulic Fluid Power-Fluid Contamination-Determination of Particulate Contamination by the Counting Methods using an Optical Microscope). Gabungan 2 standard (ISO 4406+ISO 4407) menggunakan automatic optical microscope mulai dari filter 2-5 µm untuk menghitung jumlah partikel dan hasilnya disajikan sesuai standard ISO 4406 dengan size class/100 mL [Cleancontrolling, 2022]. 

ISO 4407 menggunakan optical microscope dengan 2 metode yaitu: [Oilsafe, 2022] [Sigmaldrich, 2022]
  1. Manual & image analysis
  2. Colouring menggunakan transmitted light or incident light

Kelemahan metode dengan standard ISO 4407 adalah: 

    • Partikel size ≥2 µm dapat diukur dan dihitung dengan metode ini tetapi resolusi dan akurasi hasil tergantung pada optical system yang digunakan dan kemampuan operator [ISO 4407] [Oilsafe, 2022]
    • Membutuhkan kalibrasi & filter preparation yang teliti agar image contrast antara particle dan background bisa terbaca dengan jelas [Sigmaldrich, 2022]

    Metode dengan 2 standard (ISO 4406 + ISO 4407) bisa digunakan untuk mengukur jumlah, distribusi dan karakteristik partikel [Olympus-IMS, 2022]. Kelebihan tools dengan automatic optical microscope adalah: [Olympus-IMS, 2022] [Sigmaldrich, 2022]

    • Reduce user error due to operator fatigue
    • Increase throughput
    • Reproducible imaging condition with image quality
    • Excellent repeatability
    • Reproducible positioning
    • Integrated callibration
    • Reduce time process
    • Cut down on handling error
    • Minimize user interaction
    • Analyze sample in real time both reflective & non-reflective particle ranging from 2.5 µm-42 mm
    • Exact counting particle and live image, there is no-extrapolation because extrapolation from sample can lead to a bad particle count 
    • Patented illumination system automatically to detect reflective & non-reflective particle in single scan, saving time, no-user adjustment
    • Complient to international standard ISO 4406, ISO 4407, NAS 1638, DIN 51455, SAE AS4059
    • Bisa digunakan untuk menentukan distribusi ukuran partikel
    • Mudah dalam mendeteksi perbedaan partikel ukuran besar atau fiber
    • Increased speed analysis

    Standard ASTM D7596 "Standard Test Method for Automatic Particle Counting and Particle Shape Classification of Oil Using a Direct Imaging Integrated Tester" menggunakan laser light untuk membaca wear elemental dan cleanliness oil dengan kelemahan tidak bisa membaca detail shape particle (misalnya fiber) dan akan over-count ketika ada bubble (belum bisa membedakan bubble atau tidak). Prinsipnya masih menggunakan teknik reflecting (metal) dan non-reflecting (non-metal atau fiber) [Olympus-IMS, 2022].

    Dalam analisa oil, contaminant jenis fiber dikategorikan sebagai partikel ≥2.5 µm dan dilakukan analisa terpisah dari cleanliness ISO 4406/NAS 1638 [Oilsafe, 2022]

    Spectroscopy ada 3 yaitu: [Dynatech, 2022]

    1. Atomic ABSORPTION Spectroscopy (AAS), atom menyerap UV & cahaya tampak menjadi energi lebih tinggi dan berguna untuk mendeteksi logam pada sampel
    2. Atomic EMISSION Spectroscopy (AES) atau lebih dikenal dengan Optical Emission Spectroscopy (OES), atom bereaksi dengan plasma api & berdasarkan intensitas cahaya untuk memeriksa kuantitas unsur pada sampel
    3. Atomic FLUORESCENCE Spectroscopy (AFS), atom akan mengeluarkan pancaran cahaya (fluorescence) dan ditangkap dengan fluorometer, ini digunakan untuk menganalisis senyawa organik

    Berdasarkan US Patent (1996), langkah-langkah metode pengukuran abnormal wear debris adalah:

    1. Memfilter oil sehingga partikel yang tertangkap adalah most larger abnormal wear dan yang lolos adalah smalller size (normal wear)
    2. Menempatkan filter pada x-ray spectrometer
    3. Mengkonversi intensitas yang didapatkan dari pengukuran x-ray ke nilai kuantitatif dan konsentrasi abnormal wear particle & contamination partikel di oli
    Terdapat 2 metode yang umum digunakan untuk oil analysis yaitu: [US Patent, 1996]
    1. Spectrographic Analysis untuk Wear Elemental Analyis, cara kerjanya sampel oil dilarutkan kemudian diuji dengan sumber energi yang bisa mengeksitasi wear metal untuk memberikan optical emission pada visible wavelength. Teknik ini didesain untuk mengukur unsur di larutan dan tidak dapat mendeteksi partikel ≥5 µm. Partikel ≤5 µm merupakan normal wear dan umumnya tidak menjadi permasalahan/failure. Abnormal wear umumnya berukuran besar bahkan sampai ≥100 µm (seperti fiber). X-ray spectrometry mampu mendeteksi larger wear particle
    2. Filtergram Microscopy untuk Contaminant Analysis, ini menggunakan optical microscope untuk observasi partikel di oli. Cara kerjanya sampel oli dilarutkan dan difilter pada membrane cellulose nitrate untuk membuang sebagian besar normal wear dan tersaring hanya abnormal wear. Filter diendapkan dengan reagent (fungsi to evaporate liquid agar cepat kering) kemudian dianalisa dengan mikroskop menggunakan transmitted & reflected light serta colour filter digunakan untuk meningkatkan definisi. Sistem mikroskop adalah preparasi cepat, pengukuran yang cukup lama karena membutuhkan komprehensif scan dari whole filtergram dengan sangat kecil field of view. Observasi colour, reflectivity, shape dan topography dari partikel memberikan informasi mekanisme dan keparahan abnormal wear tetapi bukan komposisi unsur sehingga metode ini masih semi-quantitative.
    Gabungan 2 tools tersebut yaitu spectrographic & filtergram microscopy analysis adalah excellent diagnosis tool & superior untuk mendeteksi serious malfunction [US Patent, 1996]. 
    Terdapat 3 syarat agar optimal oil analysis: [US Patent, 1996]
    1. Slide/preparat berbahan dari acrylic plastic
    2. Filter membrane berbahan dari cellulose nitrate
    3. Pori-pori filter mendekati 3 µm
    Cara mengeringkan sampel sebelum masuk preparat microscope adalah: [US Patent, 1996]
    1. Menggunakan solvent seperti aceton, petroleum distillate
    2. Menggunakan hot air oven pada suhu 90 oC selama 9 menit

    Terdapat 3 tipe pengukuran light scattering intensity yaitu: [Xu, 2014]
    1. Otical Particle Counter, mengukur partikel secara individu pada oil, water, air menggunakan optical microscope (ISO 4407)
    2. Granulometer/Goniometer/Multiangle Light Scattering, mengukur partikel pada liquid suspension makromolekul (protein, polimer) pada broad angular antara 0-180(ISO 11500)
    3. Angular Scattering Intensity/LD Instrument, mengukur dry powder, spray atau partikel di liquid menggunakan fixed detector. Teknik ini yang paling populer untuk mengukur mulai dari submicron sampai milimeter partikel didalam liquid, high reproducibility, rapid measurement dan kemampuan pengukuran secara online
    Berdasarkan Leme et al., (2017) berikut kutipannya:
    Berikut data yang didapatkan: [Leme et al., 2017]
    • Tools uji oil contaminant yang tidak ada standard namun banyak digunakan di industri adalah photo-comparison. Metode ini tidak menyajikan real condition, sangat subjektif oleh spesialis dan hanya estimasi dari contamination level (qualitative) belum sampai ke kuantitatif (particle counting)
    • Photo-comparison menggunakan cara spesialis membandingkan hasil uji dengan labelled booklet of pictures. Klasifikasi ISO code ditentukan berdasarkan gambar yang mirip
    • Penggunaan particle counting terstandard belum banyak digunakan oleh industri karena high complexity sehingga aplikasi di lapangan cocok menggunakan photo-comparison untuk analisa cepat
    • Untuk peningkatan hasil yang lebih reliable maka digunakan automatic optical particle counter dengan masih melibatkan judgment user untuk menghindari ketidaksengajaan error alat dan judgment tersebut ada 3 tahapan yaitu: (i) image acquisition; (ii) basic processing; (iii) decision for use or not of the extracted features
    • Image from microscope ditampilkan ke user dan kemudian diteruskan ke ImageJ untuk threshold yang kemudian automatic counter by software. Pada kasus tertentu, external illumination tidak konsisten atau poor contrast antara partikel dengan background. Pada kasus tersebut maka dengan adanya threshold oleh user secara manual diharapkan kekurangan alat bisa terselesaikan
    Berdasarkan ExxonMobil (2018) terdapat 2 sumber oil contamination yaitu:
    1. External Source, seperti dirt, dust, particulate matter
    2. Internal Source, seperti mechanical wear yang terdiri dari 4 jenis yaitu: abrasive, fatigue, adhesive, dan erosive. Berikut jenis wear dan efeknya:
    Berdasarkan Ceco (2011) sebagai berikut:
    Metode umum oil analysis ada 2 yaitu: manual particle analysis & automatic optical analysis. Automatic particle counting pada sistem tertutup tidak dianjurkan karena tidak bisa diobservasi oleh user secara real-time dan hasil banyak menemui error yang diakibatkan peralatan (misalnya metode laser light). Sekarang advanced image analysis digunakan untuk particle counting yang menggabungkan beberapa properties seperti quantity, form, edge detail, size, color, ratio dan reflective. Prinsipnya dengan menggabungkan properties tersebut dengan artificial neural network/fuzzy logic/knlowledge based system/advanced image analysis software sehingga dapat menyimpulkan tipe partikel di sampel oli. Photo image terkadang blurry edges dan software analysis menggunakan Laplace Filter untuk mengatasi permasalahan tersebut sehingga foto sharper/faster transition antara background & objek. Tahapan proses kerja teknologi tersebut ada pada metode optical microscope [Ceco, 2011].
    Struktur pori dari filter yang sudah berisi sampel oil umumnya menjadi sumber error karena diambil pada intensitas rendah sehingga dengan adanya Laplace Filter, contaminant particle lebih mudah terlihat karena kontras dibedakan. Teknik ini di peralatan umumnya ada pada tahap pre-processing yaitu set threshold (averaging filter) untuk menekan image noise. Kedua filter (laplace + set threshold) yang sudah diterapkan menjadikan foto menjadi lebih halus dan kontras dengan background sehingga bisa lebih baik untuk dilakukan analisa. Threshold dilakukan secara manual dengan cara memilih minimum antara 2 intensity peak in histogram [Ceco, 2011], seperti ilustrasi berikut:
    Berikut image before-after Laplace Filter:
    Berikut image partikel after thresholding dan labelling object:

    Bentuk (shape) partikel bermacam-macam dan dilakukan penilaian sendiri yaitu form factor seperti berikut:
    Fungsi dari solvent pada oil analysis adalah untuk membersihkan filter dari residu oil dan agar bening tidak berwarna.
    Minimum 10 pixel untuk mendeteksi akurat dimensi partikel dan 5 pixel untuk ukuran partikel kecil <20 µm. Pada percobaan Ceco (2011), pembesaran 200x dan brightness 80% adalah pendeteksian size partikel yang the best. 

    Pada pengujian oil analysis, dibutuhkan filter area minimum 20 mmdan minimum 300 partikel agar analisa benar dan sesuai ISO 4407 [Ceco, 2011].


    Masih terlalu lebar gap antara Inductively Coupled Plasma (ICP) yang merupakan alat uji elemental analysis untuk digunakan di partikel size <2.5 µm dengan optical analysis yang digunakan untuk partikel >4 µm sesuai ISO 4406 [Ceco, 2011].
    Berdasarkan ISO 13322 terdapat 2 metode image particle size analysis yaitu:
    1. Static Image Analysis Methods, menggunakan optical microscope
    2. Dynamic Image Analysis Methods, menggunakan laser light
    ICP atau sering disebut ICP-AES atau ICP-OES digunakan untuk menganalisis unsur secara simultan pada tingkat 1-10 ppb. ICP menggunakan plasma argon yang diinjeksi dengan sampel cairan yang diatomisasi kemudian sampel berionisasi dalam plasma dan ion-ion memancarkan cahaya pada panjang gelombang khas yang berbeda-beda dan kemudian diukur.

    Berdasarkan literatur Azom (2016), berikut data yang bisa disimpulkan:
    • Terdapat 3 teknik particle counting di oil analysis yaitu: direct imaging, laser light blockage, dan pore blockage
    • Macam-macam metode ferrography yaitu AES, XRF, SEM-EDX
    • Alat yang menggunakan AES adalah ICP atau Rotating Disc Electrode (RDE), dengan karakteristik: (i) keterbatasan untuk analisa large particle; (2) pengembangan kelemahan terhadap large particle adalah menggunakan acid digestion + Rotrode Filter Spectroscopy (RFS)
    • XRF bisa digunakan  untuk menguji unsur pada sampel oli. Umumnya metode uji adalah menempatkan sampel oli pada cup dengan volume 1-2 mL sehingga untuk large particle dan representasi kualitas oil secara statistik belum terpenuhi karena volume yang kecil dan keterbatasan focus XRF beam spot
    • SEM adalah teknik pengujian visual dari partikel dengan pembesaran sangat tinggi dan EDX/EDS adalah membaca unsur pada spot partikel. SEM dibandingkan dengan metallurgical microscope ada pada depth of field, dimana SEM lebih besar. SEM-EDX tidak cocok untuk analisa rutin oli karena: (i) preparasi sampel yang sangat banyak; (ii) kasus tertentu harus menambah conductive coating pada sampel untuk meningkatkan resolusi dan sensitifitas alat; (iii) cocok untuk analisa root-cause yang mendalam bukan rutin uji [Azom, 2016]
    Berdasarkan Azom (2019) metode ED-XRF adalah perfect oil analysis karena: (i) highly accurate; (ii) non-destructive; (iii) banyak unsur yang bisa terbaca; (iv) pengujian yang cepat; (v) bisa diterapkan pada fase liquid, solid dan gas; (vi) dapat mendeteksi sampai level ppm range.
    Berdasarkan Kempenaers (2020) dan Xos (2022), XRF adalah metode powerfull analytical kualitatif & kuantitatif dari sampel yang berbentuk solid, liquid, slurry dan powder. Kelemahan XRF adalah: (i) tidak bisa membedakan oxide dan sebagai gantinya adalah menggunakan XRD; (ii) tidak bisa mendeteksi sampai level dibawah ppb range (ppt) sedangkan kelebihannya adalah: (i) cepat; (ii) akurat; (iii) tidak merusak; (iv) membutuhkan sampel sedikit
    Terdapat 2 tipe XRF yaitu: [Xos, 2022]
    1. Energy Dispersive X-Ray Fluorescence (ED-XRF), pemililihan ED-XRF dibandingkan WD-XRF adalah murah, tidak membutuhkan tempat luas, preparasi sampel yang ringan, dan simpel dalam analisa. Kekurangan ED-XRF adalah tidak bisa untuk analisa unsur dibawah Mg seperti Na, F, O, N, C, B, Be, Li) [Franci, 2020]. ED-XRF terbagi menjadi 2 yaitu: benchtop dan handheld/portable [Skyray Instruments, 2022] [Thermofischer, 2022]. Berdasarkan Guerra et al., (2014), benchtop ED-XRF dilengkapi spesial chamber yang didesain untuk beroperasi dibawah udara atmosfer, vakum atau helium sehingga resolusi lebih tinggi untuk membaca light element dibandingkan handheld EDXRF. Tipe handheld EDXRF memiliki benefit seperti: (i) pengoperasian yang simpel; (ii) mudah dibawa ke lapangan; (iii) mudah untuk menganalisa sampel yang berukuran besar, (iv) biaya operasi rendah; (v) waktu dari start on sampai running uji cuma 1 menit dibandingkan benchtop yang lebih lama yaitu minimal 30 menit untuk stabilisasi x-ray tube; (vi) uji sampel yang sangat cepat hanya 1/2x waktu yang dibutuhkan benchtop. Handheld EDXRF memiliki kekurangan yaitu sensitifitas yang rendah pada unsur dengan atom rendah (Si, P, N) karena energi x-ray terserap oleh udara atmosfer.
    2. Wavelength Dispersive X-Ray Fluorescence (WD-XRF), pemilihan WD-XRF dibandingkan ED-XRF adalah bisa menganalisis semua unsur mulai dari nomor atom rendah dan light element. WDXRF kurang akurat untuk sampel berwarna misalnya pigmen dibandingkan EDXRF karena berkaitan dengan metode WDXRF yaitu mapping area dibandingkan metode EDXRF yaitu spot analysis [Franci, 2020]. WDXRF kurang akurat untuk nomor atom besar seperti Rb, Sr, Zr [Franci, 2020]

    Berdasarkan Guerra et al., (2014), berikut kutipan hasil percobaan antara benchtop & handheld EDXRF:
    Terdapat kemiripan hasil uji sampel antara benchtop dan handheld EDXRF untuk unsur yang terbaca seperti P, K, Ca, S, Fe, Mn, Si.

    Karakteristik masing-masing tipe XRF: [Malvernpanalytical, 2022] [Guerra et al., 2014]
    Karakteristik WD-XRF adalah:
    • Resolusi yang tinggi, khususnya nomor atom rendah dibawah Mg, light element (seperti Na, Mg, Si, Al) dan rare earth 
    • Limit deteksi yang rendah, khususnya nomor atom rendah, light element dan rare earth
    • Analisis yang intensif
    • Pengujian banyak
    Karakteristik ED-XRF adalah:
    • Desain kecil dan kompak
    • Pemeliharaan yang sedikit/murah
    • Tidak membutuhkan consumable (water, udara bertekanan atau gas)
    • Konsumsi listrik yang kecil
    • Resolusi yang cukup tinggi
    • Analisis unsur yang simultan
    Resolusi dan range pembacaan element tergantung pada tipe detektor yang digunakan seperti berikut: [Thermofisher, 2015]
    Berdasarkan ASTM D4294 "Standard Test Method for Sulfur in Petroleum and Petroleum Products by Energy-Dispersive X-ray Fluorescence Spestrometry" minimum syarat ED-XRF yaitu:
    • Sumber eksitasi x-ray >2.5 keV
    • X-ray detector, resolusi tidak melebihi 800 eV
    • Sample cell, sample depth minimum 4mm
    • Mampu membaca unsur sulfur (S)
    KESIMPULAN AKHIR SEBAGAI BERIKUT:

    Tools oil analysis ada 3 tipe yaitu:
    1. Kualitatif ---> parameter cleanliness menggunakan tool optical microscope dengan membandingkan image yang tertangkap dengan standard yang disebut "photo comparison". Metode ini digunakan untuk menyederhanakan pengujian dan alat yang dipakai di lapangan bukan di laboratorium. Metode uji ini merupakan tools uji oil contaminant yang tidak ada standard namun banyak digunakan industri, tidak menyajikan real condition, sangat subjektif oleh spesialis dan hanya estimasi dari contamination level (qualitative) belum sampai ke kuantitatif (particle counting) [Leme et al., 2017]
    2. Semi-Kuantitatif ---> parameter cleanliness menggunakan tool particle counter (automatic optical microscope, laser light, dan pore blockage) sedangkan wear elemental belum dilakukan pengujian [US Patent, 1996]
    3. Kuantitatif ----> parameter cleanliness menggunakan tool particle counter (automatic optical microscope, laser light, dan pore blockage) sedangkan wear elemental menggunakan spectrographic/x-ray untuk menghitung %komposisi unsur [US Patent, 1996]
    Metode standard untuk uji contaminant/cleanliness sesuai ISO 4406/4407 adalah particle counter, alat harus open system bukan close system (seperti tools laser light). Microscopic analysis adalah metode paling efektif dalam oil analysis meliputi analisis tipe partikel, jumlah, ukuran dan morfologi partikel [Cleanoilservices, 2022] [Sigmaldrich, 2022]. Morfologi metallic wear debris meliputi shape, texture and color) [Sondhiya and Gupta, 2012].

    Standard yang digunakan untuk oil cleanliness adalah standard ISO 4406 (digunakan untuk material yang sangat kecil) + ISO 4407 (Hydraulic Fluid Power-Fluid Contamination-Determination of Particulate Contamination by the Counting Methods using an Optical Microscope). Gabungan 2 standard (ISO 4406+ISO 4407) menggunakan automatic optical microscope mulai dari filter 2-5 µm untuk menghitung jumlah partikel dan hasilnya disajikan sesuai standard ISO 4406 dengan size class/100 mL [Cleancontrolling, 2022].

    Beberapa teknologi tools yang bisa digunakan untuk uji contaminant/cleanliness dan wear elemental di sampel lubrication oil seperti berikut:
    1. SEM ---> tools yang cara kerjanya mirip optical microscope dan sangat baik digunakan untuk mendeteksi partikel sangat kecil (≤5 µm), harga sangat mahal. SEM + EDX/EDS adalah paket lengkap untuk cek kontaminan dan wear elemental di oil [Sigmaldrich, 2022] [Sondhiya and Gupta, 2012]. SEM adalah teknik pengujian visual dari partikel dengan pembesaran sangat tinggi dan EDX/EDS adalah membaca unsur pada spot partikel. SEM dibandingkan dengan metallurgical microscope ada pada depth of field, dimana SEM lebih besar. SEM-EDX tidak cocok untuk analisa rutin oli karena: (i) preparasi sampel yang sangat banyak; (ii) kasus tertentu harus menambah conductive coating pada sampel untuk meningkatkan resolusi dan sensitifitas alat; (iii) cocok untuk analisa root-cause yang mendalam bukan rutin uji [Azom, 2016]
    2. ICP + AES/OES ---> tools untuk mendeteksi kandungan chemical element pada cairan dan total sekitar 21 unsur yang bisa terbaca (Ag, Al, B, Ba, Ca, Cd, Cr, Cu, Fe, Mg, Mn, Mo, Na, Ni, P, Pb, Si, Sn, Ti, V, Zn) [Thermofisher, 2022]. ICP digunakan untuk uji elemental analysis pada partikel size <2.5 µm [Ceco, 2011]. ICP digunakan untuk menganalisis unsur secara simultan pada tingkat 1-10 ppb (konsentrasi sangat rendah) [ISO 13322]. ICP + AES/OES memiliki keterbatasan untuk analisa large particle [Azom, 2006]
    3. AAS ---> tools yang digunakan untuk mendeteksi logam dengan preparasi yang cukup rumit karena adanya kimia basah [Labsystematic, 2020]
    4. EDXRF atau X-Ray Spectrometry atau XRF ---> merupakan x-ray stand alone system yang familiar digunakan untuk analisis unsur [Sondhiya and Gupta (2012] [US Patent, 1996]. XRF bisa digunakan  untuk menguji unsur pada sampel oli. Umumnya metode uji adalah menempatkan sampel oli pada cup dengan volume 1-2 mL sehingga untuk large particle dan representasi kualitas oil secara statistik belum terpenuhi karena volume yang kecil dan keterbatasan focus XRF beam spot [Azom, 2016]. ED-XRF adalah perfect oil analysis karena: (i) highly accurate; (ii) non-destructive; (iii) banyak unsur yang bisa terbaca; (iv) pengujian yang cepat; (v) bisa diterapkan pada fase liquid, solid dan gas; (vi) dapat mendeteksi sampai level ppm range [Azom, 2019]. XRF adalah metode powerfull analytical kualitatif & kuantitatif dari sampel yang berbentuk solid, liquid, slurry dan powder. Kelemahan XRF adalah: (i) tidak bisa membedakan oxide dan sebagai gantinya adalah menggunakan XRD, (ii) tidak bisa mendeteksi sampai level dibawah ppb range (ppt) [Kempenaers, 2020] [Thermofisher, 2022]
    5. Optical Microscope atau Filtergram Microscopy Analysis atau Static Image Analysis (ISO 13322) ---> metode colour merupakan jalan satu-satunya cara menentukan komposisi partikel yang tidak semahal SEM dan kombinasi optical microscope + ICP spectrometer digunakan untuk identifikasi komposisi partikel [Cleanoilservices, 2022]. Gabungan 2 tools yaitu spectrographic & filtergram microscopy analysis adalah excellent diagnosis tool & superior untuk mendeteksi serious malfunction in oil [US Patent, 1996]. Automatic particle counting pada sistem tertutup tidak dianjurkan karena tidak bisa diobservasi oleh user secara real-time dan hasil banyak menemui error yang diakibatkan peralatan (misalnya metode laser light atau dynamic image analysis). Sekarang advanced image analysis digunakan untuk particle counting yang menggabungkan beberapa properties seperti quantity, form, edge detail, size, color, ratio dan reflective. Prinsipnya dengan menggabungkan properties tersebut dengan artificial neural network/fuzzy logic/knlowledge based system/advanced image analysis software sehingga dapat menyimpulkan tipe partikel di sampel oli. Photo image terkadang blurry edges dan software analysis menggunakan Laplace Filter untuk mengatasi permasalahan tersebut sehingga foto sharper/faster transition antara background & objek. Tahapan proses tersebut ada pada metode optical microscope [Ceco, 2011]. Optical microscope digunakan untuk uji partikel >4 µm sesuai ISO 4406 [Ceco, 2011]. Dibutuhkan filter area minimum 20 mmdan minimum 300 partikel agar analisa benar dan sesuai ISO 4407 [Ceco, 2011]. Metode ini bisa untuk mengukur partikel ≥2 µm tetapi resolusi dan akurasi hasil tergantung pada optical system yang digunakan dan kemampuan operator [ISO 4407] [Oilsafe, 2022]
    Salah satu tools particle counter yang ekonomis yang mengandalkan coloring (light scattering) dengan threshold dari masing-masing user untuk judgment awal yang bisa membedakan antara partikel dengan background. Hal tersebut dari beberapa jurnal dan ilmuwan menganggap bisa sebagai suatu kelemahan atau kelebihan berikut detailnya:
    Threshold by user dianggap KELEMAHAN karena:
    • Setiap user akan berbeda dalam memberikan intrepretasi karena membutuhkan analis yang kompeten agar image contrast antara particle dan background dilakukan threshold yang tepat [Sigmaldrich, 2022]
    Threshold by user dianggap KELEBIHAN karena:
    • Untuk peningkatan hasil yang lebih reliable maka digunakan automatic optical particle counter dengan masih melibatkan judgment user untuk menghindari ketidaksengajaan error alat dan judgment tersebut ada 3 tahap yaitu: (i) image acquisition; (ii) basic processing; (iii) decision for use or not of the extracted features [Leme et al., 2017]
    • Image from microscope ditampilkan ke user dan kemudian diteruskan ke ImageJ untuk threshold yang kemudian automatic counter by software. Pada kasus tertentu, external illumination tidak konsisten atau poor contrast antara partikel dengan background. Pada kasus tersebut maka dengan adanya threshold oleh user manual diharapkan kekurangan alat bisa terselesaikan [Leme et al., 2017]
    • Struktur pori dari filter yang sudah berisi sampel oil umumnya menjadi sumber error karena diambil pada intensitas rendah sehingga dengan adanya Laplace Filter, contaminant particle lebih mudah terlihat karena kontras dibedakan. Teknik ini di peralatan umumnya ada pada tahap pre-processing yaitu set threshold (averaging filter) untuk menekan image noise. Kedua filter (laplace + set threshold) diterapkan maka foto menjadi lebih halus dan kontras dengan background sehingga bisa lebih baik untuk dilakukan analisa. Threshold dilakukan secara manual dengan cara memilih minimum antara 2 intensity peak in histogram [Ceco, 2011]. Percobaan Ceco (2011), didapatkan pembesaran 200x dan brightness 80% adalah pendeteksian size partikel yang the best sehingga disini disimpulkan pentingnya set threshold oleh user karena brigthness 100% tidak memberikan image contrast yang terbaik melainkan hanya 80% saja

     Kelebihan tools dengan automation optical microscope with particle counter adalah: [Olympus-IMS, 2022] [Sigmaldrich, 2022]

    • Reduce user error due to operator fatigue
    • Increase throughput
    • Reproducible imaging condition with image quality
    • Excellent repeatability
    • Reproducible positioning
    • Integrated callibration
    • Reduce time process
    • Cut down on handling error
    • Minimize user interaction
    • Analyze sample in real time both refelctive & non-reflective particle ranging from 2.5 µm-42 mm
    • Exact counting particle and live image, there is no-extrapolation because extrapolation from sample can lead to a bad particle count 
    • Patented illumination system automatically to detect reflective & non-reflective particle in single scan, saving time, no-user adjustment
    • Complient to international standard ISO 4406, ISO 4407, NAS 1638, DIN 51455, SAE AS4059
    • Bisa digunakan untuk menentukan distribusi ukuran partikel
    • Mudah dalam mendeteksi perbedaan partikel ukuran besar atau fiber
    • Increased speed analysis
    Kutip ARTIKEL ini Sebagai REFERENSI (CITATION):
    Feriyanto, Y.E. (2022). Pemilihan Tools Oil Analysis (Cleanliness/Contaminant/Wear Debris/Elemental). www.caesarvery.com. Surabaya

    Referensi:

    [1] Feriyanto, Y.E.(2022). Kontaminan di Oli Pelumas (Oil Tribology/Lubricating Contaminant dan Standard Nilainya. www.caesarvery.com

    [2] www.thermofisher.com

    [3] Cleanoilservices.com

    [4] www.cleancontrolling.com

    [5] www.olympus-ims.com

    [6] www.oilsafe.it

    [7] Azom, 2006. Comparison of Wear and Contaminant Particle Analysis Techniques in an Engine Test Cell Run to Failure. Sponsored by AMETEC Spectro Scientific. www.azom.com

    [8] www.sigmaldrich.com

    [9] www.dynatech-int.com

    [10] Sondhiya, O. P., and Gupta, A. K. (2012). Wear Debris Analysis of Automotive Engine Lubricating Oil Using by Ferrography. J. of Engineering and Innovative Technology, Vol. 2., Issue 5

    [11] US Patent. (1996). Method of Measurement of Abnormal Wear Debris and Particulate Contamination in Machine Component by Oil Analysis. US005586161A

    [12] Xu, R. (2014). Light Scattering: A Review of Particle Characterization Applications. J. of Review Particuology

    [13] Leme, B. C. C., Almeida, L. F., Bizarria, J. W. P., Soares, A. M. S., and Ramos, M. A. C. (2017). Development of a Low-Cost Tool for Semi-Automatic Classification and Counting of Particles in Industrial Oils. J. of IEEE Standard

    [14] ExxonMobil. (2018). How to Ensure Proper Oil Cleanliness in Lubrication Systems

    [15] Ceco, E. (2011). Image Analysis in the Field of Oil Contamination Monitoring. Journal Thesis, Linkoping University Institute of Technology

    [16] Kempenaers, L. (2020). The Basics of Elemental Analysis with XRF. Malvern-Panalytical a Spectris Company. www.material-talks.com

    [17] www.xos.com

    [18] www.labsystematic.com

    [19] www.studylib.net

    [20] www.malvernpanalytical.com

    [21] Guerra, M. B., Almeida, E., Carvalho, A. (2014). Comparison of Analytical Performance of Benchtop and Handheld EDXRF Systems for the Direct Analysis of Plant Materials. J. of Anal. at. Soectrom., Vol., 29, pp.1667

    [22] Franci, G. S. (2020). Handheld X-ray Fluorescence (XRF) vs WDXRF. University Surface Science and Technology Center, Istanbul-Turkey