Trending Topik

Macam-Macam Uji Untuk Analisa Kerusakan Material Tube Condenser dan Analisa Korosi

Diposting oleh On Monday, February 18, 2019

Tube condenser pada umumnya bertipe once-through open cooling system yang artinya sistem pendingin satu kali lewatan. Pendingin yang digunakan umumnya air laut dan ada juga yang menggunakan air sungai. Material yang umum digunakan di tube condenser adalah titanium, copper, brass, alumunium atau stainless steel. Pemilihan material tersebut didasarkan pada sifat thermal konduktifitas, ketahanan korosi terhadap air pendingin yang digunakan dan ketahanan terhadap injeksi kimia yang digunakan.
Terdapat berbagai macam tipe kerusakan yang terjadi di tube condenser misalnya bocor (pitting, retak rambut, robek), patah (vertikal, horizontal), buntu (kerak, kerang/tritip, sludge, kapur).
Gambar 1. Profil Kerusakan Tube Condenser
Tube condenser beroperasi pada suhu cukup tinggi karena harus menerima low pressure steam dari turbine untuk dikontakkan dengan air pendingin agar didapatkan condensate kembali sebagai recycle uap-air. Jika perbandingan antara flow air pendingin dengan flow steam tidak seimbang maka kondensasi tidak tercapai dan berefek pada overheating di tube. Beberapa penyebab yang mungkin terjadi adalah plug tube sudah >10% dari total tube, terdapat penyempitan jalur air pendingin karena kebuntuan atau vakum condenser drop.
Beberapa cara bisa digunakan untuk mendeteksi kebocoran tube condenser seperti yang sudah di tulis di artikel: Condenser PLTU Berdasarkan Standard EPRI

Sedangkan untuk mencari root cause kerusakan material tube condenser diperlukan teknologi untuk analisa sebagai berikut :
  • Uji Makrografi/Macrography
Pengujian visual 2 dimensi menggunakan mikroskop dengan pembesaran mulai dari 0.5x s/d 50x. Hasil yang didapatkan adalah penampang secara 2D struktur permukaan material dan bisa digunakan untuk mendeteksi kemungkinan korosi berdasarkan struktur yang berbeda jika dibandingkan antara pipa baru dengan pipa lama.
Gambar 2. Hasil Uji Makrografi Outer Surface Tube Condenser - New
Gambar 3. Hasil Uji Makrografi Inner Surface Tube Condenser - New
Gambar 4. Hasil Uji Makrografi Inner Surface Tube Condenser - Ex Used
Gambar 5. Hasil Uji Makrografi Outer Surface Tube Condenser - Ex Used
Pengujian menggunakan cairan berwarna untuk mendeteksi secara visual kemungkinan failure yang terjadi. Hasil yang didapatkan berupa resapan cairan berwarna ke pori-pori material, sehingga bila terdapat retak rambut, pitting atau bocor akan ada indikasi warna di sisi luar.
Gambar 6. Hasil Uji Penetrant Tube Condenser - New
Gambar 7. Hasil Uji Penetrant Tube Condenser - Ex Used
  • Uji SEM-EDX
Pengujian visual 3 dimensi (SEM) dan dibaca unsur penyusunnya (EDX). Pengujian SEM saja akan menghasilkan pembesaran secara visual sedangkan jika hasil dari SEM ditambahkan dengan EDX maka unsur kimia yang terakumulasi di permukaan material akan kelihatan. Pengujian ini efektif untuk mendeteksi adanya kimia agent korosi yang terakumulasi di material sehingga bisa digunakan untuk mendeteksi asal penyebabnya.
Gambar 8. Hasil Uji SEM Inner Tube Condenser - Ex used
Gambar 9. Hasil Uji SEM Outer Tube Condenser - Ex used
Gambar 10. Hasil Uji SEM-EDX Inner Tube Condenser - Ex used
Pengujian komposisi unsur kimia kerak menggunakan X-Ray. Hasil yang didapatkan bisa digunakan untuk mendeteksi asal kerak sehingga agent kimia berbahaya yang bisa menyebabkan kerusakan material bisa dicegah.
Gambar 11. Hasil Uji XRD Kerak Tube Condenser - New
Gambar 12. Hasil Uji XRD Kerak Tube Condenser - Ex Used
  • Uji Metalografi/Metallography
Pengujian struktur mikro material menggunakan pembesaran >100 x. Hasil yang didapatkan bisa untuk mendeteksi keparahan struktur material sehingga bisa digunakan untuk mendeteksi agent penyebab failure.
Gambar 13. Hasil Uji Metalografi Tube Condenser Pembesaran 100x - New
Gambar 14. Hasil Uji Metalografi Tube Condenser Pembesaran 100x - Ex Used
  • Uji Hardness
Pengujian untuk mengukur tingkat kekerasan material
Pengujian untuk mengukur komposisi unsur kimia material

Beberapa penyebab kerusakan material tube seperti yang sudah dibahas di artikel: Macam-Macam Korosi Material dan yang lebih parah namun tidak kelihatan adalah microbiologically attack yang lebih dikenal dengan bio-corrosion (Moura et al, 2013). Cara yang digunakan untuk mencegah bio-corrosion adalah : physical process, biocide, protective coating dan inhibitor corrosion. Sebagian besar mikroorganisme adalah penyumbang korosi yang disebut sulphur cycle yang terdiri dari 2 hal sebagai berikut :
1. Chemo-Autothropic ---> mikroorganisme menggunakan senyawa inorganik (H2S, S, Fe2+) sebagai sumber energi dan menggunakan CO2 sebagai sumber carbon
2. Chemo-Heterothropic ---> mikroorganisme menggunakan elektron khususnya atom hydogen dari senyawa organik sebagai sumber energi
Biota laut dalam aktifitas kehidupannya melakukan ekskresi normal dan menghasilkan salah satunya unsur sulphur (S) dan unsur ini jika terperangkap dalam crack tube (pitting, retak atau patahan) maka akan bereaksi dengan air pendingin membentuk senyawa sulphite yang kemudian lanjut menjadi senyawa sulphate

Kutip Artikel ini sebagai Referensi (Citation):
Feriyanto, Y.E. (2019). Macam-Macam Uji Untuk Analisa Kerusakan Material Tube Condenser dan Analisa Korosi, Best Practice Experience in Power Plantwww.caesarvery.com. Surabaya

Referensi:
[1] Feriyanto, Y.E. (2019). Kajian Enjiniring Pembangkitan RCFA Kebocoran Tube Condenser. Surabaya

Ingin Konsultasi dengan Tim Expert Website, Silakan Hubungi KLIK

Trend Pergerakan Harga Saham

Diposting oleh On Thursday, February 14, 2019

Trend pergerakan harga saham selalu tetap karena ini sudah kodrat didalam kehidupan seperti semua aktifitas ini mengikuti distribusi normal. Trend pergerakan harga itu dimulai dari : harga turun (support) - akumulasi buy (uptrend/bullish) - jenuh (sideways/resistance) - akumulasi sell (downtrend/bearish) - harga turun lagi (support). Urutan tersebut pasti terjadi dan terus berulang sehingga berdasarkan hal tersebut pergerakan harga saham bisa diprediksi mengggunakan teknikal analisis salah satunya menggunakan indikator moving average.
Sumber Gambar : www.ellen-may.com
Urutan Trend Pergerakan Harga Saham :
1. Stage 1 ---> Harga Turun (Support) Tercapai
Tahap ini adalah dampak dari kejenuhan terhadap harga saham yang tidak wajar sehingga banyak investor melakukan aksi jual
2. Stage 2 ---> Akumulasi Buy (Uptrend/Bullish)
Tahap ini adalah dampak dari harga saham yang dinilai sangat murah, sehingga investor ramai-ramai buy dalam skala besar sehingga supply > demand menyebabkan harga saham naik
3. Stage 3 ---> Fase Jenuh (Sideways/Resistance)
Tahap ini adalah fase supply = demand sehingga harga saham stagnan, investor belum melakukan aksi jual karena masih memprediksi terdapat kenaikan harga saham
4. Stage 4 ---> Akumulasi Sell (Downtrend/Bearish)
Tahap ini adalah supply < demand dan banyak investor melakukan aksi take profit sehingga harga saham turun sampai mencapai titik resistance dan kembali ke stage 1 lagi
Setelah mengetahui trend pergerakan saham apa yang harus dilakukan ??
Investor retail sebaiknya membeli ketika di stage 1 ketika harga masih murah atau ketika mulai mencapai level di stage 2. Pembelian diharga tersebut bisa dipastikan 100% harga akan naik, karena merupakan support harga. Para trader akan akumulasi buy di stage 2 dan akan menjual dengan cepat ketika belum sampai di titik resistance.
Apakah ketika kita sudah membeli di stage 3 (resistence) pasti akan rugi ??

Jawabannya tidak karena profil trend seperti itu memiliki periode waktu tertentu dan ketika periode dipanjangkan misalnya 3 bulanan bahkan tahunan maka titik resistance yang sewaktu pembelian saham dulu akan bisa jadi menjadi titik support untuk periode tahunan. Sebagai seorang investor jangka panjang tentu tidak akan mempermasalahakan profil trend tersebut karena untuk saham-saham blue chips, profil trend akan selalu naik dan trend pergerakan harga saham sangat smooth hampir tidak terlihat puncak dan lembahnya namun prinsip saham akan selalu mengikuti trend seperti gambar diatas.
Penulis lebih senang membeli di tahap berapa ??
Jawabannya adalah stage 1 dengan indikator IHSG sedang jatuh dan mengincar saham-saham blue chips yang harganya berguguran. Prinsip tersebut pastinya bertentangan dengan rekomendasi para broker diluar dan trik tersebut memang terbukti cukup efektif.

Referensi: 

[1] Pengalaman Pribadi pada Tema Terkaitwww.caesarvery.com

Condenser PLTU Berdasarkan Standard EPRI

Diposting oleh On Monday, February 11, 2019

Berdasarkan EPRI (2001) "Condenser Application and Maintenance Guide" dikupas berbagai hal tentang condenser di PLTU.
Berdasarkan Siklus Rankine diatas condenser berperan seperti area yang diblok yaitu titik 7 ke 1 (steam dari LP turbine yang memiliki entropi besar akan turun selama terjadi pertukaran panas di condenser sehingga steam berubah fase menjadi liquid).
ENTROPI ("S") adalah suatu energi namun tidak bisa digunakan sebagai usaha ("W") dan direferensikan sebagai energi per kenaikan satuan temperatur.

FUNGSI CONDENSER adalah:
  • Meng-kondensasi-kan steam LP turbine (Primary)
  • Menghilangkan gas terlarut yang tidak terkondensasi (removing dissolved non-condensable gases from the condenser) ---> karena didalam condenser dilengkapi steam jet air ejector atau vacuum pump
  • Sebagai efisiensi air siklus (feed water) (conserving the condensate for re-use as feed water)
  • Memberikan benteng/perlindungan sistem terhadap kebocoran kecil di tube sehingga cooling water tidak sampai menetes ke condensate (providing a leak-tight barrier between the high-grade condensate and untreated cooling water)
  • Memberikan benteng/perlindungan berupa celah sempit yang melawan udara masuk dan mencegah tekanan balik yang berlebih dari steam LP turbine (providing a leak-tight barrier against air ingress and preventing excess backpressure on the turbine)
  • Menyediakan wadah sebagai drain condensate (serving as a drain receptacle for condensate) ---> condenser adalah peralatan yang memiliki tekanan terendah dalam siklus air-uap sehingga jika terdapat kontaminan maka bisa cepat segera dibuang melewati fasilitas drain condenser
  • Menyediakan tempat yang tepat untuk make up feed water (providing a convenient place for feedwater makeup)
  • Menjaga vakum terhadap tekanan keluar turbine (maintain vacuum for the discharge of the turbine blade)
Kemungkinan Penyebab Vacuum Condenser Rendah (Poor Vacuum)
  • Low steam pressure ---> setiap nozzle ejector didesain dengan steam pressure yang spesifik dan jika tekanan ejector < desain maka tidak akan bisa mencapai vakum yang diharapkan
  • Superheated steam atau wet steam ---> ejector didesain no-moisturize untuk mencegah erosi sehingga steam berupa superhetaed harus benar-benar diperhatikan
  • Clogged nozzle orifice --> nozzle orifice yang tersumbat dan umumnya steam nozzle didesain clean in place. Alternatif jika tersumbat adalah melakukan reverse blow
  • Total condenser air in leakage ---> kebocoran udara bisa dicek di discharge after-cooler ejector system menggunakan rotameter, pitot tube, flow meter atau multi sensor probe
  • Loop seal drain too short ---> line drain condensate dan loop seal didesain bisa mencegah short circuit antara udara dari main turbine dan cooling ejector system
  • Excessive discharge pressure at ejector atmospheric stage
  • Poor main condenser operation
  • Leaking air inlet isolation valves

Macam-Macam Metode Mencari Kebocoran Tube Condenser :
  1. Smoke ---> menggunakan asap (umumnya rokok) jika asapnya terhisap maka dipastikan tube bocor. Hal yang perlu diperhatikan adalah jauh-dekat kebocoran dengan pengasapan mempengaruhi keakuratan
  2. Thermography ---> melihat rona yang berbeda antara steam dan air pendingin menggunakan peralatan infrared thermography. Keefektifannya ditunjang jika kebocoran steam besar sehingga perbedaan temperatur antara steam dan air pendingin sangat jauh berbeda
  3. Utrasonic ---> menggunakan suara ultrasonic dan keefektifan dipengaruhi oleh suara sekitar (noise)
  4. Plastic Wrap ---> plastik ditutupkan di inlet dan outlet tube, jika plastik robek bisa dipastikan tube bocor. Sistem ini juga bisa diterapkan dengan koran
  5. Water Fill Leak Test With Fluorescent ---> shell condenser diisi air dan dilihat bocoran menggunakan black light
  6. Rubber Stopper ---> menenempatkan karet di ujung tube dan dibiarkan cukup lama, jika tersedot maka bisa dipastikan tube bocor
  7. Eddy Current Testing ---> teknologi modern dan paling akurat berdasarkan letak, jenis crack dan bentuk crack-nya
  8. Helium Detector/Sulphur Hexafluoride
  9. Foam ---> disebarkan di area tube sheet dan jika bocor maka foam akan terisap ke tube
  10. Vacuum Testing
Kutip Artikel ini sebagai Referensi (Citation):
Feriyanto, Y.E. (2019). Condenser PLTU Berdasarkan Standard EPRI, Best Practice Experience in Power Plantwww.caesarvery.com. Surabaya

Referensi:
[1] Feriyanto, Y.E. (2019). Best Practice Experience in Power Plant. Surabaya
[2] EPRI. (2001). Condenser Application and Maintenance Guide

Ingin Konsultasi dengan Tim Expert Website, Silakan Hubungi KLIK

Analisa TEKNIKAL untuk Pertimbangan Membeli Saham

Diposting oleh On Friday, February 08, 2019

Analisa Teknikal adalah salah satu analisa yang digunakan dalam pertimbangan membeli saham. Prinsip analisa ini adalah menganalisa pergerakan harga saham berdasarkan trending waktu karena menurut para ahli pergerakan pasar dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan yang hampir sama yang bisa dilihat berdasarkan jumlah investor, volume transaksi dan nominal uang yang beredar. Analisa ini cenderung berdasarkan grafik saja dan umumnya dipakai oleh investor tipe trader.
Didalam pergerakan saham dari waktu ke waktu patokan yang bisa dijadikan acuan adalah moving average-MA (rata-rata pergerakan) dan yang paling umum diacu adalah exponential moving average (EMA). Mengapa MA dijadikan acuan prediksi harga ?? karena berdasarkan prinsip dasar ilmu statistika, range yang terjadi di saham bergerak dari waktu ke waktu hampir sama dan range yang terbentuk merupakan lauasan yang didapatkan dari harga terendah (support) dan harga tertinggi (resistance). Jika titik support ditarik ke resistance dan dihubungkan misalkan dari minggu ke minggu atau dari bulan ke bulan maka akan memiliki range yang hampir sama. Berdasarkan hal itulah, statistika digunakan untuk prediksi pergerakan harga.
Gambar diatas adalah pergerakan harga dari bulan ke bulan dan di aplikasi software umumnya terdapat menu pilihan tampilan grafik seperti candle, bar or line. Gambar tersebut ditunjukkan 3 tipe tampilan grafik dan analisa teknikal lebih mudah dilakukan di candle chart. Bisa dilihat di line chart tersebut (grafik terbawah), range (luasan antara line merah dan biru menunjukkan kemiripan) dan selalu membentuk pola naik-turun-bertemu simpul-membuka-menutup kembali. Pola seperti itu akan terus berulang dan dengan ilmu statistika bisa dilakukan perhitungan.
Analisa teknikal bisa digunakan untuk merencanakan kisaran harga ketika akan membeli/menjual saham dan berdasarkan hal tersebut bisa digunakan untuk menjawab alasan apakah saham haram ?? pembelian yang mendasari adalah menggunakan akal pikiran dengan ilmu, tidak menebak-nebak dan terdapat pertimbangan waktu kapan harus masuk dan kapan harus keluar.
Analisa teknikal tidak lepas dari 3 jenis moving average (MA) sebagai berikut :
  1. Simple Moving Average (SMA) : rata-rata (mean) dari perubahan harga per periode yang diinginkan dengan berat disamakan. Rumus perhitungan SMA : Σpergerakan harga/n. Misalkan saham BBNI berubah dari 3100, 3300, 3200, 3500 maka SMA 4 adalah (3100+3300+3200+3500)/4 = 3275
  2. Exponential Moving Average (EMA) : rata-rata (mean) dari perubahan harga per periode yang diinginkan dengan berat tidak disamakan dimana harga terakhir memiliki berat yang lebih besar dibanding harga awal. Rumus perhitungan EMA : [harga terakhir - EMA sebelumnya] x [2/(n+1)] + EMA sebelumnya. Misalkan saham BBNI berubah dari 3100, 3300, 3200, 3500 maka EMA 4 adalah (3500-3200) x (2/4+1) + 3200 = 3320
  3. Weighted Moving Average (WMA) : rata-rata (mean) dari perubahan harga per periode yang diinginkan dengan berat tidak disamakan dimana harga terakhir memiliki berat yang lebih besar dibanding harga awal dengan komposisi berat ditentukan menurun per periode. Rumus perhitungan WMA = [harga terakhir x faktor berat] + [harga sebelumnya x (faktor berat -1)] + .........dst. Misalkan saham BBNI berubah dari 3100, 3300, 3200, 3500 maka SMA 4 adalah (3500 x 4/10) + (3200 x 3/10) + (3300 x 2/10) + (3100 x 1/10) = 1400 + 960 + 660 + 310 = 3330. Penentuan faktor pemberat tergantung keinginan, misalnya seperti perhitungan diatas adalah jika ingin dinilai harga terakhir per 10 biar genap.
Berdasarkan 3 jenis MA tersebut maka bisa dikatakan EMA dan WMA memiliki kecepatan dalam menangkap sinyal pergerakan harga yaitu lebih mendekati ke harga terakhir dibanding SMA. Namun untuk menentukan pilihan mana yang terbaik adalah ketiganya saling menyempurnakan dan umumnya digunakan bersamaan.

Referensi: 

[1] Pengalaman Pribadi pada Tema Terkaitwww.caesarvery.com

Macam-Macam Korosi Material

Diposting oleh On Tuesday, February 05, 2019

Korosi adalah kembalinya logam ke bentuk bijihnya (caesarvery, 2015). Material yang dipakai bisa dicegah proses korosi-nya dengan beberapa metode seperti yang tertulis di: Macam-Macam Cara Pencegahan Korosi. Berikut diulas detail tentang macam-macam korosi :
  • Stress Corrosion Cracking (SCC)
Korosi yang berada di area yang tertarik atau tertekan (stress) pada material logam. Pada area yang tertekan/tertarik tersebut umumnya terdapat retak rambut atau bintik-bintik lubang (pit) sehingga bisa menjadi tempat reaksi korosi antara fluida yang mengalir dengan material logam. Umumnya reaksi yang merugikan adalah oksidasi dan pengelupasan lapisan pasifasi permukaan logam yang menyebabkan sifat properties seperti strength dan hardness turun sehingga menyebabkan failure. Parrot et al (2011) melakukan percobaan pengaruh ion chloride (Cl) terhadap material austenitic dan penelitian oleh Jones et al (1992) didapatkan informasi bahwa hal-hal yang mempengaruhi SCC adalah :
  1. Temperature
  2. pH
  3. Oxygen level humidity
  4. Residual stress
  5. Alloying and impurities di material
  6. Tingkat sensitifitas material
  7. Cyclic condition
  8. Pressure
  9. Konsentrasi fluida
  10. Potensial elektrokimia
  11. Viskositas
  12. Mixing atau stirring
Berdasarkan Schweitzer (2010) berikut penyebab beberapa material mengalami SCC:
  • Galvanic Corrosion/Bimetalic Corrosion/Dissimilar Metal Corrosion
Korosi yang disebabkan karena perbedaan potesial elektrokimia antara 2 material yang berbeda yang disatukan. Korosi ini terjadi ketika material menyentuh lingkungan yang bisa menyebabkan korosi seperti kelembaban, larutan elektrolite dan ion fluida. Gejala awal korosi ini adalah salah satu metal mudah teroksidasi berdasarkan "DERET VOLTA" sehingga korosi diantara metal cepat terjadi.

Proses terjadinya sebagai berikut:
Misalnya besi (Fe) disambung dengan zinc (Zn) dimana Zn terletak disebelah kiri dari Fe berdasarkan deret volta dan Zn lebih mudah teroksidasi daripada Fe. Metal Fe akan selalu mencari kestabilan untuk kembali ke bentuk asal bijihnya (kodrat semua senyawa logam) sesuai reaksi : Fe2+ + 2e ---> Fe. Elektron akan mudah terikat oleh lingkungan yang banyak ion-nya seperti elektrolit dan akan terikat oleh ion positif. Namun karena didekat metal Fe terdapat Zn yang mudah sekali teroksidasi sesuai reaksi : Zn ---> Zn2+ + 2e dan mudah melepaskan elektron maka elektron Zn akan terus menggantikan elektron Fe yang hilang sehingga lama-kelamaan metal Zn terkikis habis. Proses korosi yang disebabkan karena perbedaan potensial kimia 2 metal inilah yang disebut galvanic corrosion.
  • Pitting Corrosion/Korosi Sumuran/Korosi Lokal/Korosi Lubang
Korosi yang paling berbahaya karena sulit dideteksi dan sistemnya yang menggerogoti dari material bagian dalam. Umumnya pitting akan menyebabkan material fracture secara total tanpa ada gejala terlebih dahulu.
Beberapa penyebab pitting corrosion adalah:
  1. Chemical terperangkap sampai jenuh dalam waktu yang lama di area terlokalisir terlebih ketika material sudah mengalami damage terlebih dahulu. Chemical paling bahaya adalah asam, kelebihan ion chloride dan minim dissolved oxygen (menyebabkan lapisan pasif material menjadi tidak stabil dan mudah terkelupas)
  2. Lapisan protektif coating yang kurang tepat
  3. Struktur penyusun material yang tidak uniform (masih belum homogen ketika proses casting)
Cara pencegahan pitting corrosion adalah:
  1. Memilih material yang tepat dengan menyesuaikan lingkungan tempat aplikasi
  2. Mengontrol pH, konsentrasi ion Cl dan temperatur
  3. Penerapan cathodic/anodic protection
  • Erosion Corrosion/Abrasion Corrosion/Flow-Accelerated Corrosion (FAC)
Korosi yang disebabkan oleh aliran fluida yang korosif atau material yang bergerak pada fluida korosif. Di kebanyakan literatur dan aplikasi di lapangan erosion corrosion hampir disamakan dengan flow-accelerated corrosion (FAC) dimana FAC menggerus lapisan pasifasi material yaitu magnetite (Fe3O4) sehingga material lebih mudah terserang korosi.
Cara pencegahan erosion corrosion adalah:
  1. Mengurangi belokan aliran fluida sehingga turbulensi bisa ditekan sekecil mungkin
  2. Mengontrol kecepatan fluida
  3. Menggunakan material yang lebih tahan erosi
  4. Menggunakan inhibitor untuk menghambat erosi seperti rubber, chemical, dan coating
  5. Menggunakan cathodic protection
  6. Mengontrol oksigen terlarut dan temperatur di fluida
  7. Memberi filter agar solid particle tidak terikut fluida
  • Fretting Corrosion/Korosi Gesekan
Korosi yang disebabkan karena 2 permukaan metal saling bersentuhan sehingga menimbulkan luka di kedua permukaan metal. Umumnya pengelupasan lapisan metal sangat kecil tidak terlihat karena skala mikron namun karena lingkungan yang korosif menyebabkan timbul korosi di permukaan yang luka tersebut.
Cara untuk mencegah freting corrosion adalah:
  1. Memberikan pelumas (oil, grease) untuk mengurangi gesekan yang terjadi
  2. Menambah hardness material kedua logam yang kontak
  3. Menggunakan seal untuk menyerap vibrasi yang terjadi dan juga bisa untuk mencegah kelembaban atau oksigen masuk diantara permukaan yang bergesekan
  • Fatigue Corrosion
Korosi yang disebabkan karena kerusakan logam akibat gerakan yang berulang (cyclic). Fatigue corrosion hampir mirip dengan SCC dimana SCC untuk material yang tidak berputar berulang atau non-statis misalnya dibengkokkan, ditekuk atau ditekan.
Cara pencegahan fatigue corrosion adalah:
  1. Mengurangi tensile strength material
  2. Memasang corrosion inhibitor
  3. Coating atau memberikan lapisan terhadap material
  • Crevice Corrosion/Korosi Celah
Korosi yang terjadi diantara celah-celah sambungan metal sehingga memberikan ruang/celah tempat berkumpulnya konsentrasi chemical. Chemical yang berkumpul dalam konsentrasi besar akan berekasi dengan logam sehingga menurunkan sifat properties dan menyebabkan failure.
Cara pencegahan crevice corrosion adalah:  (Schweitzer, 2010)
  1. Mendesain sambungan yang baik misalnya menutup rapat celah lasan dengan filler welding sesuai material yang dilas, menggunakan non-absorbent gasket pada flange joint
  2. Menjauhi penggunaan gasket yang berpori dan disarankan menggunakan gasket yang kedap air
  3. Menambah campuran unsur yang tahan korosi ketika proses casting material, misalnya SS tahan terhadap crevice dengan penambahan Cr, Ni, Mo dan N
  4. Mengendalikan operasi agar laju korosi material menurun dengan upaya menurunkan temperature, mengurangi Cl content dan mengurangi kontak asam
  5. Pada tepian/sambungan tangki sebaiknya ditambal menggunakan tar atau bitumen sehingga air hujan tidak terperangkap di celah-celah sambungan
  • Hydrogen Damage/Embrittlement
Korosi yang disebabkan oleh kehadiran H2 yang berasal dari H2S, NH3, H2O. Unsur ini menyebabkan metal menjadi kehilangan ketanggguhannya (toughness) dan menjadi rapuh sehingga mudah terserang korosi. Proses reaksinya adalah hydrogen bereaksi dengan carbon hasil disosiasi carbon steel membentuk metana yang bersifat brittle.
4 H2 + C + Fe3C ---> 2 CH4 + 3 Fe
Hydrogen attack terjadi pada carbon dan low alloy steel pada tekanan dan temperatur tinggi >200 oC dalam jangka panjang sehingga terjadi reaksi penyerapan hydrogen (H2) dan iron carbide (FeC) atau carbon (C) pada larutan hydrocarbon (CxHy). Berikut reaksinya:

2 H2 + Fe3C ---> CH4 + 3 Fe

CH4 yang merupakan hydrocarbon yang tidak larut di iron lattice mengalami proses decarburization (pelepasan unsur carbon) sehingga sifat strength menjadi menurun. Proses decarburization terjadi pada temperature >540 oC (pada surface metal) dan >200 oC (pada internal metal) (Schweitzer, 2010).

  • Uniform (General) Corrosion/Korosi Seragam/Korosi Merata
Salah satu bentuk korosi yang paling sederhana dan bisa dilihat secara visual karena merata pada permukaan terbuka. Penyebab umum uniform corrosion adalah chemical attack dan terlarut-nya senyawa metal ke bentuk ion-nya atau berikatan dengan oksigen membentuk iron oxide scale (kerak kemerah-merahan). Sebenarnya lapisan metal (iron) terbentuk lapisan film pasifasi berwarna kehitam-hitaman yaitu magnetite, namun karena sebab tertentu lapisan tersebut terlarut (Schweitzer, 2010).
  • Intergranular Corrosion
Salah satu tipe korosi yang diambil tempatnya pada grain boundaries sehingga hanya terbatas area korosinya bertindak seolah-olah anoda dan area disekitarnya yang lebih besar seolah-olah adalah katoda. Aliran energi/ion dari anoda ke katoda menyebabkan korosi yang menyebabkan kehilangan strength dan ductility. Contohnya pada austenitic stainless steel yang dipanaskan atau didinginkan pada temperatur 800-1650 oF atau 427-899 oC maka unsur chromium (Cr) cenderung berekasi dengan carbon membentuk chromium carbide yang dikenal dengan istilah "sensitization atau carbide precipitation" sehingga dengan adanya ini terlah terjadi korosi pada grain boundaries tersebut (Schweitzer, 2010).
  • Biological Corrosion/Microbiologically Influenced Corrosion (MIC)
Korosi ini disebabkan oleh aktifitas organisme/bakteri/biota laut seperti ekskresinya yang berbahaya karena mengandung sulfur atau dikenal juga dengan istilah sulphide attack. Berdasarkan Schweitzer (2010), ada 5 penyebab MIC yaitu: (i) sulphuric acid oleh genus Thiobacillus yang konsentrasinya bisa mencapai 10-12%; (ii) hydrogen sulphide oleh sulphate reducing bacteria; (iii) organic acid; (iv) nitric acid; dan (v) ammonia
  • Selective Leaching
Selective leaching adalah pengelupasan salah satu komponen alloy oleh korosi. Sebagai contoh dezincification (leaching zinc dari brass), graphitic corrosion (leaching iron dari gray cast iron), denickelification (leaching nickel dari copper nickel), decarburization (leaching carbon dari carbon steel). Berikut leaching pada beberapa material by Ahmad (2006):
  • Atmospheric Corrosion
Sebenarnya ini bukan salah satu jenis korosi, dimana kejadiannya mirip dengan proses elektrokimia yang berhubungan dengan atmosfer. Beberapa faktor yang mempengaruhi adalah relative humidity, temperatur udara, sulphur content, chlorine content, curah hujan, debu, lokasi geografis. Berikut reaksi terjadinya atmospheric corrosion:
Berdasarkan Revie & Uhlig (2008), atmospheric corrosion harus didukung adanya elektrolit seperti moisture content, particulate content, dan impurities gas. Sedangkan untuk es dan iklim dingin tidak mendukung korosi bahkan cenderung menghambat. Impurities gas yang dimaksud seperti H2S, SO2, NH3, HCl, NO2, O3, RCOOH (alkyl alkanoat).
Berikut reaksi ketika iron surface terkena acid rain (hujan asam) karena banyak impurities gas yang mengandung SO2


  • Exfoliation
  • Filiform Corrosion
Korosi yang terjadi  dibawah coating dalam bentuk distibusi random seperti benang/filamen

Kutip Artikel ini sebagai Referensi (Citation):
Feriyanto, Y.E. (2019). Macam-Macam Korosi Material, Best Practice Experience in Power Plant. www.caesarvery.com. Surabaya

Referensi:
[1] Feriyanto, Y.E. (2017). Analisa Kerak Tube Boiler & CondenserBest Practice Experience in Power Plant. Surabaya
[2] Parrot, R., dan Pitt, H. (2011). Chloride Stress Corrosion Cracking in Austenitic Stainless Steel. Health and Safety Laboratory. United-Kingdom
[3] Jones, R.H., dan Ricker, R.E. (1992). Mechanisms of Stress Corrosion Cracking. SCC Materials Performance and Evaluation. ASM International
[4] Corrosion Institute. (2000). Bimetallic Corrosion. Teedington
[5] https://www.nace.org/
[6] http://www.cdcorrosion.com/
[7] Schweitzer, P.A. (2010). Handbook of Fundamentals of Corrosion Mechanisms, Causes, and Preventative Methods. CRC Press. London & New York
[8] Revie, R.W., and Uhlig, H.H. (2008). Corrosion and Corrosion Control, An Introduction to Corrosion Science and Engineering. Fourth Edition. John Willey & Sons
[9] Ahmad, Z. (2006). Handbook Principles of Corrosion Engineering and Corrosion Control. Elsevier

Strategi Akumulasi Buy and Hold (Membeli dan Menahan Saham)

Diposting oleh On Thursday, January 31, 2019

Akumulasi buy berarti membeli terus-menerus seperti prinsip menabung dan alangkah baiknya membeli ketika IHSG sedang jatuh. Sedangkan "hold" berarti menahan atau mengendapkan saham sampai benar-benar memberikan profit maksimal.
Sumber Gambar : www.shutterstock.com
Mengapa harus memakai strategi buy and hold ??
Sebagai investor receh bukan bandar, jika menerapkan trading dengan sistem buy and sell dengan menerapkan cut loss maka uang yang diinvestasikan akan mudah terbawa oleh permainan bandar. Alangkah baiknya sebagai investor kecil menerapkan strategi bottom fishing atau buy low and sell high. Investor receh akan cenderung menjadi investor jangka panjang agar uang yang diinvestasikan berkembang dan tidak malah berkurang tergerus permainan pasar sehingga membutuhkan strategi hold sampai menunggu penjualan dimana harga saham benar-benar naik.

Saham seperti apa yang cocok dilakukan strategi buy and hold ??
Saham dengan fundmental bagus berdasarkan analisa keuangan perusahaan atau jika belum kompeten melakukan perhitungan maka bisa memilih saham blue chips yang sudah terindeks LQ45. Dengan strategi akumulasi buy and hold maka prinsipnya sama seperti menabung sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit dan tentunya jika investasi di saham blue chips maka return yang didapatkan akan melebihi dari semua instrument investasi lainnya.

Bagaimana penerapan yang harusnya dilakukan untuk strategi buy and hold ??
Prinsip utama yang harus dipegang oleh investor adalah diversifikasi yaitu meratakan di semua lini investasi, maksudnya jika memilih saham sebagai sarana investasi maka jangan memilih 1 saham saja namun memilih setidaknya >3 saham dengan sektor yang berbeda-beda misalnya konstruksi, consumer good dan perbankan. Mengapa demikian ?? karena pergerakan harga saham berubah-ubah tergantung kondisi ekonomi, politik dan sosial baik nasional maupun global dan kita tidak tahu prospek bidang apa yang terbaik di tahun mendatang. Setelah melakukan diversifikasi maka mulai melakukan buy ketika harga wajar dan terus melakukan buy seperti pada strategi average down.

Apakah strategi buy and hold terbukti efektif ??
Sangat terbukti, karena di dalam investasi saham tidak ada yang namanya rugi namun adanya istilah tertahan (hold). Jika saham masih tertahan maka modal belum bisa dikatakan rugi (loss) kecuali kalau saham sudah terjual dibawah harga beli. Investasi saham sangat berbeda dengan investasi/trading forex dimana forex jika sudah dibeli dan investasi terus dibawa turun oleh pasar maka uang akan hilang sedangkan investasi saham tidak akan pernah hilang namun sekedar tertahan. Oleh karena itu, pemerintah me-legalkan investasi ini karena tidak pernah merugikan investor.

Apakah penulis juga menerapkan strategi buy and hold ??
Ya benar, penulis melakukan strategi tersebut untuk konstruksi yang diprediksi di masa mendatang memberikan prospek yang menggiurkan yaitu sektor consumer good, konstruksi dan telekomunikasi. Strategi yang diterapkan adalah kebalikan rekomendasi dari market, dimana ketika IHSG turun penulis melakukan akumulasi buy terus-menerus sampai akhirnya tercapai average down dan sesudah beberapa bulan sekiranya return sudah mencapai >15% sebagian bisa dijual dan sebagian digunakan untuk investasi jangka panjang. Mengapa sebagian saham harus dijual ?? karena didalam pergerakan saham ada naik-turun, sehingga nanti penulis akan membeli kembali saham tersebut ketika low price dan dari aktifitas tersebut penulis sudah mendapatkan capital gain dan mendapatkan saham kembali seperti semula.

Referensi: 

[1] Pengalaman Pribadi pada Tema Terkaitwww.caesarvery.com

Perbedaan Carbon Steel, Stainless Steel dan Galvanis Steel

Diposting oleh On Sunday, January 27, 2019

"Steel" adalah "baja" yaitu campuran besi (Fe) dan pengotornya sehingga menjadi paduan logam (alloy). Fe di alam tidak bisa didapatkan dengan sendirinya dan harus melalui proses pemurnian dengan pemisahan dari pengotornya. Fe merupakan unsur terbanyak dialam dan sangat berguna dalam bidang teknik konstruksi. Berikut macam-macam steel :
  • Carbon Steel (CS)
Komposisi senyawa CS adalah : Fe3C + Mn, S, P (Si) dengan kandungan standar umum Carbon (C) ≤2% namun untuk keperluan konstruksi lain, Carbon Steel dibedakan menjadi 3 yaitu :
  1. Carbon (C) rendah ---> jika kandungan C ±0.25%
  2. Carbon (C) sedang ---> jika kandungan C ±0.4%
  3. Carbon (C) tinggi ---> jika kandungan C ±2%
Semakin tinggi C maka sifat baja adalah lunak, mudah ditekuk namun sifat strength menurun
  • Stainless Steel (SS)
"Stain" artinya kotoran dan "less" artinya minim/kurang sehingga diartikan Carbon Steel yang minim pengotor. Bagaimana cara meminimalkan pengotor ?? yaitu dengan menambahkan unsur paduan lain ketika proses peleburan (casting) agar sifat properties yang diinginkan bisa muncul di paduan. Komposisi senyawa SS adalah Fe3C + Mn, S, P (Si) + Cr, Ni. Unsur Cr dan Ni memiliki sifat tahan karat dan menambah nilai estetika yaitu mengkilap dan mudah dibersihkan dari pengotor yang menempel sehingga aplikasi sering digunakan pada bidang kesehatan, kosmetik dan makanan. Kandungan Cr yang diijinkan adalah minimal 12%.

BACA JUGA : Macam-Macam Stainless Steel



Diagram perbandingan antara macam-macam stainless steel (SS) sebagai berikut :
  • Galvanized Steel
Adalah Carbon Steel yang dilapisi Zinc (Zn) dengan komposisi senyawa adalah Fe3C + Mn, S, P (Si) + Zn. Proses pembuatannya adalah Zn cair dipanaskan pada suhu 435-440 degC kemudian Carbon Steel (CS) dicelupkan dengan cepat. Proses pencelupan bisa dilakukan berulang-ulang untuk membentuk lapisan Zn berlapis-lapis sesuai kebutuhan aplikasi.

Apakah pipa galvanis sama dengan galvalum ??
Tidak sama, galvalum adalah galva (Zn) + alum (Al) dengan kandungannya adalah 55% Al, 43.5% Zn dan 1.5% Si. Galvalum berarti Alumunium dilapisi Zinc untuk menambah anti karat dan aplikasi umumnya di rangka perumahan karena sifatnya yang ringan, tahan karat namun kuat.

Kutip Artikel ini sebagai Referensi (Citation):
Feriyanto, Y.E. (2019). Perbedaan Carbon Steel, Stainless Steel dan Galvanis Steel. www.caesarvery.com. Surabaya

Referensi
[1] Feriyanto, Y.E. (2018). Training ASME PTC Material. Yogyakarta

Strategi Bottom Fishing-Buy Low Sell High (Membeli Ketika Harga Murah dan Menjual Ketika Tinggi)

Diposting oleh On Friday, January 25, 2019

Bottom Fishing adalah strategi memancing saham pada harga bawah. Strategi ini mirip dengan "buy low-sell high" dan memang inilah yang harus dilakukan oleh investor jangka panjang dalam men-deposit-kan hartanya sehingga lambat laun uang-nya akan berkembang karena diputar untuk modal bisnis perusahaan.
Sumber Gambar : www.blogs.wsj.com
Mengapa harus memakai strategi bottom fishing ??
Karena didalam pergerakan saham ada 3 istilah yang umum yaitu bullish, bearish dan sideways. Ketika bearish dan mencapai support terbawah tentunya harga akan memantul kembali ke harga atas sehingga seorang investor berlomba-lomba menemukan dimana letak titik support ketika bearish. Seni yang dipakai untuk mencari titik tersebut dinamakan analisa teknikal menggunakan pendekatan fibonacci. Pergerakan harga saham akan terus berpola sama yaitu ketika naik tajam (bullish) maka pada waktunya akan jenuh dan mencapai titik teratas (resistance) kemudian stagnan pada beberapa periode tertentu (sideways) dan seketika akan turun tajam (bearish) karena sentimen negatif dan kurang percaya diri terhadap kondisi ekonomi sampai mencapai level terendahnya (support).

Bagaimana cara mengetahui waktu yang tepat ketika investor harus memakai strategi tersebut ??
Melihat tujuan investasi dahulu apakah jangka panjang atau pendek, melihat analisa fundamental perusahaan apakah harga masih wajar atau sudah tinggi, melihat produk yang dihasilkan apakah kompetitif di masa yang datang atau tidak dan melihat tipe investor apakah risk aversion atau risk preference. Investor dengan tipe risk preference (suka resiko) maka akan membeli pada kebalikan rekomendasi diluar seperti ketika IHSG turun atau ketika harga saham sedang bearish dan berharap menemukan titik support dimana harga saham dinilai sangat murah. Sedangkan investor tipe risk aversion (menjauhi resiko) akan selalu follow the giant dimana akan mengikuti rekomendasi diluar dan apa yang dilakukan oleh bandar atau akan membeli ketika IHSG sudah memantul dari titik support-nya dan sedang menuju fase bullish.

Saham seperti apa yang tepat dilakukan strategi bottom fishing ??
Saham PBV yang masih undervalue cocok digunakan untuk strategi ini, karena potensi volatile-nya yang masih tinggi dengan return yang besar. PBV (price to book value) adalah perbandingan harga saham di pasaran terhadap harga normalnya berdasarkan kondisi keuangan perusahaan. PBV overvalue maupun undervalue belum sepenuhnya bisa untuk men-judge apakah perusahaan dalam kategori wajar, mahal atau murah karena diluar faktor yang dapat dilihat dan terukur seperti laporan keuangan dan market yang besar (faktor tangible). Disamping faktor tersebut, masih terdapat faktor intangible yang tidak bisa terukur seperti aset merk, aset terkenal di pasar dan aset kepercayaan publik untuk bertahan di kondisi apapun. Bandar/investor pada umumnya menyerbu saham lapis 2 dan 3 untuk trading karena bisa memberikan tingkat imbal hasil yang umumnya lebih cepat dibandingkan saham blue chip yang pergerakannya sedikit lebih lambat.

Apakah penulis pernah menggunakan strategi bottom fishing ??
Pernah, pada saham GIAA, SKRN, FILM dan KPAS dimana ketika dibeli dikisaran harga gopek dan dalam tempo <1 minggu naik >15%. Analisa yang digunakan ketika itu adalah PBV yang undervalue, terlebih berita terkini memberitahukan terdapat informasi positif terhadap ekspansi perusahaan sehingga bisa dipastikan peluang perusahaan di masa mendatang akan berkembang.

Referensi: 

[1] Pengalaman Pribadi pada Tema Terkaitwww.caesarvery.com

Perhitungan Efisiensi Boiler PLTU Menurut ASME PTC 4.1 - Metode Indirect or Heat-Loss (2 of 2)

Diposting oleh On Tuesday, January 22, 2019

Metode INDIRECT atau HEAT-LOSS adalah metode selain direct/input-output dengan menyempurnakan kekurangan yang ada kemudian memberikan perhitungan detail tentang asal losses yang mungkin terjadi.

Berikut disampaikan detail metode heat-loss berdasarkan ASME PTC 4-1:
Poin yang bisa disimpulkan adalah :
  • Efisiensi boiler heat loss method = 100% - (Σlosses)
  • Data yang digunakan sangat kompleks untuk menunjang per item losses yang terjadi dan memperhitungkan asal losses
  • Perhitungan yang ada di artikel ini lebih ditekankan di PLTU bahan bakar batubara dengan kapasitas <100 MW dimana CBD tidak full open, tidak ada reheater boiler
  • Rumusan heat loss masih belum dibagi gross caloric value (GCV) coal yang terbakar menurut perhitungan ASME PTC 4-1, namun supaya hasil sudah dalam %heat loss maka di artikel ini disampaikan rumus yang berbeda (sudah membagi dengan GCV coal)
Perhitungan awal metode heat loss :

1. Kebutuhan Udara Teoritis Pembakaran Sempurna (kg udara/kg coal)
Rumus, [(11.6 x C) + 34.8 (H- O2/8) + (4.35 x S)] / 100
Keterangan :
Nilai analisa batubara C, H2, O2 diisikan dalam %v/v langsung

2. Kebutuhan CO2 Teoritis (%)
Rumus, 
%CO2= [mol C] / [mol N2 + Mol C]
Dimana,
Mol N2 = [wt N2 in theoritical air/mol wt N2] + [wt N2 in coal/mol wt N2]
Mol C = (%C di coal/100)/12

3. Excess Air (%)
Rumus, 7900 x [(CO2%)t-(CO2%)a] / (CO2%)a x [100 - (CO2 %)t]
Keterangan
CO2%)t : teoritis (berdasarkan perhitungan stoikiometri)
CO2%)a : aktual (berdasarkan pengukuran di flue gas

4. Aktual Massa Udara (kg/kg coal)
Rumus, [1 + Excess Air/100] x udara teoritis

5. Aktual Massa Dry Flue Gas (kg/kg coal)
Rumus, mass of CO+ mass of N2 in coal + mass of Nin the combustion + mass of Oin flue gas

Beberapa macam losses yang terjadi:
1. Heat Loss Due to Unburned Carbon in Dry Ash (batubara/carbon yang tidak terbakar dan masih terdapat di sistem pembuangan)
Poin-poin yang dapat disimpulkan adalah:
  • Dry ash menurut ASME PTC 4.1 adalah ash pit, boiler hopper, economizer hopper, air heater hopper, dust collector hopper
  • Dry ash di PLTU diambil yang dominan saja menurut artikel ini yaitu bottom ash dan fly ash
  • %Heat loss karena unburned carbon = [(massa dry ash/coal terbakar) x GCV dry ash]/[GCV coal]
Rumus, %L uc = [(m dry ash/m coal) x GCV dry ash]/[GCV coal]
Sehingga jika terdapat 2 ash maka masing-masing dihitung dengan pembeda adalah massa dry ash diganti massa fly ash or massa bottom ash dan GCV dry ash diganti GCV fly ash or GCV bottom ash sesuai hasil analisa laboratorium.

BACA JUGAPerhitungan Efisiensi Boiler PLTU Menurut ASME PTC 4.1 - Metode Direct or Input-Output (1 of 2)

Jika tidak ada fasilitas laboratorium, bagaimana menentukannya ??
Dengan memakai perbandingan fly ash/bottom ash dan di ASME PTC ditentukan 10/90, kemudian efisiensi boiler diestimasi 70-80% (stocker) dan 80-85% (CFB) maka jika GCV coal diketahui dari COA supplier maka GCV total ash yang tidak digunakan adalah sisa efisiensi boiler. GCV total ash masih dimiliki oleh 2 ash yaitu fly ash dan bottom ash dengan melihat hasil ash content di proximate analysis coal maka bisa dihitung massa riil ash di coal yang terbakar. Nilai massa fly ash dan massa bottom ash didapatkan dari perkalian rasio ash dan massa riil ash dan dengan mengalikan GCV total ash akan didapatkan GCV masing-masing ash.

2. Heat Loss Due to Dry Flue Gas (panas yang terbuang sampai di flue gas)
Poin-poin yang dapat disimpulkan adalah:
  • % Heat loss karena dry flue gas = [(massa dry gas/massa coal terbakar) x heat specific dry flue gas x (T flue gas - T ambient)]/(GCV coal]
Rumus, %L dg = [(m dg/ m coal) x Cp dg x (Tfg - Ta)]/[GCV coal]
  • Dry flue gas menghilangkan kandungan H2O atau Hdi flue gas
Perhitungan massa dry gas (m dg) diawali dari analisa orsat (hasil flue gas analyzer) dimana hasil yang didapatkan dalam %v/v (volume) sehingga harus dibawa ke "mol" dahulu kemudian dibawa ke %w/w (berat) dengan melibatkan berat molekul masing-masing senyawa.
  • Cp dry flue gas, bisa dicari dari Tabel dibawah ini
Catatan : C/H adalah perbandingan di bahan bakar/coal, umumnya C/H bernilai 5-10 dan flue gas temperatur rata-rata 170-190 degC = 248.4- 284.4 F sehingga rata-rata Cp yang digunakan 0.23-0.25

3. Heat Loss Due to Moisture in Fuel (karena kelembaban/air di bahan bakar)
Poin-poin yang dapat disimpulkan adalah:
  • Moisture adalah kandungan H2O di COA batubara (proximate analysis)
  • m H2O adalah total moisture dari proximate analysis atau perhitungan stoikiometri ultimate analysis
  • Cp adalah specific heat superheated steam
Rumus, 
% heat loss due to moisture in coal = [m H2O coal per kg coal x {584+Cp x (Tf-Ta)}]/GCV coal

4.  Heat Loss Due to Moisture from H2 in Coal (karena kandungan H2 di bahan bakar)

Poin-poin yang dapat disimpulkan adalah:
  1. Moisture dari H2 di coal berikatan dengan O2 bisa membentuk H2O sehingga bersifat merugikan kandungan tersebut di batubara karena menurunkan nilai kalor
Rumus, 
% heat loss due to moisture from Hin coal = [8.936 x Hx{584+Cp x (Tf-Ta)}]/GCV coal

5. Heat Loss Due to Moisture in the Air (karena kandungan H2O di udara pembakaran)
Poin-poin yang dapat disimpulkan adalah:
  • Udara pembakaran yang mengandung H2O berlebih akan menurunkan tigkat pembakaran sehingga kalori bahan bakar ikut turun
  • Humidity factor didapatkan dari pembacaan grafik wet dry bulb (seperti Tabel dibawah)
Rumus,
%heat loss due to moisture in air : [(aktual massa udara x humidity factor x Cp x (Tf-Ta)]/GCV coal
Keterangan : temperatur ambient normal adalah 30-31 degC sehingga di kordinan X dipilih kemudian mengikuti garis lengkung sampai keatas dan humidity factor sekitar 0.020-0.021

6. Heat Loss Due to Atomizing Steam
Poin-poin yang dapat disimpulkan adalah:
  • Di PLTU batubara kapasitas kecil <100 MW umumnya tidak memakai heat loss ini karena tidak ada atomizing steam
7. Heat Loss Due to CO (pembentukan CO berarti pembakaran tidak sempurna)

Poin-poin yang dapat disimpulkan adalah :
Rumus, %Heat loss due to CO : [(%CO x C)/(%CO + %CO2)] x [5744/GCV coal]

8. Heat Loss Due to Unburned H

Poin-poin yang dapat disimpulkan adalah:
  • Flue gas analyzer umumnya tidak menyertakan parameter H2 sehingga tidak masuk perhitungan untuk PLTU batubara 
9. Heat Loss Due to Unburned Hydrocarbon 
Poin-poin yang dapat disimpulkan adalah:
  • Pada umumnya unburned hydrocarbon dan hydrogen sudah masuk di perhitungan dry ash (fly ash & bottom ash)
10. Heat Loss Due To Radiation and Convection
Poin-poin yang dapat disimpulkan adalah:
  • Selama pembakaran di boiler, terdapat heat yang hilang karena proses radiasi dan konveksi ke ambient
Rumus, {0.548 x [(Ts/55.55)^4 - (Ta/55.55)^4] + 1.957 x (Ts-Ta)^1.25 x sqrt of [(196.85 x Vm + 68.9)/68.9]} x 0.86 x surface boiler area / (GCV coal x m coal)
  • Perhitungan tersebut membutuhkan luasan boiler dan kecepatan angin (Vm)
Kutip Artikel ini sebagai Referensi (Citation):
Feriyanto, Y.E. (2019). Perhitungan Efisiensi Boiler PLTU Menurut ASME PTC 4.1 - Metode Indirect or Heat-Loss, Best Practice Experience in Power Plant. www.caesarvery.com. Surabaya

Referensi: 
[1] Feriyanto, Y.E. (2018). Training ASME PTC 4.1. Yogyakarta
[2] Feriyanto, Y.E. (2019). Audit Energi. Surabaya
[3] Feriyanto, Y.E. (2020). Best Practice Experience in Power Plant. Surabaya

Ingin Konsultasi dengan Tim Expert Website, Silakan Hubungi KLIK