Trending Topik

Proses Pembentukan Gas-Gas Terlarut di Minyak Trafo

Diposting oleh On Thursday, May 02, 2019

Gas terlarut (dissolved gas) di minyak trafo terdiri dari beberapa macam senyawa seperti gas hidrokarbon (C-H) yaitu senyawa yang tersusun atas ikatan -C dan -H dengan pembagian terdiri dari 3 jenis yaitu alkana (ikatan rantai 1), alkena (ikatan rantai 2) dan alkuna (ikatan rantai 3). Selain itu juga terdapat gas CO dan CO2 sebagai akibat dari degradasi selulosa.
Pada rantai hidrokarbon, semakin tinggi rantai maka semakin tinggi pula energi untuk melepaskannya. Minyak trafo mengandung berbagai macam gas hidrokarbon jika didalam operasinya terdapat kontaminan atau pola operasi yang kurang tepat atau memang sudah pada life time pemakaiannya.
Didalam trafo terdapat 2 isolasi yaitu padat (isolasi kertas/selulosa) dan cair (minyak). Fungsi dari isolasi adalah menjadi penghalang percikan listrik/tegangan ketika terjadi kebocoran ketika trafo beroperasi sehingga fungsi kedua isolasi tersebut cukup vital.

Sumber Gambar : www.wikipedia.org

 
  • Selulosa (C6H10O5)n
Nama lain selulosa adalah serat atau glukosa nabati dan pada trafo berbentuk lembaran kertas yang digulung pada komponen didalam trafo. Struktur molekul selulosa adalah (C6H10O5)n dengan kandungan unsur dominan jika selulosa ter-degradasi adalah C, H dan O. Jika -C bertemu -H maka akan terbentuk gas hidrokarbon tentunya pembentukan disertai temperatur yang mendukung untuk prosesnya dan jika -C bertemu -O maka akan terbentuk gas CO dan CO2 sedangkan jika -H bertemu dengan -O maka bisa terbentuk H2O.
  • Metana (CH4)
Bisa terbentuk sesuai reaksi :
CO2  + 8 H+ ---> CH4 + 2 H2O (terbentuk pada kira-kira temperatur 150 oC). Pada minyak trafo kondisi tersebut bisa disebabkan oleh unsur hasil degradasi selulosa dan kondisi operasi asam.
  • Etana (C2H6)
Bisa terbentuk dengan sistem elektrolisis garam asetat, dimana asetat di-oksidasi untuk menghasilkan karbon dioksida dan radikal metil, sesuai reaksi :
CH3COO- ---> CH3 + CO2
2 CH3 ---> C2H6
Terbentuk dari uraian metana dengan bantuan panas dengan panjang gelombang tertentu seperti fotokimia, sesuai reaksi :
CH4 ---> CH3 + H
2 CH3 ---> C2H6
Kondisi diatas bisa disebabkan karena keberadaan zat kimia asam yang didukung dengan adanya percikan listrik di minyak trafo sehingga mendukung terjadinya elektrolisis. Etana rata-rata terbentuk pada temperatur 250 oC.

  • Etena/Etilen (C2H4)
Terbentuk dari reaksi berikut :
4 CO2 + 2 H2O --->2  C2H2 + 5 O2
Keberadaan senyawa akibat degradasi selulosa dan air yang didukung pada kondisi operasi pada rata-rata temperatur 350 oC.
  • Etuna/Asetilen (C2H2)
Terbentuk dari reaksi batu kapur dan arang sehingga menghasilkan calsium carbida kemudian direaksikan dengan air membentuk gas asetilen
CaO + 3 C ---> CaC2 + CO
CaC2 + 2 H2O ---> Ca(OH)2 + C2H2
Rata-rata proses terbentuknya pada temperatur 500-700 oC.
  • Karbonmonoksida (CO) dan Karbondioksida (CO2)
Terbentuk dari hasil degradasi selulosa, karena setiap bahan organik jika terurai pasti menghasilkan unsur -C, -H, -O, -N dan -S. Keberadaan gas tersebut umumnya disertai dengan peningkatan kandungan air di minyak trafo.

Kutip Artikel ini sebagai Referensi (Citation):
Feriyanto, Y.E. (2019). Proses Pembentukan Gas-Gas Terlarut di Minyak Trafo, Best Practice Experience in Power Plant. www.caesarvery.com. Surabaya

Referensi
[1] Feriyanto, Y.E. (2015). Best Practice Experience in Power Plant. Surabaya

Ingin Konsultasi dengan Tim Expert Website, Silakan Hubungi KLIK

Proses Perkembangan Sistem Permodalan Dari Dulu Sampai Sekarang

Diposting oleh On Thursday, April 25, 2019

Saham yang diperdagangkan di pasar modal memiliki history yang cukup panjang, dimana evolusi tahap demi tahap berlangsung dalam waktu yang lama. Berikut dijelaskan detailnya :
  • Barter
Jaman dahulu setiap orang yang menginginkan benda harus menukar dengan benda lain kepada orang yang sama-sama membutuhkan di tempat yang telah disepakati. Jelas sistem seperti ini kurang efektif karena nilai benda dianggap sama antara satu dengan yang lain.
  • Membeli dengan Emas sebagai Alat Tukar
Setiap orang yang ingin membeli sesuatu harus mempunyai emas murni dalam transaksinya, sehingga setiap orang mulai memburu emas sebagai alat pembayaran. Dari sistem ini mulai ada penjual dan pembeli emas yang didalamnya terdapat transaksi/pertukaran barang komoditi. Pada masa ini, rawan sekali adanya pencurian emas, karena setiap orang harus membawa benda padatan emas setiap bepergian. Sistem ini sudah mulai berkembang cukup bagus dalam hal transaksi namun kurang dalam hal keamanan harta benda.
  • Surat Kepemilikan Emas Sebagai Alat Tukar
Pada masa selanjutnya untuk menghindari pencurian emas maka dibuatkan sistem pengepul dan penjaga emas seperti save deposit bank jaman sekarang. Setiap orang yang memiliki emas bisa menitipkan barang ke penjaga emas (bank kuno) dan mendapatkan surat kepemilikan. Surat tersebut bisa digunakan untuk jual-beli benda yang diinginkan di pasar dan bisa dipindah tangankan antara orang satu dengan yang lainnya. Pada masa itu sistem sudah berkembang lebih bagus lagi dan itulah awal mula sejarah terbentuknya uang sebagai alat tukar dan bank dibangun. Kelemahan sistem tersebut adalah nilai emas masih dirasa cukup tinggi jika digunakan untuk membeli benda yang dinilai cukup murah karena nominal emas tidak bisa dipecah ke pecahan kecil, sehingga masih kurang efektif jika digunakan untuk transaksi jual-beli.

BACA JUGA : Kemanakah Uang yang Ditabung Nasabah di Bank
  • Terbentuknya Uang dan Sistem Perbankan
Surat kepemilikan emas dikeluarkan oleh lembaga perbankan pemerintah yang bertindak sebagai pengatur regulasi perekonomian. Sistem pemecahan nominal surat kepemilikan menjadi tugas bank pemerintah sehingga orang yang memegang bisa menggunakan surat tersebut untuk transaksi jual-beli. Surat tersebut yang dinamakan uang dan bank pemerintah yang berkuasa adalah bank indonesia. Kelebihan pada masa itu adalah nominal kepemilikan harta benda sudah terpecah ke pecahan kecil namun juga masih memiliki kelemahan yaitu apakah bank yang mencetak uang benar-benar menukarkan nilai emas dengan nominal yang tertulis di mata uang, karena jika hanya sekadar mencetak uang tanpa ada emas yang disimpan maka nominal uang tidak akan menjadi nilai jika sewaktu-waktu terjadi permintaan pengembalian harta benda oleh pemilik.
  • Terbentuknya Surat Hutang dan Surat Kepemilikan Modal (Saham)
Orang yang memegang uang banyak tentu bisa memutar untuk investasi ke bisnis lain namun di sisi lain orang yang kekurangan uang juga bisa meminjam dari orang yang memiliki uang banyak. Dari sini maka timbul hutang-piutang dengan perjanjian kedua belah pihak. Dalam isi perjanjian tersebut, si peminjam uang dikenakan uang tambahan sebagai imbal hasil atas perputaran usaha dan muncul istilah bunga bank. Pemerintah selaku pengatur regulasi menjembatani agar sistem hutang-piutang dilakukan transparan antara kedua belah pihak sehingga mucul surat hutang (obligasi) dengan bunga atau return yang sudah disepakati diawal yang disebut dengan kupon. Pemilik modal akan mendapatkan surat hutang dan berhak mendapatkan kupon pada waktu yang sudah tertulis di perjanjian. Di sisi lain, bunga atau return yang didapatkan oleh pemilik modal tidak disepakati diawal, namun pemilik modal mendapat porsi istimewa yaitu memiliki persen kepemilikan perusahaan sehingga untung dan rugi bisnis perusahaan menjadi tanggung jawab bersama dan inilah awal proses perkembangan saham. Penawaran saham dilakukan di pasar modal dengan kebijakan penjualan dan pembelian ada ditangan masing-masing pemilik modal karena resiko sudah dijelaskan di awal dengan laporan keuangan dan bisnis perusahaan yang sudah dilaporkan secara transparan.

BACA JUGA : Apakah Obligasi itu ??

  • Terbentuknya Inflasi dan Penurunan Value Nominal Mata Uang
Karena permintaan dan penawaran terhadap modal terus menerus terjadi dimana setiap kegiatan tersebut terdapat selisih nominal uang (bunga, return, kupon, deviden) maka terjadi gejolak peningkatan atau penurunan modal tergantung jumlah permintaan dan penawaran. Aktivitas tersebut dipengaruhi oleh daya beli seseorang seperti lebih/tidaknya uang, banyak/sedikitnya konsumsi barang dll sehingga dengan adanya hal tersebut modal menjadi lesu atau bahkan bergairah. Jika lesu berarti perkonomian sedang mengalami inflasi sehingga berefek pada kurang lakunya nominal mata uang dan karena itu supaya meningkat maka value mata uang turun (nominal menjadi lebih banyak) untuk bisa digunakan untuk membli barang dengan harga yang sama.

Referensi: 

[1] Pengalaman Pribadi pada Tema Terkaitwww.caesarvery.com

Analisa Tegangan Tembus/Breakdown Voltage (BDV) Test di Minyak Trafo

Diposting oleh On Tuesday, April 16, 2019

Tegangan Tembus (Breakdown Voltage Test-BDV) adalah salah satu uji predictive maintenance yang dilakukan pada minyak isolasi (minyak trafo) selain uji dissolved gas analyzer (DGA) dan uji furan. Tujuan uji ini adalah untuk mengetahui kemampuan isolasi minyak terhadap tegangan yang diberikan, jika nilai BDV tinggi bisa disimpulkan bahwa minyak trafo dalam kondisi yang masih baik dan begitu juga sebaliknya. Karena dengan nilai BDV tinggi berarti minyak trafo tidak mudah ditembus tegangan listrik (isolasi masih bagus).
Mengapa uji BDV pada minyak trafo penting ?? karena dengan mengetahui nilai BDV minyak trafo maka bisa digunakan untuk judge kemampuan isolasi minyak ketika terjadi tegangan tembus atau percikan listrik di trafo. Ketika nilai BDV muncul maka dengan hasil dari uji DGA bisa disimpulkan apakah minyak trafo benar-benar sudah menurun kualitasnya.


Bagaimana menghubungkan antara hasil uji BDV dengan uji DGA ??
BDV test menghasilkan rata-rata voltage untuk bisa menembus isolasi minyak trafo sedangkan DGA test menghasilkan gas-gas terlarut. Antara keduanya terdapat hubungan sebab-akibat, dimana jika BDV menghasilkan nilai voltage yang rendah maka bisa dipastikan isolasi minyak trafo bisa dengan mudah ditembus tegangan listrik dan kondisi ini berarti jika terdapat percikan listrik di trafo maka akan mudah menyebabkan degradasi oli dan sebagai akibat dari menurunnya sifat isolasi minyak maka mengandung gas-gas terlarut di minyak trafo (alkana, alkena dan alkuna). 

Jenis-Jenis Isolasi Minyak Trafo adalah:
  1. Mineral oil ---> paling umum digunakan dan sudah dipakai dari jaman dahulu, minyak ini berasal dari hasil refinery crude oil. Paling peka terhadap kehadiran moisture bahkan dengan kandungan kecil moisture saja bisa langsung menurunkan nilai BDV
  2. High Molecular Weight Hydrocarbon Fluid (HMWH) ---> kurang flammable dan paling banyak direkomendasikan
  3. Silicone fluid ---> sangat mudah terpengaruh oleh kehadiran kecil moisture dan dengan cepat bisa menurunkan nilai BDV
  4. Synthetic ester fluid ---> sifat minyak ini kebalikan dari semua tipe minyak yang ada, dimana dengan kehadiran moisture malah membuat kestabilan nilai BDV sehingga oli tipe ini memiliki life time yang lebih panjang
  5. Natural ester (vegetable oil) fluid ---> kurang flammable dan paling banyak direkomendasikan
Batasan Tegangan Tembus (Breakdown Voltage-BDV) sebagai berikut :


Prinsip pengujian BDV adalah menggunakan mean dan standar deviasi, dimana dilakukan uji tegangan tembus beberapa kali kemudian dibuatkan rata-rata dan dari kesimpulan tersebut ditampilkan standar deviasi-nya. Untuk lebih detail penjelasan standar deviasi bisa dilihat di: Pengaruh Standar Deviasi terhadap Mean
 
Kutip Artikel ini sebagai Referensi (Citation):
Feriyanto, Y.E. (2019). Analisa Tegangan Tembus/Breakdown Voltage (BDV) Test di Minyak Trafo, Best Practice Experience in Power Planwww.caesarvery.com. Surabaya

Referensi
[1] Feriyanto, Y.E. (2019). Best Practice Experience in Power Plant. Surabaya

Ingin Konsultasi dengan Tim Expert Website, Silakan Hubungi KLIK

Sistem Preservasi Tube Boiler PLTU (Wet & Dry Preservation)

Diposting oleh On Monday, April 08, 2019

Preservasi adalah menjaga kondisi peralatan agar tetap optimal tanpa ada kerusakan yang signifikan baik ketika runnning maupun shutdown. Pengoptimalan ini umumnya menjaga equipment dari reaksi korosi yang bisa disebabkan karena keberadaan oksigen. Istilah di PLTU yang umum dipakai untuk perlindungan peralatan adalah ketika running (pasifasi) dan shutdown (preservasi). Salah satu preservasi yang umum dilakukan di PLTU adalah preservasi boiler ketika shutdown. Terdapat langkah-langkah yang harus dilakukan selama persiapan preservasi boiler baik mechanical maupun chemical. Berikut poin-poin yang menjadi perhatian khusus:

  • Shutdown Jangka Pendek (<72 jam atau <3 hari)
Boiler water umumnya masih dalam keadaan panas dan hanya membutuhkan shutdown pendek kemudian lanjut running kembali sehingga pada kondisi ini air tidak perlu di-drain namun memerlukan chemical treatment khusus untuk menggantikan chemical injection continuous ketika unit PLTU running. Parameter kualitas air tetap dijaga sesuai standar dengan parameter yang sama ketika unit running seperti pH, silica, hydrazine dan phospate. Terdapat beberapa tambahan treatment khusus yaitu injeksi seperti hydrazine, phospate dan ammonia dibuat pekat. Persiapan tersebut untuk mempercepat kenaikan pH ketika terjadi drop. Kualitas air dijaga sesuai parameter tersebut karena jika pH drop maka laju korosi air boiler dengan material tube akan semakin tinggi. Ketika unit sudah siap running maka kondisi air boiler ini siap digunakan langsung tanpa harus di-drain.
Berdasarkan handbook of water treatment (Kurita, 1999) berikut datanya:
  • Preservasi Menggunakan Hydrazine
  • Preservasi Menggunakan Sodium Sulfite
  • Preservasi Menggunakan Saccharide


  • Shutdown Jangka Panjang (>72 jam atau >3 hari)
Boiler water dilakukan drain total dan terdapat 2 cara yang bisa dilakukan yaitu wet lay up dan dry lay up. Wet lay up adalah preservasi yang dilakukan dengan kondisi basah seperti pemakaian chemical di air boiler untuk mempertahankan kualitas air selama masa shutdown sedangkan dry lay up adalah preservasi dengan kondisi kering yaitu dengan penggunaan gas yang tidak mudah bereaksi (umumnya nitrogen) atau uap kering (dehumidified air). Berikut detail lengkapnya: [Kurita, 1999]
  • Wet Preservation (Perlindungan Basah)
Alasan penggunaan tipe preservasi yang dipertimbangkan misalnya untuk wet preservation karena: [Kurita, 1999]
  1. Menginginkan cepat restart-up kembali
  2. Alasan sistem close blowdown tidak sempurna khawatir losses water 
Berdasarkan handbook of water treatment [Kurita, 1999] chemical yang umum digunakan adalah:
  1. Hydrazine
  2. Nitrite based
  3. Organic acid (carboxylate based), umumnya digunakan untuk PLTU yang difasilitas medis karena tidak toxic
Parameter yang dikontrol adalah: [Kurita, 1999]
  1. pH, untuk hydrazine dijaga pH >9, nitrite based pH>7 dan  organic acid pH>11.5
  2. Konsentrasi kimia, untuk hydrazine menggunakan air demin umunya dijaga 100 ppm (N2H4), nitrite based 100 ppm (NO2-) dan organic acid >5000 ppm sebagai produk
  3. Total iron, dijaga sampai tidak ada kenaikan lagi yang berarti pada semua sistem sudah sama kualitasnya
  • Dry Preservation (Perlindungan Kering)
Cara melakukan dry preservation adalah melakukan blowdown boiler water ketika temperatur sudah turun mencapai 90-95 oC

Terdapat 2 macam tipe dry preservation:  [Kurita, 1999]
  1. Dessicant, seperti: quicklime, silica gel, activated alumina, calcium chloride, zeolite. Dessicant digunakan untuk meng-absorb moisture water yang bisa menyebabkan reaksi korosi oksida
  2. Nitrogen gas (N2), ini digunakan untuk menggantikan boiler water ketika di blowdown. Diinjeksikan sebelum tekanan boiler mencapai 1 atm (atmosfer). Pressure gas N2 di boiler dijaga pada 0.5 kgf/cmdan gas N2 diinjeksikan kembali ketika turun sampai 0.3 kgf/cm2.

Pertimbangan dry preservation karena: [Kurita, 1999]
  1. Dikhawatirkan terjadi pembekuan pada boiler
  2. Bertujuan untuk perlindungan jangka panjang

Masing-masing sistem preservasi memiliki kelebihan dan kekurangan sebagai berikut: [Feriyanto, 2019]
Kelebihan Wet Lay-Up (Chemical Treatment):
  • Dalam operasinya tidak membutuhkan perhatian terhadap tingkat kelembaban
  • Mudah dilakukan dan dicek kualitasnya karena mirip dengan pengamatan kualitas air ketika unit running 
  • Kebocoran lebih mudah terdeteksi
  • Larutan bisa digunakan kembali
  • Seluruh tube (superheater, reheater maupun economizer) bisa ter-preservasi dengan baik
Kekurangan Wet Lay-Up Chemical Treatment):
  • Membutuhkan air demin yang cukup banyak
  • Memerlukan monitoring parameter kualitas air yang cukup banyak dengan frekuensi yang pendek
  • Penggunaan zat kimia harus benar seperti material tube dari tembaga (Cu) tidak boleh diinjeksikan ammonia 
  • Penggunaan hydrazine bisa menyebabkan karsinogenik 
  • Memerlukan sirkulasi yang terus-menerus
  • Menghasilkan limbah ketika di-drain
Kelebihan Dry Lay-Up (Nitrogen Treatment):
  • Sistem bisa dikombinasi dengan penggunaan air boiler (chemical treatment)
  • Penggunaan tidak harus benar-benar kering
Kekurangan Dry Lay-Up (Nitrogen Treatment) :
  • Nitrogen bisa cukup berbahaya bagi operator selama proses treatment 
  • Jika sistem di-drain maka nitrogen bisa terbuang
Kelebihan Dry Lay-Up (Dehumidified Air Treatment):
  • Mudah dimonitoring
  • Tidak ada resiko yang signifikan bagi operator
  • Udara kering (dehumidified air) mudah didapatkan
  • Perawatan peralatan mudah
Kekurangan Dry Lay-Up (Dehumidified Air Treatment):
  • Membutuhkan sealing yang rapat
  • Bisa menghasilkan sedimen jika kondisi higroskopis 
  • Sistem harus benar-benar kering
  • Memerlukan peralatan dryer dan blower
Berdasarkan "EPRI Boiler Tube Failure":

Kutip Artikel ini sebagai Referensi (Citation):
Feriyanto, Y.E. (2019). Sistem Preservasi Tube Boiler PLTU, Best Practice Experience in Power Plantwww.caesarvery.com. Surabaya

Referensi
[1] Feriyanto, Y.E. (2019). Best Practice Experience in Power Plant. Surabaya
[2] Kurita. (1999). Handbook of Water Treatment, Second Edition. Japan

Ingin Konsultasi dengan Tim Expert Website, Silakan Hubungi KLIK