Sistem Standard Proses Electrochlorination Plant
On Monday, October 01, 2018
Electrochlorination plant adalah sistem
peralatan untuk menghasilkan zat kimia chlorine dengan sistem elektrolisis
dengan bahan baku air laut. Prinsip yang digunakan adalah memecah (lisis)
molekul air laut menggunakan energi listrik dengan bantuan logam anoda dan
katoda.
Umpan adalah air laut yaitu
NaCl + H2O
Disosiasi reaksi : 2 NaCl ----> 2
Na+ + 2 Cl-
Reaksi di chlropack (electrochlorination plant):
Katoda (-): 2 H2O + 2e ---> H2 + 2 OH- (karena
Na dalam fase liquid tidak tereduksi dan airnya saja yang mengalami reaksi)
Anoda (+): 2 Cl- ---> Cl2 + 2e
Sehingga reaksi akhir : 2
NaCl + 2 H2O ---> 2 NaOCl + 2 H2
Produk NaOCl inilah yang
digunakan sebagai istilah yang dinamakan injeksi chlorin dan saat diinjeksikan NaOCl maka terjadi disosiasi sesuai reaksi : [Sprecher and Getsinger, 2000]
NaOCl (injeksi) + H2O (air pendingin) ---> HOCl +
NaOH
HOCl ---> OCl- + H+
OCl- + H2O + 2e ---> Cl- + 2 OH-
Senyawa Cl- tersebut
yang bersifat oksidatif sehingga bisa menghambat pertumbuhan biota laut
Pada umumnya sisi katoda menggunakan logam stainless steel dan anoda logam titanium. Dari ketiga gambar tersebut yang umum diaplikasikan adalah gambar paling bawah yaitu dengan membran.
Berikut prinsip kerjanya:
- Anoda berkutub (+) dan katoda (-) teraliri listrik DC sehingga elektron berpindah dari (+) ke (-)
- Asal mula elektron adalah pelepasan dari reaksi elektrolisis di anoda yaitu molekul Cl2 bernilai 2e dan elektron tersebut ditangkap di katoda dan digunakan untuk reaksi Na namun karena tidak bisa terelektrolisis maka airnya saja yang terurai sehingga melepaskan gas H2
- Diantara sekat/membran terjadi pertukaran ion sehingga ion hidroksida (basa) hasil reaksi di katoda bercampur dengan Cl2 dan membentuk ion HOCl dan Cl yang oksidatif, zat inilah yang digunakan sebagai anti biofouling agent
Anoda dan coating yang umum digunakan adalah:
- Ti – MnO2 (dioxide manganese)
- Ti – RuO2 (ruthenium oxide)
- Ti – Co3O4 (cobalt oxide)
Electrochorination plant cocok digunakan untuk kondisi air laut yang cukup jernih karena kalau terlalu kotor yang diindikasikan dengan nilai turbidity tinggi maka akan terjadi pengurangan kemampuan dari arus listrik dalam meng-elektrolisis air laut.
Tabel diatas adalah kondisi air laut beserta treatment yang harus ditempuh untuk keefektifan proses electrochorination plant
Berdasarkan data diatas diketahui hal-hal sebagai berikut:
- Satuan turbidity yang digunakan bukan NTU (Nephelometric Turbidity Unit) melainkan FNU (Formazine Turbidity Unit)
- Turbidity tinggi (>10 FNU) akan mempengaruhi keefektifan dari anti biofouling agent karena dengan bertambahnya turbidity dimungkinkan terjadi pembentukan racun yang beresiko dari bahan organik
- Turbidity >120 FNU akan menyebabkan arus drop sebesar 0.1 A karena membran ter-blocking oleh pengotor
Berdasarkan data percobaan diatas bisa diketahui beberapa hal sebagai berikut:
- Pada kondisi jernih (turbidity <1 FNU) untuk hasil 1 minggu menunjukkan hasil chlorine 6.1 g/L dan arus 0.6 A
- Kondisi turbidity sekitar 10 FNU, hasil chlorine -13.1% dan arus -15%
- Sedangkan pada turbidity sekitar 120 FNU, hasil chlorine -96.7% dan arus -45%
- Sehingga semakin keruh air laut maka proses elektrolisis semakin tidak efektif
Untuk menghasilkan dosis chlorine tinggi (>7 mg/L Cl2) disayaratkan beberapa hal sebagai berikut:
- dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk proses elektrolisis
- penambahan voltage
- konsentrasi salinitas yang tinggi
Berdasarkan
paper “electrochorination (2004)
www.chlorgenerators.com”
Berdasarkan data diatas
diketahui beberapa hal sebagai berikut:
- Total chlorine adalah dosis pada awal injeksi
- Residual chlorine adalah dosis yang tersisa sesudah digunakan untuk aplikasi (sudah mengalami proses oksidasi)
- Chlorine bisa diukur dengan metode titrasi & iodometri, total & free chlorine + pH meter
Berdasarkan data
tersebut diketahui bahwa:
- Untuk aplikasi selama 30 jam untuk kadar brine or salinity 25 mg/L = 25 ppm = 0.0025%, konsentrasi chlorine di anoda sebesar 6.1 g/L, voltage yang dibutuhkan 4.2 V dan salt efficiency 3.38 kg NaCl/kg Cl2
Berdasarkan paper “sea water electrochlorination systems (2015) www.denora.com”
Berdasarkan data
tersebut diketahui bahwa:
- Konsentrasi produk NaOCl adalah 500-2500 ppm (0.05-0.25%). Dosis injeksi continyu adalah 1-2 ppm kemudian untuk penggenjot dosing digunakan 4-6 ppm selama 15-20 menit untuk waktu 2-4x/hari
- Residual chlorine dijaga di outfall sebesar 0.1-0.5 ppm
Berdasarkan jurnal “the difference
between conductivity, TDS and salinity www.instrumentchoice.com”
Berdasarkan data
tersebut diketahui bahwa:
- Conductivity adalah pengukuran seberapa bagus larutan dalam menghantarkan arus listrik
- Air demin umumnya = 0.055 µs/cm (<1 µs/cm), air PDAM = 50-100 µs/cm dan air laut = 53.000 µs/cm (>30.000 µs/cm).
- Total Dissolved Solid (TDS) adalah perkiraan massa padatan terlarut. Pengukuran yang sebenarnya TDS adalah menggunakan prinsip gravimetric menggunakan filter/membrane khusus namun dalam berbagai percobaan dilakukan pendekatan hasil antara conductivity vs TDS. Tabel seperti berikut :
Berdasarkan
paper “correlation between conductivity and total dissolved solid in various
type of water : a review (2018)”
Salinitas adalah mirip dengan TDS yang
mencerminkan perkiraan level garam (salt)
di larutan. Konversi dari conductivity
ke salinitas sebagai berikut :
Cara
membacanya adalah:
- Contoh air laut memiliki conductivity 3000 µs/cm maka konversi ke TDS atau salinitas air laut adalah 3000 x 0.5 = 1500 ppm (expressed as NaCl)
- Sehingga untuk conductivity 30.000 µs/cm maka kadar NaCl = 15.000 ppm = 1.5%
Berdasarkan
“www.wikipedia.org”
Berdasarkan
data tersebut bisa diketahui bahwa:- Jika dinyatakan salinitas sebesar 0.5% NaCl maka berapa conductivity umpannya??
- Jawab : 0.5% = 5000 ppm dan konversi ke conductivity adalah 5000 x 2 = 10.000 µs/cm
- 5000 ppm = 5000 mg NaCl/1 L air laut = 0.005 kg NaCl/1 L air laut atau 5 kg NaCl/1000 L air laut
- Jika Cl2 yang diinjeksikan sebesar 1 ppm = 1 mg Cl2/1 L NaOCl dan jika kapasitas NaOCl adalah tangki 1000 L maka menghasilkan Cl2 sebesar 1 gram
Berdasarkan paper “seawater electrochlorination package www.frames.group.com”
Berdasarkan data
tersebut diketahui bahwa:
Empat
tipe air berdasarkan TDS yaitu:
- Freshwater TDS <1000 mg/L
- Brackish water TDS 1000-10.000 mg/L
- Saline water TDS 10.000-100.000 mg/L
- Brine water TDS >100.000 mg/L
Enam
tipe air berdasarkan electroconductivity (EC) yaitu:
- Non-saline EC <700 µS/cm
- Slightly saline EC 700-2000 µS/cm
- Moderate saline EC 2000-10.000 µS/cm
- Highly saline EC 10.000-25.000 µS/cm
- Very Highly Saline EC 25.000-45.000 µS/cm
- Brine water EC > 45.0000 µS/cm
Berdasarkan
paper “electrochorination (2004)
www.chlorgenerators.com”
Berdasarkan
jurnal “operation and maintenance of electrochlorination plant (2010)”
Berdasarkan paper “seawater electrochlorination package www.frames.group.com”
- Air umpan saline water berisi garam-garam terlarut seperti CaCO3 dan Mg(OH)2 yang akan mengendap di katoda selama proses elektrolisis
- Scale dihilangkan dengan flushing menggunakan 5% HCl yang disirkulasikan ke electrolyzer
Berdasarkan jurnal “operation and maintenance of electrochlorination plant (2010)”
Berdasarkan data tersebut
diketahui bahwa:
- H2 yang dihasilkan selama proses elektrolisis harus dilarutkan <4% v/v dengan menggunakan blower agar explosive limit menjadi rendah sebelum dikeluarkan ke atmosfer
Berdasarkan jurnal “electrochlorination
system contributes to global environmental protection (2012)”
Kutip Artikel ini sebagai Referensi (Citation):
Feriyanto, Y.E. (2018). Sistem Standard Proses Electrochlorination Plant, Best Practice Experience in Power Plant. www.caesarvery.com. Surabaya
Referensi:
[1] Feriyanto, Y.E. (2018). Sistem Standard Proses Electrochlorination Plant, Best Practice Experience in Power Plant. Surabaya.
[2] Feriyanto, Y.E. (2018). Electrochlorination Plant di PLTU, Best Practice Experience in Power Plant. Surabaya
[3] Feriyanto, Y.E. (2018). Pemilihan Sistem Teknologi Anti-Biofouling yang Tepat di PLTU, Best Practice Experience in Power Plant. Surabaya
[4] Feriyanto, Y.E. (2018). Teori dan Sistem Operasi Membran Reverse-Osmosis (RO), Best Practice Experience in Power Plant. Surabaya
[5] Key, D.L, Key, J.DV, Okolongo, G and Siguba,
M. (2010). Development of a Small Scale Electro-Chlorination System for Rural
Water Supplies. University of the western cape, chemistry department
[6] Mitsubishi heavy industries technical review. (2012). Electrochlorination System
Contributes to Global Environmental Protection. Vol. 49, pp. 4
[7] Operation And Maintenance Of
Electrochlorination Plant (2010)
[8] Rusydi, A.F. (2018). Correlation Between Conductivity
and Total Dissolved SolidiIn Various Type of Water : A Review. Journal
of Earth and environmental science
[9] www.chlorgenerators.com “electrochorination
(2004)”
[10] www.denora.com “Sea
Water Electrochlorination Systems (2015)”
[11] www.frames.group.com “Seawater Electrochlorination
Package”
[12] www.instrumentchoice.com “The Difference between Conductivity, TDS and Salinity”
[13] www.wikipedia.org “Proposal
of Cost Reduction for Electrochlorination Plant”. Daiki Ataka Engineering
Ingin Konsultasi dengan Tim Expert Website, Silakan Hubungi KLIK