Trending Topik

Uji Pengaruh Proses dan Kondisi Operasi pada Koagulan-Flokulan di Sedimentation Pond Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)

Diposting oleh On Monday, April 20, 2020

Uji Pengaruh Proses dan Kondisi Operasi pada Koagulan-Flokulan di Sedimentation Pond Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)
Yuni Eko Feriyanto
YE_Feriyanto@yahoo.com; YE.Feriyanto@gmail.com
Thesis Magister Manajemen Teknologi Industri, ITS-Surabaya
Abstrak. Serangkaian proses pengolahan air di PLTU meliputi beberapa sistem yaitu pre-treatment, desalination dan demineralization. Pada tahap pre-treatment water system terdapat proses pengendapan lumpur yang dibantu dengan zat kimia koagulan-flokulan dan prosesnya dikenal dengan istilah koagulasi-flokulasi. Terdapat beberapa masalah di pengolahan air PLTU yaitu sering tersumbatnya membrane RO. Penyumbatan tersebut menyebabkan seringnya chemical cleaning membrane dan jika terjadi terus-menerus maka degradasi membrane tidak dapat dihindarkan dan menyebabkan kejebolan sehingga harus dilakukan penggantian. Akar penyebab masalah setelah diteliti lebih lanjut adalah banyaknya suspended solid/lumpur yang terikut sehingga bisa dipastikan kinerja sedimentation pond dalam mengendapkan lumpur belum optimal. Teknik jar test dilakukan untuk simulasi scale-down proses dan kondisi operasi koagulasi-flokulasi dengan menggunakan beberapa variabel seperti %dosis (D), residence time (R) dan agitator speed (A). Parameter terukur yang umum dilakukan di PLTU untuk mengukur keefektifan kinerja sedimentation pond adalah turbidity dan TSS. Hasil ar test berupa data kombinasi variabel alternatif yang diukur parameter sebelum dan sesudah penambahan koagulan-flokulan kemudian hasil tersebut dilakukan pengolahan data dan seleksi alternatif. Hasil seleksi dilakukan perangkingan dan didapatkan variabel alternatif dengan urutan rangking-1 yaitu D40R20A80 kemudian rangking-2 yaitu D60R30A80. Berdasarkan hasil tersebut didapatkan data bahwa variabel yang berpengaruh signifikan adalah kondisi operasi dibandingkan proses reaksi sehingga usulan yang tepat untuk permasalahan pengendapan lumpur di PLTU Kepulauan Bangka Belitung adalah evaluasi titik injeksi koagulan-flokulan, evaluasi sekat underflow-upper flow dan jika tidak bisa dilakukan maka cukup dilakukan penambahan filter kassa pada outlet lamella filter. Ketika proses sedimentasi sudah optimal maka akan sangat berpengaruh terhadap kinerja membrane RO sehingga berdampak pada penurunan biaya pokok produksi dan kehandalan unit PLTU.
1. Pendahuluan
Sedimentation pond didesain agar secara alami fluida yang mengandung lumpur /suspended solid terendapkan secara alami dengan bantuan gaya gravitasi. Proses pengendapan di sedimentation pond sering ditemui kurang optimal yang ditandai dengan masih tingginya parameter kekeruhan (turbidity) dan Total Dissolved Solid (TSS). Ketika sedimentation pond secara physical-mechanical belum mampu menurunkan lumpur maka teknik lain yang disarankan adalah dengan menambahkan bantuan chemical yaitu koagulan-flokulan, dimana koagulan berfungsi mengikat ion-ion di fluida agar mengumpul membentuk butiran lumpur halus (floc) sehingga massa meningkat dan terendapkan secara alami karena gaya gravitasi (Engelhardt, 2014). Ketika penambahan koagulan belum mampu menurunkan lumpur secara signifikan maka ditambahkan flokulan yang berfungsi menambah massa floc (butiran-butiran halus lumpur) (Blake, 1975).
Menurut Culp (1974), partikel koloid mempunyai ukuran yang sangat kecil yaitu antara 1 milimikron sampai 1 mikron serta memiliki sifat muatan listrik negatif sejenis sehingga membentuk suatu keadaan stabil yang saling tolak-menolak satu sama lain. Kondisi seperti itu menyebabkan antara partikel terjadi ikatan tolak-menolak sehingga sulit dalam penggabungan partikel untuk membentuk floc. Penambahan elektrolit muatan positif yang berasal dari zat koagulan diperlukan untuk stabilisasi sistem koloid sehingga terjadi gaya tarik-menarik dan massa menjadi lebih besar akhirnya secara gravitasi mengendap di dasar sedimentation pond.
Boughou et al. (2016) menggunakan parameter TSS, temperatur, pH, turbidity, conductivity, BOD dan COD untuk mengukur keefektifan penggunaan koagulan FeCl3 yang digunakan pada sampel air limbah pemukiman. Daud et al. (2015) menggunakan parameter COD, TSS, warna, minyak dan pH untuk mengukur keefektifan koagulasi-flokulasi pada limbah biodiesel. Beltran et al. (2009) menggunakan parameter COD, turbidity, pH, conductivity, warna, TSS dan biaya untuk mengukur kualitas air limbah sesudah dilakukan penambahan beberapa jenis koagulan.
Berdasarkan pada beberapa penelitian terdahulu dan sesuai dengan yang dilakukan di unit Pembangkit Listrik Tehaga Uap (PLTU) maka parameter yang digunakan untuk evaluasi sedimentation pond adalah turbidity dan TSS. Penelitian ini mengambil objek pengolahan air umpan di PLTU Kepulauan Bangka-Belitung dengan umpan yang berasal dari air laut. Berikut disajikan data pengukuran kualitas air umpan sebelum masuk ke sedimentation pond.
Berdasarkan Tabel 1 didapatkan data bahwa baik musim kemarau dan hujan nilai turbidity dan TSS diatas standar dengan nilai normalnya adalah turbidity <5 NTU dan TSS <10 mg/L. Sedimentation pond masih membutuhkan bantuan chemical yaitu koagulan-flokulan untuk membantu pengendapan dan sudah menjadi kebiasaan operasional di PLTU ketika kualitas air outlet sedimentation pond masih tinggi maka langkah awal yang dilakukan adalah menambah dosis koagulan-flokulan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Daud et al. (2015) dinyatakan bahwa dosis yang terlalu rendah atau terlalu tinggi akan menurunkan kinerja koagulasi-flokulasi dan membutuhkan dosis yang optimum untuk penggunaan yang efektif yaitu ditandai dengan tidak bertambahnya efisiensi secara signifikan ketika penambahan dosis. Pernyataan tersebut selaras dengan kondisi yang terjadi di sedimentation pond yaitu ketika injeksi koagulan-flokulan berlebih maka akan timbul hamburan lumpur seperti lapisan film yang melayang-layang berwarna keputihan. Berdasarkan hal tersebut, pada penelitian ini dilakukan uji jar test dengan beberapa variabel sehingga bisa diperoleh yaitu: (i) efek pengaruh proses seperti pemberian dosis; dan (ii) efek kondisi operasi seperti residence time dan agitator velocity pada keoptimalan koagulasi-flokulasi.
Struktur pembiayaan operasional PLTU ada dua yaitu: (1) biaya operasi meliputi: pengolahan air dan pengelolaan uap; (2) biaya pemeliharaan meliputi: corrective maintenance, predictive maintenance dan preventive maintenance. Obyek penelitian ini ada pada struktur biaya operasi yaitu biaya pengolahan air dengan breakdown-nya seperti: penggantian membrane RO, konsumsi chemical cleaning membrane RO, dan konsumsi koagulan-flokulan. Tingginya biaya operasional berdampak pada peningkatan biaya pokok produksi sehingga harus segera dilakukan tindakan penanganan masalah yang menjadi penyebab utama.
History kejadian di PLTU Kepulauan Bangka-Belitung adalah sering terjadi penyumbatan membrane RO sehingga periode chemical cleaning menjadi lebih pendek dan mengharuskan banyak membrane RO untuk dilakukan penggantian. Kejadian seperti itu jika terjadi berulang-ulang dalam waktu yang relatif berdekatan maka apabila terjadi gangguan pada satu peralatan maka berdampak pada peralatan lain karena sistem kerja peralatan Water Treatment Plant (WTP) adalah seri. Dampak yang bisa ditimbulkan adalah menurunnya kehandalan WTP system sehingga stok air turun dan defisit air untuk produksi unit PLTU. Kejadian seperti itu mengharuskan unit PLTU membeli air dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). History kejadian seperti itu akan menaikkan nilai biaya pokok produksi bahkan berakibat pada menurunnya kehandalan unit PLTU.
Koagulasi-flokulasi bekerja efektif didukung oleh dosis yang optimal serta proses dan operasi yang tepat seperti %dosis, waktu tinggal dan putaran pengadukan [Boughou et al., 2016]. Untuk mengetahui keefektifan koagulasi-flokulasi maka digunakan beberapa parameter kualitas air seperti turbidity, conductivity, pH, TSS dan TDS [Boughou et al., 2016; Beltran et al., 2009; Daud et al., 2015]. Koagulasi-flokulasi efektif ditunjang dengan kondisi operasi yang optimal sehingga untuk mendapatkan data tersebut digunakan percobaan jar test yaitu percobaan skala laboratorium scale down kondisi operasi existing menggunakan beberapa variabel. Penelitian terdahulu Daud et al. (2015) tentang koagulasi-flokulasi juga menggunakan variabel proses dan operasi sesuai standar yaitu %dosis, waktu tinggal dan putaran pengaduk.
Percobaan jar test pada penelitian ini menggunakan variabel yaitu %dosis, waktu tinggal dan putaran pengaduk dengan parameter yang diuji adalah turbidity dan TSS untuk kondisi sebelum dan sesudah penambahan koagulan-flokulan. Hasil jar test berupa kombinasi variabel proses dan operasi koagulan-flokulan dilakukan pengolahan data dengan menyetarakan satuan yaitu persentase (%) kenaikan atau penurunan kualitas air kemudian hasilnya dilakukan seleksi dan rangking prioritas untuk dipilih dan digunakan untuk melakukan evaluasi sedimentation pond system.

2. Metode Penelitian
2.1 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan untuk percobaan ini adalah: (i) jar test kit merk VELP JLT6; (ii) beaker glass; (iii) botol sampel jenis plastik; (iv) analytic pipet 10-100 µL volume merk M100; (v) digital TSS meter merk HACH DR 6000; (vi) neraca analytic merk KERN ABS 220-4; (vii) digital turbidity meter merk HACH 2100Q dan ORION AQ3010.
Bahan yang digunakan adalah: (i) air laut kondisi pasang dan hujan; (ii) air demineralization; (iii) koagulan tipe alumunium hydroxychloride; dan (iv) flokulan tipe polyacrylamide(PAM)-anionic.
2.2 Tahapan Jar Test
Jar test pada penelitian ini menggunakan 6 paddle motor dengan beaker glass 1 liter dengan prosedur percobaan sebagai berikut: (i) menempatkan air laut di beaker glass kemudian mengukur parameter kualitas air sebelum perlakuan koagulasi-flokulasi; (ii) mengatur putaran pengaduk pada 150 rpm disertai penambahan koagulan (dosis-D) dan mereaksikan selama 0,5 menit; (iii) menurunkan putaran pengaduk (agiitator velocity-A) sesuai variabel yaitu 40/60/80 rpm disertai penambahan flokulan dengan waktu tinggal  (residence time-R) pengikatan suspended solid sesuai variabel yaitu 10/20/30/40 menit; (iv) akhir percobaan melakukan pengukuran kualitas air dengan cara mengambil air sampel ±2 cm dari permukaan air; (v) mengukur kualitas air menggunakan parameter kualitas air yang telah ditentukan sehingga diperoleh data kualitas air sesudah perlakuan koagulasi-flokulasi.
3. Hasil dan Pembahasan
3.1 Hasil Percobaan
Jar test yang telah dilakukan didapatkan data sebanyak 48 variabel alternatif yang masing-masing diukur data sebelum dan sesudah perlakukan penambahan koagulan-flokulan.
Tabel 2. Hasil Percobaan Jar Test
No
Variabel Alternatif*
Turbidity
TSS
A
B
A
B
1
D20R10A40
13,7
13,3
21
16
2
D20R10A60
27,0
10,9
33
20
3
D20R10A80
10,3
6,87
13
10
4
D20R20A40
17,8
12,6
21
16
5
D20R20A60
26,2
12,4
31
21
6
D20R20A80
17,5
12,0
27
16
7
D20R30A40
44,5
19,4
42
19
8
D20R30A60
29,6
14,9
32
24
9
D20R30A80
19,1
12,9
29
17
10
D20R40A40
43,2
16,5
40
17
11
D20R40A60
29,6
14,3
30
22
12
D20R40A80
9,14
7,73
13
10
13
D40R10A40
14,4
10,5
21
19
14
D40R10A60
26,0
8,55
33
20
15
D40R10A80
19,3
7,33
29
15
16
D40R20A40
17,7
10,8
21
17
17
D40R20A60
25,8
11,3
30
24
18
D40R20A80
29,2
5,44
36
13
19
D40R30A40
41,7
11,4
40
16
20
D40R30A60
26,8
12,4
32
25
21
D40R30A80
28,7
5,72
30
18
22
D40R40A40
40,6
11,9
41
18
23
D40R40A60
27,3
13,0
32
25
24
D40R40A80
24,3
5,65
30
21

No
Variabel Alternatif*
Turbidity
TSS
A
B
A
B
25
D60R10A40
17,4
8,54
21
19
26
D60R10A60
25,9
6,20
32
19
27
D60R10A80
21,8
6,21
32
21
28
D60R20A40
35,8
10,8
40
14
29
D60R2AA60
27,9
9,04
31
22
30
D60R20A80
26,9
4,59
32
18
31
D60R30A40
39,8
10,9
43
18
32
D60R30A60
35,5
10,7
32
23
33
D60R30A80
27,8
5,44
35
13
34
D60R40A40
16,9
9,08
21
15
35
D60R40A60
16,6
9,99
22
17
36
D60R40A80
20,9
4,95
32
19
37
D80R10A40
4,39
3,57
11
7
38
D80R10A60
27,1
6,44
32
15
39
D80R10A80
20,0
5,08
37
17
40
D80R20A40
6,05
4,11
13
9
41
D80R20A60
15,8
7,24
21
13
42
D80R20A80
14,5
4,37
20
11
43
D80R30A40
6,95
4,06
15
9
44
D80R30A60
16,6
6,77
22
15
45
D80R30A80
9,22
6,79
12
11
46
D80R40A40
7,41
3,81
13
9
47
D80R40A60
16,9
7,57
23
16
48
D80R40A80
10,4
4,96
16
13
*Note: “A” adalah data sebelum treatment dan “B” adalah data sesudah treatment
3.2 Pengolahan Data
Berdasarkan data hasil jar test sebanyak 48 buah kemudian dilakukan pengolahan data berupa penyetaraan satuan sehingga bisa digunakan untuk membandingkan kinerja 2 parameter tersebut dalam meningkatkan kualitas air.
Hasil perhitungan seperti ditampilkan di Tabel 3 dibawah ini:
Tabel 3. Hasil Pengolahan Data Hasil Jar Test
No
Variabel Jar Test
%Kenaikan/Penurunan Nilai Parameter
Turbidity (%)
TSS
(%)
1
D20R10A40
2,9
23,8
2
D20R10A60
59,6
39,4
3
D20R10A80
33,5
23,1
4
D20R20A40
29,2
23,8
5
D20R20A60
52,7
32,3
6
D20R20A80
31,4
40,7
7
D20R30A40
56,4
54,8
8
D20R30A60
49,7
25,0
9
D20R30A80
32,5
41,4
10
D20R40A40
61,8
57,5
11
D20R40A60
51,7
26,7
12
D20R40A80
15,4
23,1
13
D40R10A40
27,1
9,5
14
D40R10A60
67,1
39,4
15
D40R10A80
62,0
48,3
16
D40R20A40
39,0
19,0
17
D40R20A60
56,2
20,0
18
D40R20A80
81,4
63,9
19
D40R30A40
72,7
60,0
20
D40R30A60
53,7
21,9
21
D40R30A80
80,1
40,0
22
D40R40A40
70,7
56,1
23
D40R40A60
52,4
21,9
24
D40R40A80
76,7
30,0

No.
Variabel Jar Test
%Kenaikan/Penurunan Nilai Parameter
Turbidity (%)
TSS
(%)
25
D60R10A40
50,9
9,5
26
D60R10A60
76,1
40,6
27
D60R10A80
71,5
34,4
28
D60R20A40
69,8
65,0
29
D60R20A60
67,6
29,0
30
D60R20A80
82,9
43,8
31
D60R30A40
72,6
58,1
32
D60R30A60
69,9
28,1
33
D60R30A80
80,4
62,9
34
D60R40A40
46,3
28,6
35
D60R40A60
39,8
22,7
36
D60R40A80
76,3
40,6
37
D80R10A40
18.7
36,4
38
D80R10A60
76.2
53,1
39
D80R10A80
74.6
54,1
40
D80R20A40
32.1
30,8
41
D80R20A60
54.2
38,1
42
D80R20A80
69.9
45,0
43
D80R30A40
41.6
40,0
44
D80R30A60
59.2
31,8
45
D80R30A80
26.4
8,3
46
D80R40A40
48.6
30,8
47
D80R40A60
55.2
30,4
48
D80R40A80
52.3
18,8
3.3    Seleksi Variabel Alternatif dan Rangking Prioritas
Tahap seleksi variabel alternatif ini ditujukan untuk mengetahui variabel yang berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kualitas air. Terdapar 2 parameter untuk mengukur kualitas air dan diputuskan prioritas parameter yang memiliki pengaruh besar di WTP system dengan urutan yaitu: (i) turbidity; dan (ii) TSS. Pemilihan ini juga didasarkan pada best practice yang didapatkan di lapangan karena berhubungan langsung dengan indikator online analyzer. Hasil data kemudian diurutkan sesuai rangking prioritas seperti yang ditampilkan di Tabel 4.
Tabel 4. Rangking Prioritas Alternatif Terseleksi
No
Variabel Jar Test
%Kenaikan/Penurunan Nilai Parameter
Turbidity (%)
TSS
(%)
1
D40R20A80
81,4
63,9
2
D60R30A80
80,4
62,9
3
D40R30A80
80,1
40,0
4
D80R10A60
76.2
53,1
5
D80R10A80
74.6
54,1
6
D40R30A40
72,7
60,0
7
D60R30A40
72,6
58,1
8
D40R40A40
70,7
56,1
3.4    Pembahasan
Hasil percobaan jar test didapatkan data rangking prioritas sebagai berikut: (i) rangking-1 adalah D40R20A80 (dosis 40%, residence time 20 menit dan agitator velocity 80 rpm), (ii) rangking-2  adalah D60R30A80 (dosis 60%, residence time 30 menit dan agitator velocity 80 rpm). Berdasarkan hal tersebut diketahui bahwa variabel proses yaitu pemberian dosis koagulan-flokulan (D) kurang berpengaruh signifikan dalam optimalnya proses koagulasi-flokulasi. Variabel proses adalah reaksi kimia koagulan dengan ion-ion pada suspended solid sedangkan flokulan adalah reaksi penggabungan inti floc yang sudah terbentuk dari hasil pengikatan oleh koagulan kemudian menjadi lebih besar dan bisa terendapkan secara alami karena pengaruh gaya gravitasi. Sedangkan untuk variabel kondisi operasi memiliki pengaruh signifikan terhadap koagulasi-flokulasi yaitu residence time (R) dan velocity agitator (V). Residence time memberikan waktu yang cukup untuk butiran-butiran floc mengumpul dan semakin berat sedangkan agitator velocity mendukung agar floc yang sudah mengumpul dan semakin berat tidak pecah kembali sehingga pengendapan akan lebih optimal.Di PLTU Kepulauan Bangka-Belitung, sedimentation pond terbagi menjadi 3 kolam yaitu: (i) kolam underflow-upperflow; (ii) kolam lamella filter (lembaran-lembaran filter berlubang mirip sarang lebah); dan (iii) kolam pendiaman atau penampungan akhir. Kejadian yang masih sering dijumpai adalah banyaknya hamburan lumpur mirip lapisan film tipis di kolam. Hasil identifikasi didapatkan informasi bahwa hamburan tersebut adalah floc yang sudah mulai terbentuk dan pecah karena turbulensi aliran yang terlalu besar. Kuantitas hamburan tersebut sebanding dengan penambahan penambahan dosis flokulan sehingga hal ini mendukung hasil jar test bahwa penambahan dosis kurang berpengaruh signifikan terhadap koagulasi-flokulasi karena bisa membuat suspended solid meningkat.Hasil percobaan jar test didapatkan data bahwa penggunaan dosis koagulan-flokulan bisa diturunkan 40% sampai 60% dengan syarat kondisi operasi seperti residence time tercapai pada 20-30 menit dan agitator velocity 80 rpm (profil aliran laminer). Hasil ini bisa digunakan untuk memberikan masukan terhadap operasioanal unit di PLTU Kepulauan Bangka Belitung pada operasional di sedimentation pond dengan urutan evaluasi sebagai beriku: (i) evaluasi letak injeksi koagulan-flokulan yang ideal yaitu tapping koagulan ditempatkan di perpipaan inlet sebelum masuk sedimentation pond dengan syarat aliran turbulen (umumnya ditambahkan static mixer yaitu pipa yang diberi baffle agar aliran umpan teraduk dengan koagulan) sedangkan flokulan ditempatkan di kolam awal sedimentation pond dengan syarat aliran laminer; (ii) evaluasi sedimentation pond meliputi: penghitungan residence time air umpan dan jika didapatkan kurang dari 20-30 menit maka melakukan re-engineering atau redesign atau modifikasi berupa penambahan jumlah sekat underflow-upperflow; (iii)  jika  poin (ii) tidak bisa dilakukan maka ditambahkan filter kassa pada bagian outlet lamella yang berfungsi sebagai filter tambahan agar lapisan film atau hamburan lumpur tidak sampai ke bak penampungan akhir.
4.     Kesimpulan
Penulis di penelitian ini menyimpulkan bahwa proses koagulasi-flokulasi dipengaruhi oleh kondisi operasi seperti residence time dan agitator velocity sedangkan untuk pengaruh proses seperti %dosis kurang berpengaruh signifikan. Hasil seleksi variabel alternatif dan dilakukan rangking prioritas didapatkan data sebagai berikut: (i) rangking-1 adalah D40R20V80 dengan definisi yaitu penurunan dosis 40%, residence time 20 menit dan agitator velocity 80 rpm; dan (ii) rangking-2 adalah D60R30V80 dengan definisi yaitu dosis 60%, residence time 30 menit dan agitator velocity 80 rpm.
Rekomendasi yang disarankan berdasarkan data hasil rangking prioritas untuk operasional di sedimentation pond PLTU Kepulauan Bangka-Belitung secara berurutan sebagai berikut: (i) evaluasi letak tapping injeksi koagulan-flokulan; (ii) evaluasi desain sedimentation pond; dan (iii) jika poin (ii) tidak bisa dilakukan maka cukup menambahkan tambahan filter kassa di outlet lamella.

Silakan Downloading International Proceeding Journal Open Acces di https://doi.org/10.1088/1757-899X/1096/1/012102
References
  1. Boughou, N., Majdy, I., Cherkaoul, E., Khamar, M., dan Nounah, A. The Physico-Chemical Treatment by Coagulation-Flocculation Releases ofSlaughterhouse Wastewater in the City of Rabat (Morocco). Journal of CODEN (USA) : PCHHAX, 8(19), 93-99 (2016).
  2. Daud, Z., Awang, H., Latif, A., Nasir, N., Ridzuan dan M., dan Ahmad, Z. SuspendedSolid, Color, COD and Oil and Grease Removal from Biodiesel Wastewater byCoagulation and Flocculation Processes. Proceeding of The World Conference on Technology, Innovation and Entrepreneurship, Procedia Social and Behavioral Sciences, 195, 2407-2411 (2015).
  3. Engelhardt, T. (2014). Coagulation, Flocculation and Clarification of Drinking Water. HACHCompany.
  4. Blake, W., dan Edward, S. (1975). The Effect of Alum Concentration and Chemical Addition on Coagulation. American Water Works Association, Vol. 77, Issue 4, pp. 138-146.
  5. Culp, Gordon, L., dan Russel, C. (1974). New Concept in Water Purification.Van Nostrand Reinhold Company.
  6. Beltran, P., Roca, J., Pia, A. Melon, M., dan Ruiz, E. (2009). Application of MulticriteriaDecision Analysis to Jar Test Result for  Chemicals Selection in thePhysical-Chemical Treatment of Textile Wastewater. Hazardous Materials, Vol. 164, pp. 288-295.

Cara Kerja Dosimeter TLD (Thermoluminiscent Dosimeter) dan Film Badge

Diposting oleh On Monday, April 06, 2020

Dosimeter adalah perangkat yang digunakan untuk mengukur akumulasi dosis radiasi. Terdapat 2 dosimeter yang umum digunakan karena efektif dalam aplikasi yaitu waktu pembacaan/evaluasi dosis cukup lama, dimana TLD per 3 bulanan sedangkan film badge per 1 bulanan.

Cara Kerja TLD sebagai berikut:

Cara kerja TLD adalah eksitasi, ketika ada radiasi maka elektron dari pita valensi pindah ke pita konduksi (transisi elektron) dan selama terkena radiasi maka terjadi akumulasi elektron terus-menerus. Setelah 3 bulan dilakukan pembacaan, maka elektron yang telah ter-akumulasi tadi harus diberi energi dari luar agar bisa pindah, pemberian energi bisa berupa energi panas sehingga pancarannya disebut thermoluminisensi (TLD) dan jika diberi cahaya UV disebut radiophoto (RPLD). Pancaran elektron yang di-eksitasi oleh energi yang keluar kemudian dideteksi oleh photomultiplier (PMT) dan besarnya pancaran sebanding dengan dosis radiasi.

BACA JUGA: Macam-Macam Alt Ukur Proteksi Radiasi dan Surveymeter

Cara kerja film badge sebagai berikut:

Cara kerja film badge adalah fotokimia, ketika dikenai radiasi maka sebagian/seluruh energi radiasi akan dialihkan ke elektron. Elektron akan membuat Ag+ dalam kristal AgBr menjadi Ag netral sehingga terbentuk bayangan laten. Untuk mengetahui jumlah radiasi maka detektor film dicuci dengan senyawa kimia sebagai larutan pengembang. Atom Ag yang berupa bayangan laten akan semakin hitam sedangkan ion Brmenjadi atom Br. Proses pencucian lanjutan dengan larutan stop bath untuk menghentikan proses pengembangan (penghitaman). Pencucian lanjutan dengan larutan fixer akan melarutkan molekul AgBr sisa, sedangkan yang telah menjadi logam Ag akan terikat kuat sebagai bayangan hitam.

Film badge umumnya tersusun dari beberapa sekat yang mereferensikan shielding/penahan dengan berbagai jenis dan ukuran. Terdapat 8 sekat yang umum ada pada film badge yaitu:
1 : Tanpa filter
2 : Plastik (0.5 mm)
3 : Plastik (1.5 mm)
4 : Plastik (3 mm)
5 : Alumunium (0.6 mm)
6 : Tembaga (0.3 mm)
7 : Timah (Sn) sebesar 0.8 mm & Timbal (Pb) sebesar 0.4 mm
8 : Cadmium (Cd) sebesar 0.8 mm & Timbal (Pb) sebesar 0.4 mm

Kutip Artikel ini sebagai Referensi (Citation):
Feriyanto, Y.E. (2020). Cara Kerja Dosimeter TLD (Thermoluminiscent Dosimeter) dan Film Badgewww.caesarvery.com. Surabaya

Referensi
[1] Feriyanto, Y. E. (2019). Pelatihan & Sertifikasi PPR Tingkat 2. BATAN-BAPETEN, Jakarta